Lagi-lagi kita dipaksa untuk belajar dari kisah Ibunda Hajar yang dipindahkan ke kota Bakka bersama bayi Ismail. Dan jika kita melihat kualitas kesabaran dan keimanan Ismail remaja ( 13 tahun ), maka sadarlah kita siapa guru terbaik yang sudah mendidiknya. Tanpa menghilangkan peran keayahan yang tetap dilakukan Ibrahim a.s., peran Ibunda Hajar sangat dominan. Beliaulah bukti nyata bahwa seorang ibu adalah penanam keimanan pada anaknya.
Ibu lah yang akan memperkenalkan ketuhanan pada anaknya. Ibu lah yang mengajarkan kasih sayang Allah pada anak. Saat akal anak belum sempurna untuk mencerna tentang bukti-bukti kebesaran Allah, ibu lah yang hadir untuk mengajarkan anak tentang adanya Allah. Seorang ustadzah sampai mengatakan bahwa sosok ibu itu bisa jadi tuhan bayangan bagi anak. Contohnya saat anak diajak shalat dan langsung menggeleng saat ditanya, mau disayang Allah kan? Tapi jika ibu mendatanginya dengan pertanyaan, "Ade mau disayang ibu? yuk kita shalat."
Dalam sebuah talkshow tentang pendidikan anak, panelis mengatakan bahwa kadang kala ibu tidak sadar betapa istimewa sosoknya di hati anak. Ibu-ibu sering membuat si anak patah hati dengan kecaman, senyum kecewa atau amarah yang meledak-ledak. Ibu tidak sadar kalau anak akan sangat sedih dan runtuh seluruh kepercayaan dirinya dengan 'label buruk' bisa jadi tak sengaja terucap. Ibu sering lupa betapa jiwa anak luka karena tingginya harga maaf yang dipatok sang ibu.
Sadarlah Ibu, bahwa selain sebagai harta terbaik anak juga adalah ujian yang didatangkan Allah dalam hidupmu. semata-mata agar kita- kaum ibu- menjadi manusia lebih baik, lebih sabar, pemaaf dan mempu menahan amarah. Bukankah itu jiwa-jiwa pilihan? bukankah itu perilaku baik yang diinginkan setiap jiwa?
Maka, jika kita menginginkan anak yang sebagai investasi dunia akhirat, perbaiki lah diri kita dulu. Karena kunci sukses anak terletak pada ibu. Saat ibu baik maka akan mudah mengajar anak menjadi baik. Seorang ibu yang beriman, yang bertauhid maka akan lebih mudah menularkan tauhidan hingga dipegang oleh anak. Ibu yang memahami quran dan jalan ketaatan pastinya akan lebih tahu cara mengajak anaknya untuk menjadi pengikut di jalan yang sama. Jika Ibu nya shalihah bercita-cita mulia, maka peluang. untuk menghasilkan generasi pewaris jiwa-jiwa mulia pun akan lebih banyak. Bukankah demikian logikanya?
Wallohu a'lam....