Senin, 21 Desember 2015

Air Beras, Solusi Kulit Bersih Tanpa Kantong Bolong

Bagi Anda yang mendambakan kulit cantik, tapi dana terbatas ( hahahai ), coba gunakan yang paling dekat dengan kehidupan kita, air beras. Air ini bisa didapat dengan cara murah meriah ketika kita mencuci beras. Nah, air yang putih keruh itu jangan dibuang ya Kawan, tapi bisa digunakan untuk cuci muka, towner dan juga masker. Wow...

Air beras sudah dari dulu dipercaya memiliki khasiat dalam urusan kecantikan kulit. Bahkan nih, menurut info hasil baca-baca dan nyimak berita, air beras adalah rahasia kecantikan para super model dunia ( iye ke..., alah langsung ada yang nanya pake Upin Ipin mode on ). Tapi wajar sih, masuk akal juga. Karena dalam air cucian beras banyak terkandung protein, karbohidrat, glutein, selulosa dan vitamin B yang jumlahnya cukup tinggi. Bahkan kandungan ini belum tentu didapat ketika beras sudah masak menjadi nasi lho!

Berikut beberapa manfaat air beras untuk kecantikan kulit :


1. Mencerahkan kulit
caranya, cuci muka dengan air bekas cuci beras secara teratur. Memang butuh waktu ya.., tapi secara bertahap kulit akan terlihat cerah dan flek-flek hitam akan memudar. Asyiknya lagi, cara ini bisa dilakukan setiap hari tanpa takut efek samping.

2. Mengatasi kerontokan rambut
Caranya dengan keramas dengan menggunakan air cucian beras. Pijit-pijit sebentar lalu bilas dengan air bersih. Setelah itu baru gunakan shampo dan bilas lagi hingga bersih. Cara ini pun bisa dilakukan untuk rambut yang rusak karena sering dicatok atau salah menggunakan produk perawatan rambut .

3. Menghaluskan kulit
Bukan hanya untuk kulit wajah, air beras yang digunakan untuk mandi memiliki khasiat yang sama dengan mandi susu lho.  Tapi kalau memang untuk mandi terlalu mahal ( hehehe..., beras yang sehat kan mahal juga yee ) gunakan air endapan cuci beras untuk masker dan lulur. 

4. Mengontrol kelebihan minyak
Ternyata, mencuci muka dengan air beras setiap hari efektif mengontrol kelebihan minyak di kulit wajah ,  Kawan. Ah ya..., untuk kulit normal cenderung berminyak bisa gunakan beras putih. Untuk semua jenis kulit bisa gunakan beras hitam dan beras merah untuk kulit normal cenderung kering.

Bagaimana mendapatkan air cucian beras, gampang banget dong...

1. Taruh beras di tempat cuci beras. Isi dengan air dan cuci ringan untuk menghilangkan debu dan kotoran dalam beras. buang airnya.

2. Isi lagi dengan air, gosok-gosok atau aduk-aduk beras. Diamkan selama 30 menit untuk mendapatkan hasil terbaik. Masukkan air cucian beras ke dalam wadah.

Nah, air ini bisa langsung digunakan untuk mencuci wajah. pijit-pijit wajah dengan jari selama 6 menit, lalu bilas dengan air bersih dan keringkan dengan handuk lembut ( agak ditepuk-tepuk lembut ya...)

3. Jika ingin dijadikan lulur atau masker, diamkan air cuci beras ini hingga terlihat ada endapan. buang air dan gunakan endapan untuk lulur dan maskeran.

Saya juga sudah mencoba untuk saya dan anak-anak. Anak-anak saya semuanya aktif, ikut renang, porak sampai kemping pramuka. Akibatnya wajah mereka hitam gosong dan ada juga yang belang ( karena pakai jilbab ).  Saya pakaikan endapan air cuci beras untuk maskeran. Mungkin karena anak-anak, sekali pakai saja hasilnya sudah terlihat, muka terlihat lebih bersih, gak gosong-gosong amat hehehe. Alhamdulillah ala kulli hal. Anda mau mencoba juga, Kawan? Sila kan.. monggo... Semoga bermanfaat ya...***

Ket : Disarikan dari beberapa sumber

Minggu, 20 Desember 2015

Tempatkan Iman Di Atas Cinta

http://bungahati.net/513-703-large/bunga-matahari-vas-kaca-cantik.jpg
http://bungahati.net/513-703-large/bunga-matahari-vas-kaca-cantik.jpg
Hari itu, ada undangan pertemanan di BBM saya. Awalnya berkernyit, merasa tidak kenal. Karena memori hape yang seadanya dan sudah penuh, saya pun kadang 'milih-milih' untuk urusan contact di BBM maupun WA. Hape sering ngehang kawan, heuheueheu dan saat ini bukan waktu yang tepat untuk minta lem biru ke donatur tetap alias suami hahaha

Sudah lah membicarakan tentang gadget saya hehehe. Akhirnya saya pun meng-accept  permintaan teman yang berkali-kali membunyikan notifikasi. Dan setelah berkenalan, saya pun berucap hamdalah, karena kami sudah dipertemukan oleh Allah Swt. 

Wanita cantik yang sebut saja namanya Neng ini curhat, tentang rumah tangganya yang diujung tanduk. "Saya sudah menikah, Teh. Suami saya adalah seorang muallaf. Tapi setelah dua bulan pernikahan, dia kembari kepada keyakinannya yang dulu. Sedih Teh, saya yang merasa ini tidak benar. Saya berusaha mengingatkannya, tapi suami bilang bahwa dia tidak akan mencampuri iman saya, juga tidak akan mengajak saya pindah ke agamanya. urusan agama itu urusan masing-masing."

Deg..., sampai di sini, dada saya bergetar karena haru. Subhanallah, kisah yang beberapa tahun lalu sempat jadi rame di infotainment karena pelakunya artis sekarang dialami oleh orang biasa macam Neng. Hebatnya, Neng yang merasa bahwa kondisi ini tidak benar dan tidak betah tinggal di rumah penuh pernak-pernik agama suaminya, memilih untuk kembali ke rumah orang tuanya.  

Memang, menikah itu bukan sekedar untuk menemukan jodoh atau teman hidup. Bukan untuk melegalkan hidup bersama dengan lawan jenis. Bukan karena dikejar-kejar umur yang semakin tua. Juga bukan untuk memenuhi hasyrat biologis semata. Tapi untuk menggenapkan setengah din ( agama ). Itu lah kenapa Islam memandang pernikahan sangat tinggi dan berharga.

Jika pemahamannya, menikah untuk menggenapkan Din, maka secara keimanan harus pada satu kesatuan. Tidak ada perbedaan iman di dalam menggenapkan Din. Pastinya tidak akan mungkin genap ( utuh ) jika dalam rumah tangga yang dibangun ada dua keyakinan yang berbeda. Di sini lah, kenapa agama menjadi satu persyaratan utama dalam memilih pasangan di atas cinta, penampilan, harta maupun keturunan.

Ketetapan Allah juga bahwa saya menuliskan kisah seperti ini dalam buku Surat untuk Muslimah ( Ayesha el Himah Quanta Elex Media Komputindo ). Judulnya,  Cinta Saja Tidak Cukup . Saya masukkan  sub bab ini di Bab 2 Pelayan di Dunia, Bidadari di Syurga  yang memang membahas tentang pernikahan dan pasangan. Di bab itu saya betul- betul menuliskan kisah tentang penistaan agama yang pernah dituduhkan pada seorang artis yang menjadi muallaf sebelum menikah dan setelah menikah menyatakan pkeislamannya tidak benar. ( bagi yang mau baca versi komplitnya, ke toko buku dan beli bukunya ya..., atau bisa juga via toko buku on line hehehe ).



Ada sebuah pesan penting untuk para muslimah, bahwa menikah itu jangan hanya berdasarkan cinta ( catet ya...). Karena berkali-kali Rasulullah menjelaskan bahwa agama atau iman adalah dasar awal dalam membangun rumah tangga yang bisa mengundang ridha Allah Swt. Dalam Al Quran jelas-jelas diatur tentang larangan menikahkan seorang muslimah dengan laki-laki yang  tidak seiman.

"Janganlah kamu nikahkan orang-orang musyrik ( dengan wanita-wanita mukmin ) sebelum mereka beriman ." ( QS. Al Baqarah : 221 )

"Nikahilah kali-laki shaleh dan carilah istri shalehah yang memiliki pengetahuan agama yang cukup. Minimal tahu tentang pokok-pokok ajaran agama Islam."
( Al Hadist )


http://www.rumahnikah.com/wp-content/uploads/2014/10/Pengertian-Akad-Nikah-Dalam-Islam-300x300.jpg
http://www.rumahnikah.com/wp-content/uploads/2014/10/Pengertian-Akad-Nikah-Dalam-Islam-300x300.jpg
 

Saya jadi ingat dengan sebuah kisah indah tentang kokohnya iman seorang muslimah. Sebuah kisah yang saya ceritakan dengan harapan menguatkan hati Neng. Dia adalah Ummu Habibah yang beriman bersama suaminya. Karena kondisi penindasan dan siksaan yang dialami kaum muslimin di Mekkah maka, perintah untuk hijrah ke Habasyah pun turun. Ummu Habibah berangkat bersama suaminya. Beberapa waktu tinggal di Habsyah, rupanya keimanan suami Ummu Habibah mulai berubah. Sampai akhirnya dia pun memilih keluar dari Islam dan menjadi seorang Nashara ( karena dulu Habasyah adalah negeri yang mayoritas penduduknya bergama Nasrani ).

Ummu Habibah yang bersedih berusaha mengajak suaminya untuk kembali pada Islam. Sayang, apa yang diharapkannya tidak menjadi kenyataan. Tapi Allah menggantinya dengan kebaikan berkali lipat. Rasulullah mengirim pinangan untuknya dari Madinah. Hingga Ummu Habibah pun menjadi satu dari Ummahatul Mukminin.

Saya yakin teman baru saya  juga masih sangat sayang dengan suaminya. Dia pun bercerita selalu berdoa dan berusaha terus mengingatkan suaminya untuk kembali pada Islam. Di akhir percakapan pun saya menuliskan kata-kata dengan harapan menyemangati Neng, "Yang sabar, yang kuat... yakin, Insha Allah di depan ada takdir yang jauh lebih baik untuk Teteh. Dan kalau pun dia ( suami Neng ) tidak mau kembali pada jalan kebenaran, yakin Allah akan mengirimkan imam yang jauh lebih baik dan lebih shaleh untuk teteh."

Teriring doa dan semangat untuk teman muslimahku yang cantik dan shalihah ***


Rabu, 16 Desember 2015

Be Brave, Kids!

Sore itu saya menyimak pembicaraan si kembar yang baru pulang sekolah. Sambil menikmati susu buatan mereka sendiri, keduanya saling bertanya tentang kegiatan esok hari. Kebetulan, besok adalah kegiatan lomba setelah musim UAS selesai. Banyak lomba yang diadakan pihak sekolah, dari mulai olah raga ( futsal, senam ) baris-berbaris, tebak ayat, cerdas cermat dan ada juga story telling. 


"Kamu ikut lomba apa aja, Ka?" Tanya si bujang pada kembarannya.

"Aku ikut 3 lomba." Ujar Kaka dengan santai.

"Sombong banget, kayak yang mau menang aja." Si bujang sensi. Selidik punya selidik, dia hanya memilih satu lomba yang memang diminatinya, futsal .

"Lho, kenapa? memang kalau lomba harus menang? Yang penting kamu berani mencoba. Aku memang gak jago bahasa Inggris, tapi mau mencoba story telling. Aku juga ikut cerdas cermat, walau kalah gak papa berarti kudu belajar lagi. Trus senam karena memang seneng banget ikutan senam."

Saya melihat apa yang terjadi dan mulai memahami kenyataan yang ada. ( Halah... bahasanya berat banget Bu..hihihi ). Keduanya memang kembar, tidak seperti Upin Ipin, karena satu cewek, satu cowok. Sifat keduanya pun berbeda jauh. Si laki-laki cenderung cuek, ogah moving kalo dah nemu zona nyamannya, dan termasuk anak yang santai ( Ibunya yang suka rudet ngadepin si Aa ). Nah, kembarannya yang biasa kami panggil Kaka, memang cenderung lebih berani. Di TK dia pernah melawan anak cowok yang jadi jagoan di sekolahnya. Padahal gak ada yang berani ribut sama si jagoan kecil itu, dan satu-satunya yang melawan ( cewek lagi hehehe ) ya cuma si Kaka.

Rasulullah sebagai pendidik terbaik manusia juga menekankan aspek keberanian dalam pembentukan sebuah generasi. Bahkan keberanian merupakan karakter yang harus dimiliki seorang muslim ( catet ya ibu-ibu ). Hingga sejarah mencatat seorang Usama bin Zaid bin Haritsah yang ketika usianya belum genap 20 tahun sudah menjabat sebagai panglima perang pilihan. Beberapa sahabat dari golongan Assabiqunal Awwalun juga tercatat sebagai kaum muda yang penuh keberanian. Seperti, Sa'ad bin Abi Waqqash juga Mush'ab bin Umair.

Beberapa buku parenting yang saya baca, menyatakan bahwa untuk memunculkan keberanian perlu dilihat dulu penyebabnya. Karena beda sebab maka beda juga penyelesaiannya :)

1. Motivasi
Ada anak-anak yang tiba-tiba berubah menjadi penakut dan ragu karena menghadapi hal yang baru. Jangan bosan memotivasi anak untuk mengatasi rasa takut atau malu yang ada dalam diri mereka. Tunjukkan dan yakinkan anak bahwa apa yang mereka khawatirkan tidak akan terjadi, tidak perlu menjadi beban.

Beberapa hari yang lalu saya meminta tolong si bujang untuk mengantar buku pesanan pada orang tua murid yang lain. Masih satu sekolah dan si murid yang saya titipi buku  pun berada jauh di bawah tingkatnya. "Jangan Aa lah Bu?" Si bujang langsung menolak.
"Kenapa?"
"Aa gak kenal."
"Ya kenalan dong Aa. Dia anak laki-laki kok sama kayak Aa. Kalau ibu nyuruh Kaka atau Mbak, malah aneh kan?"
"Em... jangan Aa lah..., Aa malu." Akhirnya keluar juga alasan sebenarnya.
Saya pun menjelaskan bahwa malu itu kalau melakukan perbuatan yang salah. "Bukunya sudah ibu bungkus rapi. Ibu juga sudah tulis nama anak dan kelasnya. Pas jam istirahat, coba ke kelasnya dan panggil dia." Saya malah menambahkan anaknya yang pake kaca mata.
Masih ragu si bujang pun akhirnya menerima titipan saya dan seperti biasa saya kembali ingatkan sebelum berangkat sekolah. Saat pulang, "Buku sudah dikasih ke A*n** yang pake kaca mata. " Wajah si bujang pun terlihat senang penuh percaya diri.

2. Latihan dan latihan
Jangankan anak, orang tua saja bisa panas dingin jika disuruh naik panggung. Bagi yang biasa bicara atau tampil di muka umum, itu mah masalah sepele. Tapi jika biasanya dia hanya bisa pidato di depan anak-anaknya, lain cerita hehehe. Setelah memberi semangat, latihan juga sangat diperlukan.

Saya salut sekali saat guru si kembar bercerita bahwa di sekolah, banyak pelajaran yang diberikan dengan cara diskusi. Anak-anak dibagi menjadi beberapa kelompok dan diberi tema sesuai dengan mata pelajarannya. "Anak-anak dilatih berani bicara di depan teman-temannya. Kadang ada anak yang pinter tapi giliran bicara di depan umum jatuh mentalnya. Akhirnya malah dia tidak telihat pintar. Dia terlihat tidak menguasai bahan diskusi. Kalah sama yang berani."

Bu guru juga menyarankan anak-anak untuk didorong ikut lomba-lomba di daerah rumah, termasuk lomba Agustusan, Tahun Baru Islam dan lain-lain. Ini merupakan ajang latihan anak-anak agar lebih berani.
Semalam, Kaka juga berlama-lama menghapal materi story telling. Karena dia latihan di depan kami semua, banyak godaan ( terutama dari si sulung dan kembarannya ) tapi juga koreksi pada pengucapan yang kurang tepat. Ditambah vokabulari yang minim,  saya pun tidak berharap dia menang. Yang penting dia  sudah berani tampil, itu sangat saya syukuri, Alhamdulillah. Sifat berani itu jauh lebih penting, tul gak?

3. Bangun Percaya Dirinya
Nah, khusus untuk Aa, saya pikir bukan karena dia penakut. Tapi dia memiliki rasa percaya diri yang belum sebesar kembarannya. Dia memang cenderung mengalah.  Kata bu gurunya juga tipe yang gak suka cari ribut. Walau sesekali kadang bersitegang dengan temannya, tapi masih dalam hal yang wajar. Dia berani ribut dan berani jail ya sama saudaranya kalau bukan kembarannya ya adik-adiknya. Nah, sedang dengan orang lain dia merasa belum pede.


Anak perlu diyakinkan bahwa dia memiliki kemampuan seperti teman-temannya. Tidak ada yang jelek dalam dirinya. Bahkan dirinya memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki teman-temannya ( seperti pujian gurunya ). Bagi anak-anak yang lebih suka mengalah ( baik pada teman, maupun saudara atau bahkan orang tuanya ), yakinkan anak untuk berkata 'Tidak' terhadap apa yang tidak disukainya. Mengalah itu ada waktunya, tidak setiap waktu dia harus mengalah. Di waktu lain  bahkan saat dia merasa tidak suka, dia harus mempertahankan pendapatnya. Ini agar anak tidak terjerumus pada hal-hal negatif dari teman maupun lingkungan sekitarnya.

4. Kegiatan yang Menantang
Sebagian orang tua mungkin pernah menanyakan manfaat outbond yang sering diadakan sekolah, terutama sekolah swasta atau full day. Bahkan di sekolah anak-anak, outbond dilakukan bukan hanya untuk kelas bawah ( 1-3 tahun ). Untuk anak kelas atas pun, ada program outbond sekali satu semester. Ternyata, kegiatan outbond yang menantang adrenalin efektif untuk mendongkrak jiwa berani anak.


Ini saya rasakan manfaatnya pada si sulung yang memang cenderung penakut. Tapi dengan mengikuti outbond dari sekolahnya perlahan dia jadi berani. Saya bahkan sampai suprise saat dia pulang outbond dan bercerita permainan apa saja yang diikutinya. termasuk flying fox yang memang sangat dihindarinya karena takut ketinggian.

Rasulullah juga menyarankan beberapa jenis olah raga yang bisa membangun mental keberanian anak. Seperti, berkuda, memanah dan berenang. Ketiga jenis olah raga ini selain menuntut kedispilinan, kepercayaan diri, konsentrasi juga keberanian. "Setiap sesuatu yang tidak termasuk mengingat Allah, ia merupakan permainan yang sia-sia kecuali empat hal ; seorang lelaki berjalan di antara dua tujuan (untuk memanah), melatih berkuda, bermesraan dengan keluarga, dan mengajarinya berenang." Hadist Riwayat At-Thabrani

Kuda adalah tunggangan atau sarana transportasi yang sudah lazim di masyarakat Arab waktu itu. Mempelajarinya juga mendukung kehidupan mereka yang terbiasa dengan kondisi alam yang keras. Demikian juga dengan memanah yang dalam konteks saat itu adalah senjata andalan. Memanah banyak memiliki aspek selain membidik dan melepaskan anak panah. Dari mulai perhitungan arah, pembacaan arah angin, konsentrasi , kekuatan dan keteguhan tekad. Lalu bagaimana dengan berenang? Bukankah di Arab susah ditemukan danau yang memang dipakai untuk berenang?
Bisa jadi ini adalah pengajaran dari Nabi, agar umatnya mau keluar dari comfort zone nya. Ya, manusia yang terbiasa hidup di darat, mudah bernafas, diajar untuk melatih dirinya dalam kondisi yang tidak biasa. Di dalam air, dia harus mengatur nafas, mengatasi ketakutannya akan tenggelam dan juga koordinasi gerakan beberapa anggota tubuh lainnya. Intinya, dari ketiga macam olah raga di atas selain keterampilan, faktor keberanian juga sangat menentukan.

5. Contoh dari Orang Tua
Duh pas bab ini, saya agak kesentil. Secara saya ini orangnya penakut hehehe. Suami kadang sering nyindir, "Gak bakalan bisa nyetir mobil kalau masih panikan kayak kamu mah.." Untuk urusan bicara di depan umum sih saya dah biasa karena dari SD pun memang terbiasa jadi dirigen atau pembaca UUD ( wah sekarang masih ada gak ya hehehe ). Ikutan lomba juga oke, karena dah pernah juga ikut cerdas cermat walau gak lolos sampai Kabupaten :(

Makanya, kalau urusan mengajari anak naik sepeda,berenang atau kegiatan luar yang memacu adrenalin saya serahin ke ahlinya, bapaknya anak-anak. Saya bagian yang lain aja deh hehehe. Jadi kita bagi peran saja ya...

Balik lagi ke topik tulisan hehehe, jadi sebaiknya orang tua menunjukkan contoh nyata tentang keberanian. Tidak takut mencoba hal yang baru, berani menyatakan pendapat, tidak negdumel di belakang, apalagi selalu mengalah. Anak-anak yang melihat orang tuanya memiliki sifat tertutup dan lebih suka di zona nyamannya ya akan meniru. Jadi jangan maksa anak untuk berani kalau orang tua juga tidak memiliki sifat berani.

6. Kurangi Kritikan, Perbanyak Pujian
Jadi ingat isi ceramah sambutan kepala sekolah si pengais bungsu kemarin, di masa golden age, satu kritikan dan bentakan akan mematikan jutaan syaraf-syaraf kecerdasannya. Sedang satu pujian akan menumbuhkan jutaan syaraf-syaraf dalam otaknya. Subhanallah..., betapa hebatnya sebuah pujian. Maka, dari pada mengkritik dan menilai anak negatif, lebih baik menggantinya dengan penghargaan. Anak-anak akan timbul keberanian berlipat-lipat saat mereka berhasil melangkah satu langkah dari rasa takutnya. So.., mari kita hitung lebih banyak mana yang kita beri pada anak, pujian atau kritikan?


Ada yang mau menambahkan, silah kan tulis di komen ya... Dan semoga bermanfaat kawan :)



Minggu, 13 Desember 2015

Penyemangat itu Bernama Testimoni ( Kesan dan Pesan)

Sepertinya, sebuah yang sepele saat membaca buku ( di bagian selayang pandang atau prakata biasanya ya..), ada permintaan kesan, pesan bahkan kritik membangun. Sebagian dari kita termasuk saya sering mengabaikannya hehehe. perpendapat itu hanya sekedar basa-basi kesopanan saja. Tapi tahukah Anda, para pembaca budiman, jika itu adalah benih-benih kebahagiaan dan semangat untuk sebagian orang ( macam saya juga hehehe) ?

Saya sering tergelitik, bagaimana kesan pembaca buku-buku saya. Di buku yang pertama, saya mendapat masukan dari suami dan beberapa teman kalau buku saya kurang ilustrasi untuk ukuran anak-anak. Iya, mungkin memang benar. Karena anak-anak biasanya memang lebih suka membaca buku yang banyak gambarnya. Itu lah yang membuat sebagian besar anak lebih suka membaca komik dari pada buku yang isinya tulisan melulu :)

40 Kisah Pengantar Tidur Islami by Ummu Ayesha ( Quatakids Elex Media Komputindo )
Memang buku 40 Kisah Pengantar Tidur Islami sebaiknya dibacakan oleh orang tua, karena itu sebagai sarana mendongeng sebelum tidur. Dari pada anak disuguhin tivi a tau tontonan yang malah mengundang mimpi buruk, jauh lebih baik dibacakan cerita inspiratif dari pada Nabi dan Rasul, Sahabat, Thabiin, dan orang-orang shaleh ini.

Ada juga tetangga yang ngaku dianya yang kewalahan baca buku sebelum tidur. "Anak saya mah minta dibacain lagi, saya sudah tumbang, capek hehehe." Nah, kalo saya, suka memenggal cerita yang panjang menjadi berapa episode eh beberapa waktu menjelang tidur. Bisa part 1 nya saat mau bobo siang, part 2 nya saat mau bobo malam. Jadi satu cerita bisa habis tidak sekali waktu, tapi bisa beberapa hari. Dan itu sekalian menjadi pembiasaan anak untuk mendengarkan cerita sebelum tidur.

Buku yang kedua, memang ide awalnya adalah menebarkan semangat bersyukur. Beberapa komentar sudah  diberikan oleh pembaca, seperti :

"Membaca buku Nikmatnya Syukur paling kena kalo lagi gak punya uang atau kekurangan. Ah..., berasa banget kudu banyak bersyukurnya." ( Duh..., saya ketawanya sampai keluar air mata pas baca komentar ini hahaha )

"Betul, belajar dari cerita memang lebih kena. Mudah-mudahan hadirnya buku Nikmatnya Syukur makin meyadarkan banyak orang untuk lebih mensyukuri hidup."

"Syukur itu memang obat dari galau.  Bukunya muter dipinjem sana sini." ( eit... beli dong ya...hehehe ) 

"Buku Nikmatnya Syukur menambah semangat untuk selalu bersyukur." 

Kecenya buku ini pernah jadi gift book di talkshow Kick Andy yang terkenal itu lho... (  aihh... geer melulu saya nih hehehe )

Storycake Nikmatnya Syukur by Ayesha el Himah dkk ( Gramedia Pustaka Utama)




Nah, buku yang ketiga ini saya excited bengat nanya-nanya kesan pembaca. Karena memang buku ini khususon muslimah. Pas nulisnya saya juga memerlukan banyak membaca, berdiskusi, konsultasi dengan ustadzah dan juga kawan-kawan. Dan semalam dapat kesan yang membuat mata berbinar karena syukur , "Duh... Bu, bukunya inspiratif banget. mak jleb kata-katanya, apalagi di bagian Arti Kesetiaan. Pertanyaan sekaligus cerminan."

"Ada bagian yang ngena banget di Surat untuk Muslimah, di Eksistensi Diri. Jadi makin bersyukur dengan peran dan semua yang sudah diberi oleh Allah. Makin pede jadi IRT :)"

"Saya jadi semangat untuk berhijab setelah baca buku ini."

Ada juga yang gak banyak bicara tapi pesan lagi pesan lagi buku Surat untuk Muslimah.., makasih ya ukhti hehehe.

Di buku ini juga saya dapat kritik. Bukan tentang bukunya sih, tapi saat saya siaran radio dan mengatakan kalau buku ini harganya terjangkau alias nyaman di kantong. Di bawah 50 rb malah. Tapi di telinga pendengar itu bisa menjadi hal yang dianggap kurang pantas dan kurang menghargai yang kekurangan. Yup..., saya pun menerima sebegai sebuah teguran agar lebih berhati-hati kelak jika bicara di depan mix dan menimbang banyak perasaan jika menyebut masalah uag.

Jadi, ternyata kesan, pesan bahkan kritik juga membawa kebahagiaan bagi penulis pemula macam saya. Semangat untuk terus menulis dan berkarya. Bukan melulu memikirkan royalti atau hasil penjualan saja. Tapi lebih dari itu, megetahui kalau tulisan sederhana bisa memberi semangat dan isnpirasi adalah sebuah kegembiraan yang patut disyukuri. :)

Terima kasih semua nya hiks...:)




Senin, 07 Desember 2015

Seni Menghargai Anak

"Bu, bagaimana cara ngajarin anak belajar? bagi tips nya dong?" Lalu pesan yang lain mbrudul  bak daun gugur di musim angin ( di Indo kan gak ada musim gugur hehehe ). "Anak saya ini nilai-nilainya bagus-bagus Bu, banyak 10 nya. Tapi pas dapat nilai 6 atau 7 satu saja, saya langsung sewot."

Saya membayangkan teman saya yang ibu muda ini pasti sedang senewen berat. Tapi saya tidak menyalahkannya. Hemm.., biasanya anak nomer satu mengalami hal seperti ini. Inclucing me hehehe. Dan, seringnya tanpa sadar setelah anak sulung ini memiliki anak akan mengulang hal yang sama pada anaknya. Persis yang saya lakukan pada sulung saya yang kini sudah duduk di kelas 2 SMP.




Saya pernah merasa begitu senewen saat menghadapinya. Mungkin karena ekspektasi saya terlalu tinggi. Saya sangat bangga pada si sulung yang usia 5 bulan sudah bisa menggunakan pispot untuk BAB dan BAK. Perkembangan fisiknya juga oke. Berjalan dan berbicara tanpa hambatan. Dia juga tipe anak yang mudah belajar. Bahkan ketika anak-anak yang lain masih susah duduk manis untuk belajar atau mengaji, sulung saya tidak mengalaminya. Dia termasuk anak manis, penurut yang pintar.

Sayang, semua itu bukannya saya syukuri. Saya malah semakin menambah target di pundak kecilnya. Setiap dia merasa capek dan ingin bertingkah sebagai anak kecil, bermain dengan teman sebaya atau adiknya, saya menunjukkan rasa tidak suka. Saya juga terlalu protektif dan otoriter. Akibatnya, dia tumbuh menjadi anak yang ordinatif ( penurut karena terpaksa ) dan tidak ada inisiatif.

Saya baru sadar ketika dia masuk SD. Pembawaannya yang kikuk dan pendiam membuatnya tidak punya banyak teman. Kemampuannya di bidang akademis tidak dibarengi dengan kemandirian dan keberanian. Dia cenderung penakut dan mudah trauma. Fisiknya tetap kecil, kalah oleh adik-adiknya yang mulai menyusul.

Saya sadar saya harus konsultasi dengan psikiater dan guru kelasnya. Maka, saya pun betah berchatting lama-lama atau menulis inbox panjang seperti ular naga untuk seorang teman yang kebetulan lulusan psikolog dan pernah menangani anak-anak SD.  Dan saya sangat kaget saat berbincang dengan gurunya, ternyata gurunya memberikan penghargaan yang besar terhadap anak saya. Penghargaan yang mungkin jarang saya berikan pada anak.

Saya pun merenung dan mulai memilah, dari semua ini siapa yang sebenarnya bermasalah, anak atau orang tua? Anak dengan segela kekurangannya baik dari kedewasaan dan pemahamannya, melakukan kesalahan, kekonyolan, bahkan keegoisan adalah hal yang wajar. Tapi bagi orang tua, pastinya menjadi catatan khusus jika masih bertingkah seperti itu. Memaksakan keinginan atau harapan pribadi pada anak.

Better late than never, saya pun mengubah pola pandang dan pola asuh saya pada anak-anak. saya mulai memahami bahwa anak-anak dengan pola pikir mereka pun sebenarnya sangat pengertian. Anak yang biasanya mendapat nilai bagus akan merasa begitu gelisah ketika mendapatkan nilai biasa saja. Karena dia sudah paham apa yang akan diterimanya dari si ibu, pasti kekecewaan. Dan bagi anak, itu adalah beban karena dia sudah membuat orang yang paling disayanginya kecewa hemm...


File:Dr. Rintaro-p1.jpg
http://asianwiki.com/File:Dr._Rintaro-p1.jpg

Baru-baru ini, saya mendapat pelajaran baru agar lebih menghargai anak. Pelajaran yang betul-betul touching heart ala drama jepang Dr Rintaro The psychiatrist ( Dr. Rintaro Sang Psikiater ). Kalau tidak salah pas episode ke 6, dimana Masato Sakai ( dr. Hino Rintaro ) sedang menerapi anak autis yang juga anak dari rekan dokternya di rumah sakit. Singkat cerita si anak akhirnya mau mengikuti serangkain tes yang sudah ditolak oleh ibunya. Dalam dialog dengan dr. Rintaro si anak menjelaskan bahwa alasan dia melakukan semua itu hanya karena tidak ingin ibunya cemas. 

Asli, saat melihat episode ini saya mewek hiks. Karena menyadari bahwa anak dengan seluruh dunianya ternyata memahami apa yang ada di sekelilingnya. Tentu saja sesuai persepsi anak. Anak-anak ternyata sangat peka terhadap apa yang dihadapi orang tuanya. Jika orang tua mencemaskan anak, maka anak pun akan mencemaskan orang tua. Jadi ketika dia berbuat yang terbaik atau membuat sebuah prestasi bisa jadi bukan karena dia suka, tapi karena dia tidak ingin orang tua khususnya ibu merasa cemas.

Hemm..., saya jadi berpikir, bisa jadi selama ini saya malah sudah memberi beban kecemasan pada anak. Ketika saya uring-uringan menyuruh mereka belajar, menghapal Al Quran atau meminta menyuruh mereka sholat, ternyata bukan itu yang anak-anak tangkap. Bukan perintah saya, tapi kecemasan atau lebih tepatnya kekesalan saya :(

Jadi sebaiknya, perbanyak menghargai anak. Ketika melihat kesalahan atau kekurangan anak, munculkanlah kebaikan dan kehebatan anak. Bisa jadi anak tidak terlalu pandai di sekolah, tapi dia memiliki hati yang tulus yang penuh empati. Atau bisa jadi anak termasuk biasa-biasa saja, tapi keberaniannya juara. Dia bisa bergaul dan menempatkan diri dengan baik di tengah teman-temannya. Itu juga sebuah prestasi yang harus dihargai.

Pernah saya ngeluh ke gurunya si bujang, kalau dia itu begini... begitu kalau di rumah. Bu Guru yang dari tadi menyimak curhatan saya cuma tersenyum. Dia malah berujar, "Bagi saya, Zuhdi sudah termasuk hebat dan baik. Memang ada kekurangan tapi itu lah anak-anak. Anak laki-laki memang seperti itu Bu, mereka cenderung banyak bergerak dan senang bermain."

Saya jadi malu sendiri, kok saya sibuk mengeluh tanpa melihat kelebihan anak. Sibuk berprasangka buruk meminimkan prasangka baik. Padahal apa yang akan didapat adalah apa yang kita persangkakan biasanya. Akhirnya, sekarang saya tahu bagaimana agar dapat lebih menghargai anak, jika kita menemukan keburukan anak, munculkanlah satu saja kebaikan anak. bayangkan jika satu hari kita bisa mengumpulkan satu kebaikan anak, maka dalam sebulan ada 30 kebaikan anak. Wow..., bukankah itu yang pantas dan sepatutunya dihargai dan disyukuri ? ***


Minggu, 06 Desember 2015

Tips Enjoy Saat Anak UAS atau Ujian

Musim UAS sudah di depan mata. Beberapa sekolah sudah menyelenggakan UAS dan bisa jadi sudah berakhir. Tapi ada juga yang baru memulai karena minggu kemarin untuk ujian praktek. Nah, seringnya sebagai ibu, mereka lebih heboh dan stress dibanding si anak yang melakoninya. Bahkan menjadi trending topik di warung sayur hehehe. Dari keluhan si anak yang susah ngapalin, ogah belajar sampai harus dikurung pake larangan gak boleh main selama UAS ( hihihi... kasihan anaknya ).


Kebetulan di rumah 4 anak juga sedang bersiap menghadapi UAS. Minggu kemarin, si kembar dan Ayesha yang di MI full day sudah selesai ujian praktek. Sementara si sulung baru minggu ini UAS. Alhamdulillah, anak-anak tipe yang mudah diingatkan untuk belajar. Biasanya ini sudah saya komunikasikan beberapa minggu yang lalu. Jauh sebelum musim UAS datang. Saya juga selalu bilang, tidak ada ruginya belajar atau mengulang pelajaran di rumah. Tidak perlu banyak-banyak, 30 menit pun cukup :)

Sejauh ini, anak-anak terlihat semangat. Mereka malah berinisiatif untuk belajar bersama. Saling uji satu sama lain juga mengingatkan jika ada yang salah. Saya juga mengingatkan bahwa ujian itu memang diperlukan bagi pelajar untuk mengetahui sejauh mana pencapaian yang sudah mereka dapat. Hasil yang didapat, adalah bukti apa yang kita lakukan. Belajar atau tidak, paham atau malah bingung.

Nah, agar bisa memberi dukungan kepada anak, berikut beberapa hal yang bisa dilakukan oleh  para ibu :)

1.  Mengenali tipe anak
Beberapa anak ada yang cepat menghapal. Ada juga yang lebih suka berhitung. Beberapa diantaranya diberi kelebihan dengan mudah dalam menghadapi semua mata pelajaran. Akal mereka cemerlang. Bahkan belajar adalah hal yang sangat disukainya. Untuk tipe yang mudah memang orang tua tidak perlu melakukan beberapa effort untuk mengajak atau mengingatkan anak belajar. Tapi untuk anak yang susah, perlu dilakukan upaya lebih agar anak mau mengulang pelajaran. 

Ketika ibu mengetahui tipe anaknya, maka dia tidak akan terlalu menekan anak untuk belajar. Karena hal itu bukan hanya akan membuat anak makin bete, tapi juga membuat anak tidak menyukai aktifitas belajar.

2. Membuat kondisi rumah yang kondusif
Sudah lama saya menerapkan no tivi after maghrib di rumah. Awalnya memang terkesan berat karena sudah terbiasa melotot di depan si kotak kaca itu. Tapi setahap demi setahap saya mulai mengurangi anak-anak untuk duduk di depan tivi. Saya lebih memperbanyak buku atau majalah anak untuk membaca. Ada juga aturan, boleh nonton tivi sabtu- minggu siang hari. malam, tetap sewaktu-waktu saja.

yang perlu digaris bawahi, bahwa aturan itu bukan hanya untuk anak. Tapi juga untuk kedua orang tua. Maka, saya dan suami pun saling mengingatkan agar tidak memencet remote tivi selama itu bukan jam nonton.

Hasilnya, mau hari biasa, mau ada formatif atau UAS sekali pun anak-anak sudah terbiasa dengan belajar. Mereka malah asyik mempersiapkan bahan yang akan diujikan. Bahkan jika mereka punya waktu lebih banyak untuk minta diuji satu sama lain ( misal masalah hapalan Al Quran ) atau dengan saya sendiri.

3. Menjaga Kesehatan Anak
Kesehatan adalah faktor penting dalam kesuksesan. So.., jangan sampai karena terlalu diforsir untuk belajar, malah sakit pas waktunya ujian. Anak-anak biasanya semangat kalau makan baso, jadi saya bikin saja sop baso dengan baso melimpah, kuah kaldu dan sayuran warna-warni. Tak lupa madu sebagai multivitamin dan anti radang alami sudah siap di rumah. Sekali lagi menjaga jauh lebih baik dari mengobati kan ya... :)

4. Membantu dengan doa
Sebaiknya jangan pas ujian saja ya berdoanya hehehe. Secara banyak ibu-ibu yang pasang status doa ketika anak-anak ujian. Sama seperti sholat malam atau sholat dhuha, sebaiknya memang dijadikan sebagai kebiasaan amal shaleh. Gak harus ada momentum kurang duit baru rajin sholat dhuha kan hehehe

Harus disadari faktor spiritual sangat penting dalam pendidikan anak. tentu kita tidak mau kan hanya mendapat anak dengan nilai-nilai akademis memukau tapi beku dalam hal spiritual. Mereka bisa sukses dari segi dunia, meraih pendidikan tertinggi bahkan sampai ke luar negeri, tapi tidak memiliki jiwa tauhid. Alahngkah ruginya..:(

Jadi, sebaiknya jadi lah ibu yang juga menjadi teladan dalam segi spritual. Anak-anak pasti akan lebih mudah mencontoh dan bangga kepada ibu-ibu yang thayyibah ini. yakin deh hehehe!

5. Menerima dengan lapang dada hasil pekerjaan anak
Ini tugas penting dari seorang ibu, menghargai kerja anak. Apalagi jika si anak sudah jungkir balik belajar, tapi ternyata hasilnya kurang memuaskan, tentunya dukungan ibu sangat diperlukan. Anak akan tetap semangat jika si ibu juga bisa memahami. Tapi anak akan jatuh down jika ternyata si ibu malah marah.  

Kondisi akan jauh berbeda, jika si ibu bisa menerima dan justru mencari tahu penyebab kegagalan anak. Bisa jadi karena anak kurang paham atau bingung di pelajaran tertentu. Pastinya ada jalan keluar yang dicari dari pada mencari kesalahan anak kan? 

Ada yang mau menambahi, sila kan lho :) dan ...semoga bermanfaat ya...:)***



Jumat, 04 Desember 2015

Karena Engkau Istimewa, Ukhti ( Catatan Referensi Buku MQ FM )

Sabtu 22 Nov 2015 adalah kesempatan untuk membedah karya ke-3 saya, Surat untuk Muslimah. Dan kali ini kesempatan datang dari MQ Fm. Deg degan tentu saja, mengingat berapa banyak pendengar dan pengikut dari pondok pesantren di kawasan daerah Bandung Utara ini. Dan setelah mendapatkan tata cara dari produser acara, sore itu ditemani my hubby dan dua krucil, meluncurlah kami menembus hujan.


Ketika tahu pemandu acaranya laki-laki atau ikhwan, agak bingung juga sih. Tapi, always podistif thingking dong. Siapa tahu dengan dibedah oleh lawan jenis, buku ini makin manarik. Karena kaum muslimah memang perlu dorongan dan dukungan untuk berkembang dari pasangannya ( lawan jenis ). Ya... itung- itung mengajak para muslim untuk lebih mau mengenal dunia muslimah. Karena tak kenal maka tak sayang kan, atau tak kenal ya tak akan tahu hehehe

Saya pun diberi kesempatan untuk membuat review singkat tentang buku saya. Sebenarnya sudah ada di back cover buku sih, tapi disini saya menekankan betapa muslimah itu sangat istimewa, dimuliakan oleh Allah. Maka, berlakulah juga sepantasnya orang yang dimuliakan. yaitu menghargai seluruh keistimewaan dan kemuliaan yang didapatnya. Dengan cara melakoni setiap peran dan kodratnya dengan penuh syukur pastinya.

Ada beberapa judul bab yang mencuri perhatian, seperti Rusuk memang Bengkok. "Iya, trus kenapa memang rusuk bengkok kan, Ummi? Apa maksudnya sih?" Tanya penyiar. 
Seingat saya, di acara bedah buku di radio sebelumnya ada juga pertanyaan seperti itu. Saya pun mengingat lagi tentang hadist Rasulullah yang mengatakan bahwa perempuan itu seperti rusuk yang bengkok. Hadist shahih yang tidak banyak pertentangan. Bahkan banyak yang menyambungkan sebagai pengingat kaum adam untuk melindungi wanita. Karena berasal dari tulang rusuk yang lebih dekat ke hati, untuk dilindungi. untuk di dekap dan disayangi.

Tak ada yang salah dalam pendapat itu. Saya hanya memberi pandangan dari sudut yang berbeda. Bahwa bentuk bengkok bukanlah sebuah bentuk yang lemah, apalagi dikatakan cacat. Bentuk bengkok atau lengkung biasa di gambarkan dengan bentuk cantik atau feminime. Bentuk yang menonjolkan kelembutan, bukan kelemahan. Karena bentuk lengkung juga sama kuatnya dengan bentuk kaku atau lurus.

Dan itu adalah bentuk kekuatan berbeda yang dimiliki oleh wanita.  Kekuatan yang lahir dari kelembutan. Kekuatan yang diperlukan untuk membimbing, menyayangi, membesarkan anak manusia. Kekuatan yang sangat dibutuhkan untuk melengkapi ketegasan sang ayah. Karena disadari atau tidak , kaum muslimah memegang peran penting dalam melahirkan dan mengawal generasi penerus ( hehehe.. bahasanya serius ya ).

Saya bahkan sering merasa kepedean dengan mengatakan bahwa Allah itu sudah sangat mengistimewakan kami ( kaum muslimah ). Bayangkan di saat dia menjadi anak, maka itu adalah tiket syurga untuk ayahnya. Ketika menjadi istri, dia lah yang bisa menghadirkan syurga di rumahnya. Dan ketika menjadi ibu, maka Allah sematkan syurga di telapak kakinya. Subhanalallah...

Lagi-lagi jangan pede nya saja yang digedein hehehe, tapi pemaknaan dan penyikapan yang paling diperlukan. Satu caranya adalah dengan selalu belajar dan mau menerima nasehat yang mendukung. Ya, saya memang meniatkan buku ini sebagai bentuk tawasau bishabri tawashau bil hak ( menasehati dalam kesabaran , menasehati dalam kebenaran ).  Itu lah yang membuat saya menulis di back cover Surat untuk Muslimah, bukan untuk menggurui atau mengajari. Hanya mengingatkan diri dan muslimah lainnya untuk lebih ridha dengan peran yang disandang.

Alhamdulillah, selalu rasa syukur yang bertambah setiap kali mengingat diri seorang muslimah. Dan semoga syukur itu memacu diri untuk meraih kemuliaan serta keistimewaan yang sudah dijanjikan oleh Allah. Kalian mau juga kan , Ukhti? ***


Selasa, 01 Desember 2015

Ingat lah Ini Saat Malas Belajar!


 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglFkkWJCTBvUW6HnTy48byEv58Ii1giGDmSswKs79yURqXPkuvUO2fi3ShjwSSjdwm7VABy3l6W2mpR2Wr63nw7ZQtE2KnWXMS_l6nBHPMvoGBU_Kuhsk6i31cuMIhzxwAfHqOUfHkcZDS/s1600/index.jpg

Rasulullah menegaskan, sejatinya manusia itu hanya ada dua jenis, yaitu muallim ( pengajar ) dan Mutaallim ( pelajar ). Mereka adalah manusia yang menggunakan pendengaran ( sama' ) dan pengelihatan ( bashar ). Lewat dua indera inilah manusia akan mendapatkan informasi berupa ilmu. 

Bahkan Nabi Saw., menguatkan dalam beberapa hadist tentang keutamaan mencari ilmu ( belajar ). Seperti  ”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr) atau "Carilah ilmu dari buaian hingga liang lahat."

Dalam A Quran, Allah Swt., memberikan penghargaan yang tinggi terhadap orang yang mencari ilmu. 'Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' QS. Al Mujaadalah ( 58 ): 11

Lalu bagaimana dengan orang yang berada di luar muallim dan mutaallim. Menurut keterangan seorang guru, mereka adalah orang-orang yang lebih menggunakan indra penciuman dalam hidupnya. Mereka -kalau diibaratkan- seperti laat hijau. Tentu kalian tahu apa itu lalat hijau kan? Binatang yang biasanya mengundang rasa jijik kalau kehadirannya menempel di makanan. Bahkan terkenal sebagai pembawa bibit penyakit yang bisa menyebabkan keluar masuk toilet karena diare hehehe.

Konon lalat hijau ini memiliki karakteristik memiliki penciuman yang sangat besar. Dari jarak berkilo-kilo meter mereka bisa mengendus bau makanan juga bau busuk. Belum lagi berisiknya, suara mereka sangat menganggu. Dan mereka senang sekali hidup bergerombol. Mengunjungi satu tempat baik itu makanan maupun tempat sambah yang aromanya sangat kuat. 

Mereka adalah orang-orang yang hidup tidak dengan menggunakan pengelihatan dan pendengaran. Mereka lebih mengedepankan hawa nafsu dalam hidupnya. Yang ada dalam pikirannya hanya masalah perut dan perut lagi. Ingat perut disini bukan hanya isinya makanan, tapi hal-hal yang menjadi kesukaan manusia . Lebih tepatnya dunia atau segala sesuatu yang bersifat duniawi.



Apalagi sebagai seorang ibu, saya merasa justru harus selalu menimba ilmu. Bukan agar terlihat pintar. Tapi karena anak-anak yang saya hadapi, yang menjadi amal shaleh saya adalah manusia hidup yang dinamis. Mereka akan hidup untuk dunia dan zaman mereka, Dan saya selaku ibunya yang memberi bekal agar mereka selamat menjalani kehidupan ini. 

Bayangkan kalau saya hanya mengandalkan pengetahuan atau ilmu yang pas- pasa an, pastinya bekal yang saya berikan juga ala kadarnya kan? Makanya saya setuju banget saat seorang teman bilang, ibu yang smart jauh lebih baik dari pada yang tidak smart hehehe ( ya iya lah...). Saya pun memasukkan topik ini dalam buku Surat untuk Muslimah yang dikeluarkan oleh Quanta Elex Media Komputindo. Jika ingin tahu baca saja bukunya ya...:)    

Nah, jadi ketika kita mulai malas belajar, malas menggunakan mata dan telinga kita, coba ingat-ingat lalat hijau. Apakah kita mau disatu kelaskan dengan mereka atau tidak? kalau mau ya sila-kan. Kalau saya sih... enggak mau dong pastinya hehehe***

Sumber gambar:

http://3.bp.blogspot.com/-
foto koleksi pribadi