Sabtu, 23 Juli 2016

Bekal Terbaik untuk Ananda

Membaca kata pewaris, mau tidak mau pikiran kita nyambung ke arah warisan. Biasanya sih warisan identik dengan harta benda. Bisa berupa perhiasan, rumah, tanah, sawah, mobil mewah hasil import atau tabungan dengan jumlah nol yang bikin mata bolak-balik saat menghitungnya ( lama-lama juling lho hehehe ). Ada juga yang sengaja menyiapkan perusahaan saat anak masih dalam kandungan. Dikembangkan hingga maju dengan sepenuh hati. Harapannya, agar anak cucu menikmati jerih payah orang tua.

Ada juga yang terbayang nama dan kedudukan saat mendengar warisan. Seorang pekerja menjaga kinerjanya dengan harapan bisa mewariskan nama yang baik. Hingga kelak, saat sang anak mendaftar di kantor yang sama, langsung diterima karena citra ayahnya. Demikian juga dengan kedudukan yang harusnya dipergilirkan, dipaksa diwariskan karena selama ini dinilai menguntungkan.

Pendidikan dong warisan terbaik, ada yang berpendapat seperti itu. Sehingga banyak orang tua yang rela merokoh kocek dalam-dalam untuk menyekolahkan anak. Kalau perlu ke luar negeri dimana dunia pendidikam tidak carut marut seperti di negeri ini. Harapanny adalah anak keturunan akan hidup lebih baik dengan pendidikan tinggi dan berkelas yang sudah dienyamnya.

Skill kemampuan juga jangan ditinggalkan. Rasanya sudah tenang melepas anak-anak saat mereka sudah memiliki keahlian. "Minimalnya mereka bisa bekerja atau berwirausaha lah, "komen seorang ibu.

Kalau dirunut dari atas ke bawah, maka bisa disimpulkan bahwa warisan yang diberikan untuk menunjang kehidupan anak. Orang tua tidak mau mati cemas membayangkan anak-anak hidup susah, kekurangan dan tidak lebih baik dari kehidupan mereka. Apalagi ada dalil yang melarang meninggalkan keturunan yang lemah. Seperti yang tercatat dalam QS . Annisa : 9

"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka...."

Lalu, apa bekal apa yang sebaiknya diberikan pada anak dari orang tya. Coba kita simak kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang hanya mewariskan 19 dirham untuk 11 anaknya. 19 dirham itu masih harus dipotong 9 dirham untuk kain kafan dan tanah makam. Sisa 10 dirha, yang dibagi 11 anak, bayangkan 1 anak tidak mendapat penuh 1 dirham. Padahal beliau seorang Khalifah yang sangat rajin bersedekah.

Ketika ditanya apa tidak takut dengan nasib anak-anaknta, maka cucu Umar bin Khattab r.a., ini berkata, "Aku tinggalkan mereka dua hal, jalan taqwa dan sunnah. Jika mereka menjadi orang-orang yang shalih, maka Allah akan mengurus mereka. Jika tidak, aku tidak mau mereka menggunakan harta yang aku tinggalkan untuk mendurhakai Allah."

Duhai, disaat banyak orang tua yang menunpuk harta untuk anak-anaknya, beliau memberika  jalan yang akan menjadikan Allah sebagai penjaga, pelindung dan pengurus keturunannya. Dan tahukah sejarah yanf sudah tercatat, anak khalifah setelah beliau yang mendapat warisan 1juta dirham hidup terlunta-lunta sebagai pengemis di pasar. Sedang bagi anak-anak beliau, banyak yanf bersaksi melihat mereka hidup berkecukupan. Bahkan salah satunya ada yang terkenal dermawan dan senang bershadaqah di jalan Allah .

Sudahkah kita menyiapkan bekl sebagai warisan terbaik untuk anak?

Disarikan dari :
Surat untuk Muslimah dan 40 Kisah Pengantar Tidur Islami

Jumat, 22 Juli 2016

Refleksi dan Resolusi

Becermin atau berkaca yang sudah merupakan kebiasaan wanita, pernah saya tulis dalam buku Surat untuk Muslimah by Quanta Elex Media. Saya juga menuliskan bahwa hubungan antara kata mar'ah ( wanita ) dengan kata mir'ah ( cermin ) yang ternyata masih satu rumpun dalam tata bahasa Arab. Artinya bahwa wanita dan cermin memang memiliki hubungan dekat. Sangat dekat bisa jadi ya hehehhe...

Nah, biasanya saat kita becermin atau berkaca pastinya dengan niatan untuk memastikan semua yang ada di wajah kita dalam kondisi baik-baik saja ( karena jarang kan anggota tubuh lain yang dicerminkan hehehhe ). Misal, bedak gak belepotan, lipstik tidak keluar jalur atau memastikan jerawat yang membandel tidak makin parah ;) ( lirik yang lagi jerawatan di sebelah hehehe ).

Jika kemudian yang dicerminkan adalah hal yang bersifat non fisik biasanya digunakana kata refleksi, muhasabah, ihtisab, menghitung, bisa juga evaluasi. Dari refleksi yang dilakukan maka akan terlihat apa yang kurang, apa yang berlebihan, apa yang belum tepat, yang masih miring dan lain sebagainya. Maka akan keluar sebuah tindakan untuk  menambah hal yang kurang. Juga perlakuan untuk mengurangi yang berlebihan.  Ini lah yang disebut resolusi.
http://doadankajianislami.com/wp-content/uploads/2014/09/cermin-diri.jpg
http://doadankajianislami.com/wp-content/uploads/2014/09/cermin-diri.jpg
Dan sebenarnya tak perlu menunggu tahun baru untuk membuat sebuah resolusi. Apalagi bagi seorang mukmin yang meyakini bahwa kematian adalah perkara gaib tapi pasti datangnya. Maka, melakukan reflesi di saat kita masih hidup, masih bisa melakukan perbaikan, itu lah yang lebih pas.
Dan bukan untuk menuju hasil sempurna, karena tidak ada seorang pun yang sempurna. Tapi untuk mencapai kondisi paling dekat dengan ridha Allah. Amal yang kita kerjakan dalam kondisi diri paling mendekati titik ikhlas.

Itu lah yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw., untuk selalu melakukan evaluasi. Atau seperti yang dikatakan oleh Umar bin Khattab r.a., agar tidak menjadri orang-orang yang merugi karena hari ini tidak lebih baik dari kemarin. Maka, perbaikan diri dilakukan tiap hari, tiap saat. Tanpa menunggu moment tertentu.

Jangan abaikan juga pada warning-warning atau sinyal yang sebenarnya kalau kita mau jujur, mudah dirasakan. Seperti, saat kita merasa hidup begitu kering dan gelisah. Hidup terasa tidak bermakna, karena hilang tujuan utama. Atau saat diri merasa pusing karena hanya mengandalkan diri sendiri dalam menjalani hidup. Karena Allah sudah tidak ada dalam ingatan untuk diandalkan sebagai penolong. 
 
Pada saat itu lah lakukan refleksi terhadap jalan hidup yang sudah kita lakoni selama ini. Seorang ustadzah di taklim yang pernah saya ikuti mengingatkan kunci sukses dari sebuah refelsi diri yaitu jujur. Artinya tanpa kejujuran mustahil mendapatkan bayangan yang betul-betul ingin dilihat. Mustahil bisa mendapatkan jawaban yang tepat untuk semua pertanyaan ini, betulkan ini kehidupan yang diinginkan? Apakah kekurangan diri ? Apa kesalahan diri? Apa motivasi terbesar dalam hidup yang dilakoni? Kejujuran diri dalam menjawabnya akan membuahkan sebuah penilain yang bisa membawa pada perubahan. Ya... walau pun bisa jadi seperti menelan pil pahit atau jauh dari kata indah.

Jadi, siap beresolusi? maka lakukan refleksi dulu dengan jujur. Wallohu a'lam

Jumat, 15 Juli 2016

Mudahnya Mendidik Anak


Ramadan kemarin saya berkesempatan bertemu guru saya dalam sebuah taklim. Dan tiba-tiba beliau pun bercerita tentang seminar parenting yang beberapa waktu diikutinya. "Nara sumbernya psikolog lukusan universitas ternama, tapi pas ngasih tips lebih mirip ustadz." Kok bisa?

Begini ceritanya, saat para peserta seminar fokus mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh nara sumber, ada pertanyaan yang langsung membuat mata melek, "bu-ibu mau tahu tips mudah mendidik anak?"

Wuahh...  Kepala-kepala langsung mengangguk. Telinga disiapkan agar tak satu pun kata yang terlewat. " Yakini mendidik anak itu mudah, semudah Allah menghadirkan sang anak dalam rahim ibu-ibu semua."

Setelah mendengar ucapan sang nara sumber, banyak yang terperangah juga tersipu malu. Selama ini, sebagian dari kita banyak yang sibuk cari teori paling mutakhir tentang mendidik anak.  Kalau perlu impor dari peneliian atau pola pendidikan yang diterapkan di negera maju, baik Eropa, Amerika maupun Asia.

Kadang kita merasa mendidik anak adalah pekerjaan diri tanpa campur tangan Allah. Padahal yang Maha Mendidik adalah Allah, seperti dalam Qs Al Alaq : 5. Bagi Allah adalah perkara yang mudah mendidik manusia. Apalahi anak-anak yang disebut Rasulullah masih suci, layaknya kertas putih. Semudah menghadirkannya dalam rahim. BagibAllah adalah perkara yang mudah menyuburkan rahim yang bisa jadi divonis dokter kering atau mustahil untuk dijadikan tempat tumbuh janin.  Bahkan istri nabi Zakaria yang secara usia sudah udzur yang menurut medis  jika hamil bisa mendatangkan banyak masalah, tetap mudah untuk hamil saat Allah menghendaki.

Kadang kita bingung, anak sudah disekolahkan dengan kurikulum Islami terbaik, kalau perlu sampai membuat kurikulum yang menurut diri terbaik.  Dimasukkan ke pesantren atau menghadirkan guru yang paling berkualitas. Tapi hasilnya lebih mirip api jauh dari panggang. Anak-anak tidak tumbuh seperti yang direncanakan. Seringnya mengecewakan dan malah  tumbuh berlawanan arah dengan harapan.

Kadang kita begitu pusing mendidik anak yang jumlahnya tidak lebih dari  jari-jari dalam satu tangan. Kita dibuat pening dengan perilaku anak yang susah diatur. Lebih banyak ngeyel bahkan membangkang. Anak yang kita jaga asupan gizi nya, yang kita lindungi dari penderitaan dan kesulitan, yang dipenuhi dengan kasih sayang malah besar dengan kurang kecakapan dan kemandirian. Banyak yang malah menyusahkan orang tuanya setelah besar. Nasehat yang terlontar tidak pernah diindahkan, hanyaa angin lalu.

Tapi, ada juga sebuah keluarga yang anaknya berlimpah ( hehehe ) tapi begitu kompak. Anak-anak berprestasi bukan dari akademik semata, tapi memiliki pemahaman yang baikndalam agama, juga mandiri. Ada juga yang hafidz beberapa jus Qur'an, hapal tentang sejarah Islam, dan santun.

Lalu apa yang salah dalam pendidikan anak dan pola asuh yang kita terapkan? Bukan pula saya mengajak untuk memiliki anak banyak. Bukan sekali lagi bukan, itu mah kesepakatan suami istri yang akan menjadi orang tua. Tapi...., mungkin karena kita kurang percaya Allah akan memudahkan. Sementara mereka yang memiliki banyak keturunan, karena kecemasan meninggalkan keturunan yabg lemah ( lemah iman sih karena materi mah bisa dicari ), mereka memperkuat gantungan kepada Allah ( isti'anah ). Mereka selalu berharap kemudahan dan pertolongan dari Allah.

Mendengar penuturan ini saya langsung ingat suatu waktu dimana tiba-tiba memiliki 4 orang balita. Si sulung 4 tahun, si kembar 2 tahun dan adiknya yang mendekati 10 bulan. Setiap bangun tidur selalu dihadapkan pada kondisi khawatir dan cemas. Apalagi kondisi keuangan tidak memungkinkan menyewa ART, jadilah pekerjaan rumah tangga banyak yang ditunda.

Ajaibnya saya banyak menemukan kemudahan yang didatangkan Allah, teman yang secara rutin mengirim berbox-box susu untuk kebutuhan si sulung dan si kembar.Warung makan yang dekat dan banyak pilihan ( jadi pekerjaan masak utuk sarapan dan makan siang bisa diganti untuk mengasuh anak heheheh ), anak-anak yang tumbuh dengan baik. Bahkan si kembar tidak mengalami hambatan saat belajar jalan atau pun urusan makan. Secara, saat mengasuh si sulung banyak sekali susahnya hehehehehe

Memang, saya juga sempet merasakan fruatasi, emosi pun kadang meledak-ledak. Tapi dengan taklim dan mendekatkan diri pada Allah, sedikit demi sedikit mulai bisa memahami bahwa semua ini adalah lahan riyadoh yang disiapkan Allah untuk saya dan pasangan menjadi lebih baik, menjadi orang tua yang dewasa. Kalau menyitir dari nasehat seorang Ustadz muda, bahwa seorang muslim bukanlah manusia yang sempurna, tidak pernah gagal. Tapi manusia yang bisa menjadikan kegagalan sebagai langkah untuk menjadi sukses ( melewati ujian hidup lho... ) dan naik tingkat keimananan.

Jadi, jangan dipisahkan antara mendidik anak dengan keimanan. Jangan jauhkan teori pendidikan anak dengan doa serta pengharapan kepada pertolongan Allah. Karena Allah itu mengikuti persangkaan hambanya, maka berbaiksangka lah pada Allah ♡♡♡

Ingin dimudahkan dalam mendidik anak, turn back to Allah, perbaiki keimanan. Yakin Allah akan memudahkan  dan minta pertolongan selalu dari Sang Maha Perkasa. Yang terakhir jangan lupa untuk menolong agama Allah, jika ingin ditolong Allah ( intanshurullah yanshurkum )

Wallohu A'lam bishowab.

Rabu, 13 Juli 2016

Jaga lah Ramadan-mu

Seminggu sudah bulan suci Ramadan berlalu. Satu yang terasa betapa nikmat beribadah di bulan itu. Raga seolah dikuatkan, semangat naik setinggi-tingginya. Demikian juga dengan pengaharapan yang begitu besar sampai berlipat dari 100%. Semua karena kemuliaan Ramadan yang dianggap sebagai tamu agung, bulannya Allah dan lain sebagainya.

Lalu, apakah kenangan indah akan Ramadan semudah itu menguap? Terkadang hiruk pikuk Lebaran, acara mudik, anjang sana-sini, reuni dengan teman-teman melupakan tempaan di Ramadan. Dengan dalih silaturrahmi yang kadang jauh dari mengharap rahmat Allah, malah terlihat tidak ada bekas ibadah di bulan suci. Banyak amalan yang tertinggal hanya karena mengejar mudik dan mempersiapkan pernak pernih Hari Raya. Hemm..., rasanya menyedihkan.

Padahal, Ramadan baru akan datang 11 bulan lagi. Itu pun kalau masih ada umur di badan, yang sungguh tidak ada jaminannya. Maka, jagalah Ramadan-mu. Apa yang sudah ditumbuhkan dan ditanam selama Ramadan, coba untuk dipelihara. Kalau lah keimanan di Ramadan tinggi, maka jangan biarkan di awal syawal sudah drop di dasar paling bawah. Kalau lah tawakkal diri begitu kuat di Ramadan, maka jangan juga langsung melemah di Syawal.

Kalau lah di Ramadan, kita begitu mudah menempatkan diri pada syariat dan aturan Allah, maka di bulan lain meski susah teruslah berupaya di jalan Allah Swt. Pastinya susah, jauh dari bunga-bunga dan puja-puji. Tapi begitu lah jalan yang telah ditentukan Allah, bukan jalan mulus  karena bisa jadi jalan berduri. Dan semoga kakimu telah kuat setelah sebulan dibiasakan untuk tegak berdiri menjalani ketetapan Allah.

Dan Ramadan membuatmu begitu cinta dan mudah jatuh cinta dengan Al Quran, maka cintai lah kalam dan aturan Allah juga di bulan yang lain. Jadikan Al Quran sebagaimana fungsinya diturunkan, sebagai huda dan furqan. Maka bergegaslah memahami dan mengikuti aturan yang terkandung di dalamnya. Maka bermohonlah agar Al Quran masuk ke dalam hati sebagaI hidayah, sebagai pengokoh keimanan. Bukan sebagai penghias diri di hadapan mata-mata fana, bukan pula tameng cukup dan puas diri, naudzubillah...

Jika di Ramadan, akhlak kalian diperbagus, maka tetaplah menjadi pribadi baik di bulan-bulan yang lain. Pribadi yang berlomba untuk beramal shaleh, untuk saling mengingatkan dan berusaha hanya mendapatkan keridhaanNya. Jiwa-jiwa yang jujur, yang tawadhu  dan lebih suka mengejar keridhaan Allah dari pada keridhaan mahkluk yang fana. Bukan jiwa-jiwa yang melahirkan langkah-langkah yang menindas, kasar dan jauh dari empati terhadap sesama.

Dan kala Ramadan mensucikan jiwa mu dari dosa-dosa, maka pergiatlah diri untuk senantiasa mengharap ampunan pada Allah. Bergegaslah untuk selalu mensucikan diri dengan taubat. Perbaiki dan perbaharui diri agar semakin dan semakin baik. Pastikan hatimu juga untuk tetap bersih, hartamu tetap suci dengan menjauhi dari hal-hal yang subhat terlebih dari hal yang haram.

Ramadan mengajarkan diri untuk menahan bukan hanya dari hal-hal yang haram, tapi juga dari hal -hal yang halal. Karena yang halal pun bisa jadi dosa dan jauh dari keberkahan kalau berlebihan dan mempeturutkan hawa nafsu. Itu lah yang diingatkan Rasulullah dalam sabda beliau, "Sungguh shaum itu bisa melindungi dari  bencana di dunia dan perisai dari siksa api neraka. " Maka jangan berlebihan dalam urusan 'perut' di luar Ramadan. Sungguh tidak akan pernah kenyang dan puas.

Bukan hanya amalan pribadi yang bisa dipelihara di 11 bulan ke depan, jaga juga amal-amal akan mendatangkan banyak kesaksian. Kadang kita merasa bangga dengan amal pribadi yang bisa jadi jauh dari sempurna. Yang hanya  mendatangkan kesaksian  dari anggota tubuh yang belum tentu memberi pembelaan. Tapi amal jama’i seperti amar makruf nahi mungkar, berdakwah, mengajar kebenaran, talabul ilmi, zakat, infaq, shadaqah akan mendatangkan kesaksian dari banyak pihak, termasuk dari saudara-saudara seiman dan seislam.

Ajak juga ahli ( keluarga, orang terdekat dalam tanggungan ), untuk memelihara dan terus berada  dalam track yang sudah dibangun selama bulan suci. Mereka lah yang harus kamu jaga, yang akan saling membela di hadapan Ilahi Rabbi. Kelak di satu hari dimana semua orang berkumpul dengan apa yang dibelanya selama hidup di dunia. Jangan... jangan sampai mereka menjadikanmu merugi karena mengajkan tuntutan keberatan di hadapan Sang Maha Adil.


Maka jagalah Ramadanmu sepenuh jati, agar Ramadanmu menjadi Ramadan Sepanjang Masa.***