Rabu, 16 Desember 2015

Be Brave, Kids!

Sore itu saya menyimak pembicaraan si kembar yang baru pulang sekolah. Sambil menikmati susu buatan mereka sendiri, keduanya saling bertanya tentang kegiatan esok hari. Kebetulan, besok adalah kegiatan lomba setelah musim UAS selesai. Banyak lomba yang diadakan pihak sekolah, dari mulai olah raga ( futsal, senam ) baris-berbaris, tebak ayat, cerdas cermat dan ada juga story telling. 


"Kamu ikut lomba apa aja, Ka?" Tanya si bujang pada kembarannya.

"Aku ikut 3 lomba." Ujar Kaka dengan santai.

"Sombong banget, kayak yang mau menang aja." Si bujang sensi. Selidik punya selidik, dia hanya memilih satu lomba yang memang diminatinya, futsal .

"Lho, kenapa? memang kalau lomba harus menang? Yang penting kamu berani mencoba. Aku memang gak jago bahasa Inggris, tapi mau mencoba story telling. Aku juga ikut cerdas cermat, walau kalah gak papa berarti kudu belajar lagi. Trus senam karena memang seneng banget ikutan senam."

Saya melihat apa yang terjadi dan mulai memahami kenyataan yang ada. ( Halah... bahasanya berat banget Bu..hihihi ). Keduanya memang kembar, tidak seperti Upin Ipin, karena satu cewek, satu cowok. Sifat keduanya pun berbeda jauh. Si laki-laki cenderung cuek, ogah moving kalo dah nemu zona nyamannya, dan termasuk anak yang santai ( Ibunya yang suka rudet ngadepin si Aa ). Nah, kembarannya yang biasa kami panggil Kaka, memang cenderung lebih berani. Di TK dia pernah melawan anak cowok yang jadi jagoan di sekolahnya. Padahal gak ada yang berani ribut sama si jagoan kecil itu, dan satu-satunya yang melawan ( cewek lagi hehehe ) ya cuma si Kaka.

Rasulullah sebagai pendidik terbaik manusia juga menekankan aspek keberanian dalam pembentukan sebuah generasi. Bahkan keberanian merupakan karakter yang harus dimiliki seorang muslim ( catet ya ibu-ibu ). Hingga sejarah mencatat seorang Usama bin Zaid bin Haritsah yang ketika usianya belum genap 20 tahun sudah menjabat sebagai panglima perang pilihan. Beberapa sahabat dari golongan Assabiqunal Awwalun juga tercatat sebagai kaum muda yang penuh keberanian. Seperti, Sa'ad bin Abi Waqqash juga Mush'ab bin Umair.

Beberapa buku parenting yang saya baca, menyatakan bahwa untuk memunculkan keberanian perlu dilihat dulu penyebabnya. Karena beda sebab maka beda juga penyelesaiannya :)

1. Motivasi
Ada anak-anak yang tiba-tiba berubah menjadi penakut dan ragu karena menghadapi hal yang baru. Jangan bosan memotivasi anak untuk mengatasi rasa takut atau malu yang ada dalam diri mereka. Tunjukkan dan yakinkan anak bahwa apa yang mereka khawatirkan tidak akan terjadi, tidak perlu menjadi beban.

Beberapa hari yang lalu saya meminta tolong si bujang untuk mengantar buku pesanan pada orang tua murid yang lain. Masih satu sekolah dan si murid yang saya titipi buku  pun berada jauh di bawah tingkatnya. "Jangan Aa lah Bu?" Si bujang langsung menolak.
"Kenapa?"
"Aa gak kenal."
"Ya kenalan dong Aa. Dia anak laki-laki kok sama kayak Aa. Kalau ibu nyuruh Kaka atau Mbak, malah aneh kan?"
"Em... jangan Aa lah..., Aa malu." Akhirnya keluar juga alasan sebenarnya.
Saya pun menjelaskan bahwa malu itu kalau melakukan perbuatan yang salah. "Bukunya sudah ibu bungkus rapi. Ibu juga sudah tulis nama anak dan kelasnya. Pas jam istirahat, coba ke kelasnya dan panggil dia." Saya malah menambahkan anaknya yang pake kaca mata.
Masih ragu si bujang pun akhirnya menerima titipan saya dan seperti biasa saya kembali ingatkan sebelum berangkat sekolah. Saat pulang, "Buku sudah dikasih ke A*n** yang pake kaca mata. " Wajah si bujang pun terlihat senang penuh percaya diri.

2. Latihan dan latihan
Jangankan anak, orang tua saja bisa panas dingin jika disuruh naik panggung. Bagi yang biasa bicara atau tampil di muka umum, itu mah masalah sepele. Tapi jika biasanya dia hanya bisa pidato di depan anak-anaknya, lain cerita hehehe. Setelah memberi semangat, latihan juga sangat diperlukan.

Saya salut sekali saat guru si kembar bercerita bahwa di sekolah, banyak pelajaran yang diberikan dengan cara diskusi. Anak-anak dibagi menjadi beberapa kelompok dan diberi tema sesuai dengan mata pelajarannya. "Anak-anak dilatih berani bicara di depan teman-temannya. Kadang ada anak yang pinter tapi giliran bicara di depan umum jatuh mentalnya. Akhirnya malah dia tidak telihat pintar. Dia terlihat tidak menguasai bahan diskusi. Kalah sama yang berani."

Bu guru juga menyarankan anak-anak untuk didorong ikut lomba-lomba di daerah rumah, termasuk lomba Agustusan, Tahun Baru Islam dan lain-lain. Ini merupakan ajang latihan anak-anak agar lebih berani.
Semalam, Kaka juga berlama-lama menghapal materi story telling. Karena dia latihan di depan kami semua, banyak godaan ( terutama dari si sulung dan kembarannya ) tapi juga koreksi pada pengucapan yang kurang tepat. Ditambah vokabulari yang minim,  saya pun tidak berharap dia menang. Yang penting dia  sudah berani tampil, itu sangat saya syukuri, Alhamdulillah. Sifat berani itu jauh lebih penting, tul gak?

3. Bangun Percaya Dirinya
Nah, khusus untuk Aa, saya pikir bukan karena dia penakut. Tapi dia memiliki rasa percaya diri yang belum sebesar kembarannya. Dia memang cenderung mengalah.  Kata bu gurunya juga tipe yang gak suka cari ribut. Walau sesekali kadang bersitegang dengan temannya, tapi masih dalam hal yang wajar. Dia berani ribut dan berani jail ya sama saudaranya kalau bukan kembarannya ya adik-adiknya. Nah, sedang dengan orang lain dia merasa belum pede.


Anak perlu diyakinkan bahwa dia memiliki kemampuan seperti teman-temannya. Tidak ada yang jelek dalam dirinya. Bahkan dirinya memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki teman-temannya ( seperti pujian gurunya ). Bagi anak-anak yang lebih suka mengalah ( baik pada teman, maupun saudara atau bahkan orang tuanya ), yakinkan anak untuk berkata 'Tidak' terhadap apa yang tidak disukainya. Mengalah itu ada waktunya, tidak setiap waktu dia harus mengalah. Di waktu lain  bahkan saat dia merasa tidak suka, dia harus mempertahankan pendapatnya. Ini agar anak tidak terjerumus pada hal-hal negatif dari teman maupun lingkungan sekitarnya.

4. Kegiatan yang Menantang
Sebagian orang tua mungkin pernah menanyakan manfaat outbond yang sering diadakan sekolah, terutama sekolah swasta atau full day. Bahkan di sekolah anak-anak, outbond dilakukan bukan hanya untuk kelas bawah ( 1-3 tahun ). Untuk anak kelas atas pun, ada program outbond sekali satu semester. Ternyata, kegiatan outbond yang menantang adrenalin efektif untuk mendongkrak jiwa berani anak.


Ini saya rasakan manfaatnya pada si sulung yang memang cenderung penakut. Tapi dengan mengikuti outbond dari sekolahnya perlahan dia jadi berani. Saya bahkan sampai suprise saat dia pulang outbond dan bercerita permainan apa saja yang diikutinya. termasuk flying fox yang memang sangat dihindarinya karena takut ketinggian.

Rasulullah juga menyarankan beberapa jenis olah raga yang bisa membangun mental keberanian anak. Seperti, berkuda, memanah dan berenang. Ketiga jenis olah raga ini selain menuntut kedispilinan, kepercayaan diri, konsentrasi juga keberanian. "Setiap sesuatu yang tidak termasuk mengingat Allah, ia merupakan permainan yang sia-sia kecuali empat hal ; seorang lelaki berjalan di antara dua tujuan (untuk memanah), melatih berkuda, bermesraan dengan keluarga, dan mengajarinya berenang." Hadist Riwayat At-Thabrani

Kuda adalah tunggangan atau sarana transportasi yang sudah lazim di masyarakat Arab waktu itu. Mempelajarinya juga mendukung kehidupan mereka yang terbiasa dengan kondisi alam yang keras. Demikian juga dengan memanah yang dalam konteks saat itu adalah senjata andalan. Memanah banyak memiliki aspek selain membidik dan melepaskan anak panah. Dari mulai perhitungan arah, pembacaan arah angin, konsentrasi , kekuatan dan keteguhan tekad. Lalu bagaimana dengan berenang? Bukankah di Arab susah ditemukan danau yang memang dipakai untuk berenang?
Bisa jadi ini adalah pengajaran dari Nabi, agar umatnya mau keluar dari comfort zone nya. Ya, manusia yang terbiasa hidup di darat, mudah bernafas, diajar untuk melatih dirinya dalam kondisi yang tidak biasa. Di dalam air, dia harus mengatur nafas, mengatasi ketakutannya akan tenggelam dan juga koordinasi gerakan beberapa anggota tubuh lainnya. Intinya, dari ketiga macam olah raga di atas selain keterampilan, faktor keberanian juga sangat menentukan.

5. Contoh dari Orang Tua
Duh pas bab ini, saya agak kesentil. Secara saya ini orangnya penakut hehehe. Suami kadang sering nyindir, "Gak bakalan bisa nyetir mobil kalau masih panikan kayak kamu mah.." Untuk urusan bicara di depan umum sih saya dah biasa karena dari SD pun memang terbiasa jadi dirigen atau pembaca UUD ( wah sekarang masih ada gak ya hehehe ). Ikutan lomba juga oke, karena dah pernah juga ikut cerdas cermat walau gak lolos sampai Kabupaten :(

Makanya, kalau urusan mengajari anak naik sepeda,berenang atau kegiatan luar yang memacu adrenalin saya serahin ke ahlinya, bapaknya anak-anak. Saya bagian yang lain aja deh hehehe. Jadi kita bagi peran saja ya...

Balik lagi ke topik tulisan hehehe, jadi sebaiknya orang tua menunjukkan contoh nyata tentang keberanian. Tidak takut mencoba hal yang baru, berani menyatakan pendapat, tidak negdumel di belakang, apalagi selalu mengalah. Anak-anak yang melihat orang tuanya memiliki sifat tertutup dan lebih suka di zona nyamannya ya akan meniru. Jadi jangan maksa anak untuk berani kalau orang tua juga tidak memiliki sifat berani.

6. Kurangi Kritikan, Perbanyak Pujian
Jadi ingat isi ceramah sambutan kepala sekolah si pengais bungsu kemarin, di masa golden age, satu kritikan dan bentakan akan mematikan jutaan syaraf-syaraf kecerdasannya. Sedang satu pujian akan menumbuhkan jutaan syaraf-syaraf dalam otaknya. Subhanallah..., betapa hebatnya sebuah pujian. Maka, dari pada mengkritik dan menilai anak negatif, lebih baik menggantinya dengan penghargaan. Anak-anak akan timbul keberanian berlipat-lipat saat mereka berhasil melangkah satu langkah dari rasa takutnya. So.., mari kita hitung lebih banyak mana yang kita beri pada anak, pujian atau kritikan?


Ada yang mau menambahkan, silah kan tulis di komen ya... Dan semoga bermanfaat kawan :)



2 komentar:

  1. Duh, praktek mencontohkan sikap sebagai orang tua ituuuu...

    Tapi coba terus ya, Mak. Makasih sharingnya inspiratif.

    BalasHapus
  2. hahaha... berasa banget beratnya Mak, yuk coba terus... jangan kalah sama semangatnya anak-anak :)

    BalasHapus