Senin, 19 Juli 2021

Memory of Hajj part 1- Awal Mula



Bismillahirrahmanirrahim...
Assalamu'alaikum Teman-teman...
Setelah lulus isoman,  ternyata tetap ya butuh waktu untuk pulih seperti sedia kala. Hampir sepekan saya masih merasakan diare. Perut yang begitu manja dan insomnia selama hampir 3 pekan. Rasanya tidur itu cuma 2-3 jam semalam. Bisa dibayangkan esok harinya sepusing apa.  

Alhamdulillah, dukungan dan semangat dari keluarga terus mengalir dan Alhamdulillah memasuki akhir Dzulqa'dah semua kembali terasa normal. Minimal tidur dah bisa 4 jam ( nambah lah dari yang tadinya 2 jam semalam hehehe, tetap harus disyukuri ). 

Beberapa agenda juga sudah harus mulai digulirkan. Yang terdekat adalah moment qurban, dari mulai mengadakan kajian online di komunitas Rumah Muslimah ( RuMus ) Juara  tentang qurban, lanjut bantu relawan untuk mensukseskan program sehatiqu ( Sebar hewan titipan qurban ) Juara. Dan kegiatan Kajian Online Rumah Muslimah ( KORMA ) setelah Idul Adha.

Menjelang akhir Dzulqa'dah, kenangan safar 2 tahun yang lalu kembali muncul. Dan keinginan untuk menuliskan sekilas kenangan itu untuk berbagi dengan teman semua kembali hadir. Dan inilah akhirnha, bertepatan dengan gema takbir di tanggal 10 Dzulhijjah, yuk kembali napak tilas perjalanan menjadi Duyufurrahman  tahun 2019. 

Bermula di 2012
Jujur, saya tidak pernah menyangka bisa berangkat haji. Mungkin karena mikirnya masih gini, 'Ah... haji kan walau rukun islam ke 5 tapi bagi yang mampu.' Seolah- olah kalau tidak mampu ya... ada semacam keringanan untuk tidak berangkat. Kacau banget kan mikirnya. 

Ditambah sedari kecil melihat yang berangkat haji memang dari orang-orang kaya saja. Saat itu belum mendengar dan membaca kisah-kisah keajaiban dari para perindu Baitullah. Merasa tertohok saat membaca tukang gorengan saja bisa naik haji, walau harus nabung puluhan tahun. Belum jadi penggemar sinetron Tukang Bubur Naik Haji yang ngehits pada zamannya hehehe.

Intinya ya belum dapat hidayah kalau namanya Rukun itu ya wajib dipenuhi, walau tidak kebayang bagaimana melakukannya. Masih berpikirnya adalah bagaimana caranya ngumpulin banyak uang untuk bisa disebut mampu atau kaya. Singkatnya, masih memandang bahwa berangkat haji itu karena usaha keras manusia untuk bekerja, nabung dan lain sebagainya. Melupakan Allah yang justru sebagai penentu perintah, pemilik rumah suci . Jujue  hati dan keimanan masih tumpang tindih. Memandang semua  busa karena kemampuan diri semata melupakan bahwa Allah yang memampukan Allah lah yang mengundang hambaNya ke rumahNya. Astaghfirullah...

Pemahaman lainnya adalah yang naik haji itu orang-orang tua. Karena dari kecil, budaya tilik kaji kalau di jawa itu pastinyang didatangi ya orang-orang sepuh. Pas kuliah pun menemukan fenomena yang sama. Seolah-olah kakek nenek saja yang pantas naik haji ( duhh... gini-gini amat ya aku tuh...). Pun dengan bapak ibu yang berangkat sudah ditas 50 tahun. Abah- panggilankl kami kepada beliau - berangkat dalam usia 62 tahun. Karena beliau meninggal kurang lebih 40 hari sepulang dari tanah suci. 

Baru setelah pindah ke komplek dibikin kaget kok tetangga yang masih muda-muda, masih 40 tahun bahkan belum 40 tahun sudah berangkat haji. Dan keyakinan diri terpatahkan saat mendengar tausiyah di sebuah walimatussafar, bahwa ibadah haji itu ibadah fisik, jadi berharaplah bisa berangkat saat usia muda, saat tubuh masik berenergi dan kuat. Ditambah kenyataan saat Abah berangkat dalam kondisi payah, pulih dari stroke dengan jalan kaki satu diseret dan bicara yang tidak jelas ( auto mewek inget ke Abah almarhum.. alfatihah). 

Tapi itupun tidak kemudian jadi ada tekad untuk berangkat haji, minimalnya buka tabungan haji. Kondisi tabungan selalu ludes di akhir bulan. Ibaratkan tidak hutang sampai tanggal gajian sudah sangat bersyukur. Memiliki 5 anak  yang masih salah satunya kembar dan biaya sekolah mereka saja sudah cukup membuat kepala cenat-cenut. 

Tapi sungguh Allah itu Maha Penentu, Maha Baik.  Ternyata pak suami yang berniat dan senantiasa berharap berangkat haji dalam kondisi muda, sehat dan kuat. Uangnya dari mana? Nah, kalau dia mah orangnya positif thingking, husnudzan selalu ke Allah. Yakin ada jalan, pasti ada rezekinya. 

Dan ternyata jalan itu datang dari bapak mertua. Ya, sebegitu mudahnya Allah mendatangkan rezeki bagi hambaNya. Hingga kami bisa mendaftar haji di tanun 2012. Dan kabar baik lainnya datang,  saya dinyatakan hamil si nomer 6 dan harus menunggu sekitar 7 tahun sampai waktu keberangkatan. Allahu Akbar...

Sejak itu, mulailah memperbaiki apa -apa yang ada di diri. Memperbaiki pola pikir, pemahaman, serta keyakinan. Membersihkan dan mulai selektif dalam mencari rezeki dan melangkah. Menambah ilmu dan wawasan tentang ibadah haji sekaligus menambah terus motivasi untuk menjadi tamu Allah..


Doa Abah
Saya dulu heran kenapa setiap orang yang mendatangi calon tamu Allah selalu nitip doa, 'sebut nama saya ya. Panggil saya di depan Ka'bah.' Nah, ketika orang tua mau berangkat pun saya enggak minta didoakan apa-apa. Jangan berpikir saya sombong atau enggak yakin ijabahnya Masjidil Haram maupun Raudhah. Tapi saya bingung mau minta didoakan apa. Kan masih belum yakin bisa berangkat karena kondisi keuangan keluarga yang masih tipis hehehe. 

FYI, Abah dan Mamah berangkat tahun 2008. Anak saya sudah 4 dan yang paling besar baru 5 tahun an. Si kembar 3 tahun dan si nomer 4 masih 1 tahun lebih. Pikiran naik haji jauh banget, asli jauhhh banget. 

Tapi pas pulang haji, Abah bilang sama saya, kalau beliau doain khusus agar dimudahkan berangkat haji. Saya agak terkekeh sebenarnya, merasa geli sekaligus penasaran, apa iya doa Abah akan terkabul? Sementara adik-adik saya didoakan hal yang lain, sesuai kebutuhan. Misal Adik saya yang pertama didoakan cepat dapat momongan, dan si bungsu diminta semoga hidupnya tercukupi semua kebutuhannya.

"Abah yakin kamu bakalan bisa naik haji, suami kamu jadi PNS dan lancar rezeki untuk anak-anak.  Abah sudah doain kamu."

"Nggih Bah, matur nuwun sangat, mugi-mugi diijabah." 

Dan satu-satu doa Abah terbukti, hal ini yang kadang bikin saya suka mencelos dan merasa bersalah sudah pernah 'menertawakan' doa orang tua, astagfirullah hal adzim.

Pesan moralnya sih, jangan anggap remeh doa orang tuamu. Bagi yang orangtuanya masih hidup rajin-rajinlah minya doa pada orang tua. Buatlah mereka ridha pada kita dan doakan mereka juga selalu. Jika sudah tiada, doakan mereka dan jadilah anak shalih. Sehingga amal kita bisa jadi pahala yang mengalir ke mereka karena mereka sudah mendidik, mengasuh, merawat kita dari kecil.

Wallahu a'lam.bishowab...

Next part adalah mulainya manasik haji dan tahun keberangkatan yaa...