Kamis, 27 Agustus 2015

Tips Mengatasi Cadel dan Gagap Pada Anak

Bisa dikatakan, saaya tidak menemui banyak masalah dalam perkembangan anak pertama dan kedua. Si Sulung Adzkiya termasuk anak yang cerdas. Berjalan saat hampir berulang tahun. Banyak bicara alias cerewet. Sedang Zainab adiknya berjalan justru dalam usia sangat belia 9 bulan. Walau agak sedikit pendiam, tapi dia menunjukkan perkembangan bahasa yang normal. Nah, baru pada anak ketiga yang tak lain kembaran Zainab saya menemui kasus cadel. Ya, Ali, kesulitan mengucapkan huruf tertentu. JIka biasanya huruf R, dia malah tidak bisa mengucapkan huruf S. Setiap kali mengucapka kata yang ada huruf S selalu menggunakan huruf Sta, hingga terkesan aneh dan kemayu hehehe.

Anak ke empat saya, Ayesha sangat cerewet. Mungkin karena dia perempuan, makanya dia sangat suka bernyanyi. Dan setiap kali si kembar mendapat lagu baru di sekolah, Ayesha selalu bisa menirunya dengan cepat. Anak ke lima, kebetulan laki-laki juga mengalami cadel. T, D, R adalah huruf-huruf yang belum bisa diucapkan. Ditambah dia juga gak gagap. Setiap kali mau bicara suka terlihat susah dan tegang. Gemes plus kasihan. Khawatir pastinya, bagaimana jika gagap itu berlangsung sampai besar, hiks.

Kalau si bungsu sih, saya tidak terlalu khawatir karena dia lebih cerewet dari kakaknya meski sama-sama cowok. Lagipula dari segi usia, dia baru beranjak dari dua tahun. Cadel bisa jadi suatu yang wajar dalam perkembangan anak bicara. Karena kosa katayang dimilikinya msih sedikit dan perkembangan alat bicara seperti lidah, rongga mulut, gigi belum sempurna.

Tak ada waktu berlama-lama, saya pun bolak-balik mencari informasi seputar gagap dan cadel. Ternyata ada dua penyebab utama dari cadel dan gagap ini, yaitu penyebab secara psikologis dan neurologis.

A. Cadel
Penyebab anak cadel secara psikologis seperti perlakuan orang tua yang menganggap bahwa bahasa anak memang cadel. Mereka malah meniru kecadelan anak saat berkomunikasi dengan anak, akhirnya anak akan merasa bahwa cadel adalah hal yang lucu dan menarik. ada juga anak yang sengaja cadel karena meniru adik yg juga cadel. Ini biasanya untuk menarik perhatian orang tua karena merasa adik yang cadel lebih mendapatkan kasih sayang. anak juga bisa meniru dari orang dewasa atau tontonan di televisi. Ketika orang dewasa yang diidolakannya berbicara cadel untuk terlihat lucu dan menarik, maka anak sering kali menirunya.

Untuk mengurangi bahkan menghilangkan kecadelan karena psikologis ini adalah membiasakan anak-anak berbicara dengan benar. Jika anak masih cadel, orang tua dan lingkungan tetap berbicara dengan pengucapan yang benar. Hingga anak akan terangsang untuk meiru ucapan yang benar.


Sedang penyebab secara neurologis karena adanya gangguan di pusat alat bicara. Jika sampai usia sekolah ( SD ) anak masih cadel dan parah, sebaiknya dibawa ke ahli neurologi untuk mendapatkan terapi.


B. Gagap
Gagap yang disebabkan oleh faktor neurologis sebaiknya cepat dibawa ke ahlinya. Karena bisa jadi ada kaitannya dengan masalah yang lain, seperti kemampuannya untuk berkonsentrasi dan adanya penghambat antara akacara. Sedang gagap karena psikologis biasanya terjadi saat aak merasa tertekan, takut, tegang. Pola asuh dari orang tua yang otoriter dan juga ejekan dari lingkungan sekitar terhadap gagapnya anak akan membuat semakin parah.

Untuk mengurangi gagap secara psikologis, tenangkan anak saat akan bicara. Mintalah dia untuk tarik nafas dan memikirkan kembali apa yang akan disampaikan. Minta anak untuk pelan-pelan bicara. Dukungan dan kesabaran orang tua sangat membantu menghilangkan gagap pada anak.  ajak keluarga dekat untuk memberikan perlakuan yang sama dan rasa aman pada anak. Ajak anak banyak berbicara bisa denga apa yang disukainya misal bernyanyi atau melakukan yel-yel. anak juga perlu bergaul dan berkomunikasi dengan anak-anak seusianya. Hingga mereka akan terbiasa berkomunikasi.





Alhamdulillah, sekarang gagap si pengais bungsu sudah jauh berkurang. Sekarang dia bicara laebih lancar walau masih cadel. Intinya, jangan marah terhadap kekurangan anak. Bisa jadi itu adalah jalan agar kita makin dekat secara kualitas dan kuantitas dengan anak. Lalu ulurkan tangan untuk memberi bantuan pada anak. hindari untuk mengejek atau membentak saat anak cadel atau gagap. karena hanya akan memberikan rasa minder pada anak. Cukup koreksi dan berikan pujian untuk menambah semangat anak. Tak lupa kasih sayang, karena itu adalah obat terbaik dari orang tua untuk anak-anaknya.


Semoga bermanfaat yaaa....****

Minggu, 16 Agustus 2015

Kenali 10 Penyebab Anak Mogok Sekolah


Setiap orang tua pasti inginnya anak-anak mereka lancar-lancar saja ke sekolah. Tidak ada istilah mogok yang bisa membuat orang tua cemas bahkan senewen. Nyatanya, menurut sebuah penelitian 1 dari 5 anak pernah mengalami mogok ke sekolah. Jadi siapa pun bisa mengalami kegiatan mogok ini. Nah, sering kali yang dilakukan orang tua adalah marah, memaksa, ada juga sih yang pakai cara mengancam segala. Hasilnya, anak makin tidak suka dengan sekolah. walaupun mereka akhirnya mau sekolah bisa jadi hanya karena terpaksa dan takut ancaman orang tua.

Nah, dari pada uring-uringan sebaiknya yang dilakukan orang tua adalah menemukan sebab-sebab mogoknya anak ke sekolah. Berikut 10 penyebab anak mogok sekolah :

1. Anak mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan
Siapa pun tidak terkecuali anak akan cenderung menghindari perlakuan tidak menyenangkan dari orang lain. Lingkungan sekolah yang baru bagi anak, sudah memberikan rasa tidak nyaman. Jika ditambah adanya perlakuan yang tidak menyenangkan seperti diejek, dikucilkan, di bully, atau bahkan yang mengarah pada pelecehan, wajar kan kalau anak tidak mau sekolah.

Saya dulu ingat ketika SD setiap akan berangkat sekolah pasti nangis. Bahkan pengasuh saya sempet ikutan masuk kelas hampir beberapa bulan ( ingat Yu Bad almarhumah, hiks ). Kalau diingat-ingat karena saat itu saya tidak punya teman. Dan teman sebangku saya, anaknya galak banget dan hobi mengkritik hihii. Jadilah setiap hari saya jadi bahan kritikannya yang membuat saya hanya bisa menangis.

2. Kehilangan teman dekat
Ini dialami oleh si pengais bungsu yang ogah sekolah karena best friend nya pindah sekolah. Saat pertama datang lagi ke sekolah di awal tahun ajaran baru dia kaget karena teman- teman lamanya tidak ada. Jadilah dua minggu pertama dia malas- malasan ke sekolah. Saya pun memcoba mengerti rasa kehilangan yang dirasakan oleh anak saya. Saya coba mengenalkan dia dengan murid-murid baru dan rupanya ada satu yang klik dan sekarang menjadi teman baiknya lagi.

3. Sakit atau kelelahan
Jarak sekolah yang jauh, atau terlalu banyak kegiatan ekstra kurikuler bisa menyebabkan anak kelelahan dan jatuh sakit. Akibatnya dia pun tidak sesemangat biasanya ke sekolah. Orang tua mesti tanggap juga, jika ternyata si anak sakit, sebaiknya istirahat di rumah. Karena jika anak sakit dan memaksakan untuk sekolah pun tidak akan maksimal dalam proses belajar.

4. Guru yang galak
faktor guru pun bisa mempengaruhi semangat anak ke sekolah. Coba ingat-ingat ketika dulu kita masih sekolah, ada beberapa pelajaran yang ditunggu-tunggu, ada juga pelajaran yang paling malas diikuti. Ada istilah guru killer ( karena biasanya galak dan kerjaannya ngasil peer segunung hehehe ) dan ada juga guru favorit alias kesayangan.

5. Pelajaran yang terlalu sulit
Tidak semua anak memiliki kemampuan dan bakat yang sama pada pelajaran tertentu. Ada anak yang lebih suka pelajaran bahasa, ada juga anak-anak yang lebih memilih perlajaran eksak. Sulitnya pelajaran tertentu bisa menjadi beban buat anak, dan membuatnya enggan untuk sekolah.

6. Bosan
Mogok sekolah juga bisa diakibatkan karena anak merasa bosan dengan kegiatan di sekolah. Bisa jadi karena anak sudah menguasai bahan pelajaran di sekolah. Menurutnya sekolah tidak lagi menarik karena tidak ada tantangan.

7. Usia yang masih terlalu muda
Jaman sekarang banyak orang tua yang memasukkan anak sejak usia sangat belia. Bagi beberapa anak mungkin akan fine-fine saja, tapi bagi beberapa anak bisa jadi akan memerlukan masa adaptasi yang lebih lama. Jadi sebaiknya memasukkan anak pun pada usia yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan anak.

8. Lebih betah di rumah
"Dia lebih nyaman di rumah dari pada sekolah," Ujar salah satu pengajar di RA Ulil Albab saat kami mendiskusikan sebuah kasus anak yang mogok di sekolah. Dan ternyata memang benar, di rumah anak sudah sangat nyaman dengan televisi, gadget dan game kesukaannya. Sementara di sekolah, anak merasa permainan di sekolah tidak ada yang menarik.

9. Ada masalah di rumah
Pertengkaran orang tua, perceraian, ayah atau ibu yang sakit, kematian sangat berpengaruh pada psikis anak. Anak biasanya akan lebih senang berada di rumah karena dia memiliki keinginan untuk melindungi orang yang disayanginya. 

10. Takut kehilangan perhatian orang tua
Biasanya saat kehadiran adik bayi membuat si kakak tidak diperhatikan lagi. Akibatnya, dia merasa harus tetap di rumah agar mendapat perhatian yang sama dengan si adik baru. Dia merasa jika dia pergi ke sekolah maka orang tua khususnya ibu akan melupakannya.

Setelah mengetahui penyebabnya, apa yang harus dilakukan oleh orang tua? berikut yang bisa dilakukan orang tua agar kondisi anak membaik :

1. Jangan Marah
Sebaiknya gunakan energi ibu untuk hal yang lebih positif, seperti mencari penyebab malasnya anak ke sekolah. Ajaklah anak berbicara dengan nyaman dan pelan-pelan. Biarkan anak menjelaskan apa yang dirasakannya. Tunjukkan bahwa orang tua berada di pihak anak, dan tidak akan menyalahkan anak atau pun tidak mempercayai ucapan anak.

2. Bangun komunikasi
sebenarnya masalah apa pun akan jelas dan bisa diselesaikan jika dikomunikasikan. Kadang, anak tidak berani mengatakan apa yang sudah dialaminya karena sudah takut duluan kena marah. Banyak kejadian yang terlambat dalam penanganan karena macetnya komunikasi anak dan orang tua. 

3. Memberikan support yang dibutuhkan anak
Jika ternyata anak dalam kondisi sakit atau kelelahan, berikanlah support agar si anak sehat kembali. Jika karena merasa bosan, ingatkan anak akan kecerian dan senangnya suasana sekolah. Yakinkan pada anak bahwa orang tua terutama ibu selalu ada dan akan selalu meyayanginya. Sehingga semua kekhawatirana nak akan hilang.

4. Mempersiapkan anak pada kejadian yang tidak menyenangkan
Saya pernah mendapat laporan dari guru si kembar, bahwa Zainab ( kembarannya Ali ) sempat berantem dengan seorang anak yang terkenal usil. Hari itu kerudung Zainab di tarik dan tiba-tiba saja gadis kecil saya meradang dan balik melawan pada si usil. Hasilnya, sejak hari itu si usil tidak berani menganggunya lagi.
Saya pun jadi ingat perbincangan dengan Zainab beberapa hari yang lalu, "Kalau teman yang suka ganggu, apa aku boleh melawan?"
"Siapa yang duluan menganggu?" Saya balik bertanya.
"Dia lah, teman-teman yang lain juga tidak suka." Ujar Zainab."Kemarin dia bikin Tasya nangis, kemarinnya lagi berantem sama Rio."
"Boleh..., selama kita benar jangan takut."

5. Bantuan guru ( sekolah ) dan juga ahli terapi
Jangan sungkan untuk berkonsultasi dengan pihak sekolah. Bicarakan dengan pihak sekolah dan juga guru tentang kondiri anak. Semangat dan ajakan dari guru biasanya akan lebih paten buat anak-anak :) Jangan hanya saat terima rapot saja orang tua bertemu dengan anak. Terlebih jika ternyata anak butuh penanganan lebih lanjut seperti terapi, jangan malu juga untuk berkonsultasi dengan dokter atau para ahli ( psikolog ). ***

Disarikan dari beberapa sumber






Senin, 10 Agustus 2015

Antara Orang Tua dan Doraemon


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAsI0hbllG8I6UuNhapl33jKvAVS46d5bCpJjuhrAy9yqs6_VZdn521ypzlU2T40qPO1-NgGCLiZRqNFnSNcAd_sgRwcv34TbD5oWXqlpusAywO5cq8X4SVLonQclnecfyYH6ZPXNcXyt2/s1600/autosurf_lo2_10.gif
Tiba-tiba Hp saya berbunyi, pertanda ada pesan yang masuk. Dan ternyata kiriman pesan dari Ibu Guru si pengais bungsu. Bagi saya yang suka membaca, apalagi tulisan tentang parenting, itu adalah hal yang membahagiakan. Maka, sesuai pesan dari Ibu Guru, saya pun meng-share tulisan itu ke grup Bunda Paud yang saya ikuti. Mungkin karena tulisannya sangaaaat panjang, tidak per point, jadilah postingan di grup itu malah tidak dibaca oleh ibu-ibu. Yah..., mungkin mata mereka lelah hehehe.

Tulisan itu sebenarnya, tulisan seorang tokoh yang cukup populer. Temanya, adalah tentang orang tua yang terbiasa atau terlalu cepat membantu anak-anak mereka. Hingga, generasi muda Indonesia umumnya, adalah generasi yang lembek. cenderung tidak mandiri, dan tidak bisa susah. " Saya pernah meminta mahasiswa saya untuk coba kuliah atau pergi ke negara lain benar-benar asing buat mereka. Maksudnya sih, biar para mahasiswa muda ini berani menghadapi tantangan baru dan mengerahkan daya upaya untuk bisa survive. Nyatanya, jauh hari orang tua mahasiswa ini sudah menitipkan anak mereka ke kerabat atau kenalan yang tinggal di negera lain itu. Atau mereka mau merogoh kocek untuk menyewa travel perjalanan dan uang saku yang cukup. betul-betul memanjakan anak." itu inti tulisan yang saya kutip dengan bahasa saya sendiri ya...

Yup..., memang orang tua jaman sekarang tidak tega kalau melihat anak-anak mereka susah. Agar anak bisa mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik, bahkan selalu menduduki ranking tiga besar, mereka tidak sungkan-sungkan menggelontorkan sejumlah rupiah untuk biaya bimbel, atau les ini itu. Saat anak mengikuti sebuah perlombaan, atau bahkan ulangan umum, orang tuanya yang stres. Saat anak pergi kemping, orang tuanya membekali banyak uang saku berlimpah, padahal anak-anak mereka kamping di hutan yang jauh dari toko :). Agar anak anteng tidak merengek keluar rumah, orang tua menyediakan tab dan aneka game yang membuat anak diam asyik. Setiap ditanya para orang tua ini berdalih, "Semua kami lakukan karena sayang, bukan untuk memanjakan anak."

Ada kesamaan orang tua seperti ini dengan Doraemon. Tokoh robot kucing yang selalu menolong Nobita. Bahkan mewujudkan hampir semua keinginan Nobita yang bisa jadi diluar kewajaran hehehe ( ajaib malahan ya...). Di awal cerita, sebenarnya Doraemin dikirim oleh keturunan Nobita yang hidup di masa depan. Tujuannya, agar Nobita tumbuh menjadi anak yang pintar, kuat, bersemangat hingga  bisa membuat anak cucunya bangga ( ini anak cucunya repot bangetnya mikirin sang kakek hehehe). Rupanya, alat-alat yang dimiliki Doraemon justru membuat Nobita menjadi anak yang malas, cengeng, manja dan tidak sabaran. Itu lah yang membuat film kartun ini menarik, karena diangkat dari cerita sehari-hari plus imajinasi tapi tetap dengan pesan moral yang kuat. Kalau mau pintar ya belajar, kalau mau sukses ya berusaha dulu... enggak ada cara instan.

Memenuhi semua keinginan anak termasuk cepat memberi pertolongan pada anak bukanlah cara yang tepat menujukkan rasa sayang. Karena bisa jadi saat anak mengalami kesulitan, itu lah waktu dimana dia harus mempelajari sesuatu. Saat anak mendapat peer yang susah, itu adalah waktu agar anak belajar dan mau membaca pelajaran yang diberikan sebelumnya. Atau kalau pun dia harus mencari sumber referensi, biarkan dia bertanya dan menemukannya sendiri. Atau saat anak mendapat prakarya, ibu-ibu tidak perlu buru-buru memberikan pertolongan. Karena bisa itu adalah saat untuk melihat minat dan bakat anak. Juga kesempatan agar anak berekspresi dengan imajinasinya.


Nah, agar tidak menjadi orang tua yang seperti Doraemon, ada baiknya orang tua melakukan beberapa langkah berikut:

1. Jangan Terlalu Cepat Memberi Pertolongan pada Anak
Menurut Carol Dweck, psikolog dari Stanford University bahwa hadiah terpenting dan terindah dari orang tua pada anak-anak adalah tantangan.  Sungguh, pendapat yang bikin saya merenung. bisa jadi saat anak mengalami kesulitan, ada hal yang tidak kita sadari, bahwa pada saat itu Allah sedang mengajari dia untuk menggunakan akalnya. Hingga dia bisa menemukan pintu-pintu penyelesaian yang kadang tidak ditemukan di buku catatan mana pun. 
Saat kuliah, pernah saya mendapatkan nilai A untuk ujian di mata kuliah gempa. Pak dosen waktu itu sangat suprise dengan cara saya mengerjakan soal ( hehehe, aslinya saya gak tahu teori dan rumus mana yang harus saya pakai).  Dan mungkin karena beliau sudah pernah kuliah di luar negeri, dimana ide itu sangat dihargai, maka meski hitungan saya tidak melalui rumus yang tepat tapi dari sistem kurva pencerminan ala saya ( duh... sampai kaget seisi kelas waktu itu dan ekspresi mereka seperti ngomong gini, "asli gak terimaaaaa!") beliau tetap memberi penghargaan pada saya.

2. Percaya pada Kemampuan Anak
"Bu, bekal makan siang Teteh gak kebawa ya?" Suara sulung saya terdengar dari seberang.
"Iya, tadi Adik yang bawa masuk lagi. Katanya tertinggal di kursi teras. Kenapa teteh lupa ya?"
"Iya, kayaknya tadi pas jemputan datang teteh langsung lari dan lupa bawa bekel padahal ditaruh di deket teteh duduk."
"Lalu sekarang bagaimana?" Saya menunggu keputusan si sulung.
"Gak papa deh, buat Adik saja. Nanti Teteh bisa makan barenga sama teman di sini." Klik, sambungan pun terputus. Pulang sekolah saya membayangkan wajah putri pertama saya cemberut karena kelaparan, nyatanya dia tersenyum ceria dan bercerita kalau tadi teman-temannya berbagi nasi dan lauk dengannya. "Tapi tetep bekal buatan Ibu yang paling enak, besok-besok Teteh gak akan teledor lagi sampai ketinggalan bekal makan siang.

Sebagian orang bisa jadi berpikir saya adalah ratu tega hehehe. Tapi saya memang membiasakan anak-anak untuk mengambil keputusan. Menurut Irawati Istadi, banyak orang tua yang masih belum percaya pada kemampuan anak mereka. Mereka belum rela melepas anak-anak untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Padahal Allah Swt., sudah memberikan akal dan kemampuan. Justru masalah itu adalah latihan agar kemampuan mereka makin terasah.

hasil prakarya Teteh Adzkiya dari baju bekas-dok.pribadi
 3. Menghargai Anak
Satu lagi yang sering kali orang tua belum rela melakukan, menghargai usaha anak. Bisa jadi karena perkembangan usia anak yang belum dewasa, cara mereka menyelesaikan masalah pun jauh dari kata bagus apalagi sempurna. Sering kali orang tua merasa kecewa saat anak hanya dapat nilai biasa-biasa saja setelah anak bersusah payah menyelesaikan peernya. Padahal nilai berupa angka bukan hasil akhir yang ingin dicapai, tapi pengalaman anak dalam menyelesaikan masalah adalah harta berharga bagi anak.  Mestinya orang tua memberi pujian dan penghargaan pada anaknya yang sudah mau mengerjakan peer sendiri, walau masih ada yang salah. Dan menahan diri dari mengulurkan bantuan atau malah mengambil buku peer anak langsung demi mendapatkan nilai sempurna.***


Di ambil dari beberapa sumber dan buku Mendidik Anak dengan Cinta by Irawati Istadi.
Sumber gambar Doraemon : 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAsI0hbllG8I6UuNhapl33jKvAVS46d5bCpJjuhrAy9yqs6_VZdn521ypzlU2T40qPO1-NgGCLiZRqNFnSNcAd_sgRwcv34TbD5oWXqlpusAywO5cq8X4SVLonQclnecfyYH6ZPXNcXyt2/s1600/autosurf_lo2_10.gif





 

Rabu, 05 Agustus 2015

Review Surat Untuk Muslimah, This Book for You, Sista...!

Sebenarnya sampai saat ini saya sendiri belum pegang bukti terbit dari buku ini. Buku yang memang saya tulis khususon untuk ukhti muslimah semua ini, sebenarnya naskah yang pertama kali saya tulis ketika saya ingin sekali jadi penulis. Dengan semangat yang menggebu-gebu, saya menulis apa saja yang saya pikirkan. Tidak peduli EYD acak-acakan, atau kata-kata yang tumpang tindih. Intinya, saat itu saya hanya ingin menulis apa yang ada dalam benak saya. Tentang muslimah, tentang peran penting yang diembannya sebagai pribadi, sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya.


Saat saya tunjukkan naskah ini pada seorang kawan penulis, komentarnya sungguh membangkitkan semangat saya. "Bagus..., coba ajukan ke penerbit." Di sini saya mulai bingung dan sedih, karena ternyata menembus penerbit besar bukanlah persoalan mudah untuk pemula macam saya. Penolakan pun berkali-kali saya terima. Alhasil saya simpan naskah itu dalam laptop. Suami saya mengusulkan untuk menerbitkan secara indie, tapi lagi-lagi saya merasa kurang sreg. "Mungkin harus menunggu hingga ketemu jodoh penerbit," ujar saya menghibur diri hehehe.

Saat saya tunjukkan tulisan saya pada seorang teman yang kebetan seorang dosen, dia berujar, "Idenya bagus, cuma banyak kata-kata yang akhirnya gak nyambung sana-sini." Saya nyengir setengah gak terima. Tapi sudahlah bisa jadi memang seperti itu. Seorang teman wartawan saya memberi komentar singkat, "Ide bagus, eksekusi kurang banget." Pedas abis...hehehe.

Saya pun mendiamkan naskah itu, tanpa mau membaca ulang. Saya sibuk menulis buku anak dan mengikuti beberapa antologi. Saya juga mulai suka mengirim naskah ke beberapa media. Ada yang dimuat, walau banyak juga yang gak ada kabar berita hahaha. Sampai suatu ketika di manajemen Indscript saya memberanikan diri mengusulkan tema naskah ini lagi. Dan yup..., penerbit sekelas Elex Media ternyata tertarik. Saya pun langsung membuka file naskah lagi dan tertawa terbahak-bahak saat membaca ulang tulisan yang saya tulis. Pantas kalau dulu semua kritik itu saya dapatkan, memang tulisan saya kacau sekali saudara-saudara!

Maka, saya pun mengedit atau lebih tepatnya membongkar ulang naskah itu. Dengan ide yang sama tapi tampilan yang berbeda. Bahasa yang lebih tenang ( tidak terkesan sok pintar hehehe semoga ya), dan mengambil dari kejadian kecil tapi memiliki makna besar. Hingga lahirlah tulisan seperti, Mirror Mirror On The Wall ( hehehe, kesannya kayak ibu tiri Snow White kan ya ), tulisan yang mengupas kebiasaan wanita dengan cermin. Bukankah itu kebiasaan yang sangat lumrah dilakukan kaum hawa? atau juga tulisan tentang jilbab yang melahirkan puisi, Karena Jilbab Lebih dari Selembar Kain.. ( memang di buku ini saya juga sisipkan beberapa puisi ehem...ehem...)

Saya juga menulis tentang nasehat pernikahan, karena dulu pun waktu pengantin baru saya mendapatkan nasehat yang sangat berharga. Juga walimah yang sederhana tapi penuh berkah. Ada juga sedikit tulisan tentang Borte dalam judul Arti Kesetiaan. Hemm..., itu beberapa judul yang berada di bab 2, tentang wanita dalam dunia pernikahan, sebagai istri yang bisa menjadi perhiasan terbaik.

Nah, bagi yang penasaran tentang dunia ibu saya kasih bocoran sedikit tentang Ibu Pilihan, tulisan tentang Mrs. Spider ( duh... suka banget nonton film kartun ini ) dalam kisah Memelihara Kupu-Kupu, serta Kemana Larinya Cinta Ibu. Dan masih banyak lagi tulisan yang semoga bisa menggugah sedikit pemahaman muslimah akan jati dirinya.

Yang menarik adalah di bagian ucapan terima kasih, saat melihatnya lagi di draft naskah mata saya sempat terasa panas. Ada nama seorang kawan yang Februari kemarin (2015 ) berpulang ke  rahmatullah. Saya masih menulis dengan kata-kata rindu dan harapan agar dia pulih kembali. Kawan yang selalu membaca keluh kesah saya dalam mendidik anak. Kawan yang bisa saya jadikan rujukan dalam mendidik anak, dan kawan yang menjadi tempat saya belajar tentang qanaah dan bersyukur.

So..., minat membacanya, pesan ya... :), makasih... makasih... Syukran katsiro...:)***




Episode Terakhir Tenno no Ryouriban ( Emperor's Cook ) yang sangat Menyentuh

lagi-lagi drama Jepang satu ini sukses membuat saya terpaku selama satu jam lebih sedikit. Menikmati episode akhir dari kisah Akiyama Takuzo yang dengan apik diperankan oleh Takeru Satoh. Awalnya saya pikir, drama ini akan selesai pada episode 9 atau 10, saat dia diangkat menjadi chef yang melayani Kaisar. Nyatanya, kisah ini berakhir pada episode 12, bahkan sampai orang-orang terdekatnya meninggal ( ayah dan istrinya) dan Jepang mengalami masa-masa kekalahan perang dunia ke-2.

Yang paling menyentuh tentu saja pesan bahwa mengejar mimpi tidak bisa dilakukan sendirian. Butuh banyak dukungan dan pertolongan dari orang-orang terdekat seperti keluarga. Ya, Takuzo memang mendapatkan banyak support, terutama dari kakak tertuanya yang bernama Shutaro. Takuzo muda yang terkenal angin-anginan sempat merasa tidak tahu apa yang dikejarnya dalam hidup ini. Sampai suatu ketika dia melihat seorang chef memasak dan merasa sangat tertarik.  Saat itu hanya Toshiko- sang istri- yang mau mendengarkan cerita Takuzo masakan pertama yang dicobanya. Bahkan untuk mendukung perjalanan Takuzo, Toshiko sampai memutuskan untuk tidak menjadi beban suaminya. Dia memilih bercerai dan menjadi istri ke-2 dari laki-laki tua.

Lalu tempat Toshiko digantikan oleh kakaknya Shutaro. Karena penyakit TBC, Shutaro gagal meraih cita-citanya sebagai ahli hukum. Hebatnya, saat dia sedang terpuruk karena harus kembali ke desanya, dia malah menemukan keinginan baru dalam hidupnya. Dia ingin hidupnya yang lemah, tetap berguna untuk orang lain. Maka, dia mendukung keberangkatan adiknya ke Perancis untuk menjadi chef. Bahkan dia tetap berusaha hidup hanya untuk melihat sang adik menjadi chef nomor satu di Jepang. Yaitu dengan menjadi chef di kekaisaran. Selain itu ada ayah, ibu dan gurunya ( Usami San) dengan peran yang sangat penting terutama dalam memberi kepercayaan diri dan memahami ketulusan.

Lalu ketulusan hati ditunjukkan oleh Takuzo dengan belajar sungguh-sungguh. Kembali ke Jepang dengan pengalaman sebagai chef di Riz Hotel. Bahkan saat kedua orang yang mendukungnya sudah meninggal, Takuzo tetap hidup dan mengingat semua semangat yang diberikan orang-orang terdekatnya. Bahkan saat dia dalam kondisi tertekan sekali pun. Dia selalu mengingatkan bahwa banyak orang yang percaya pada mimpi-mimpi kita, lalu kenapa kita menyerah dan tidak melakukan yang terbaik?

Tenno no Ryoriban Poster
http://myasiantv.com/drama/tenno-no-ryoriban/
Dan drama ini di tutup dengan adegan dimana Takuzo tua dipanggil oleh sang kaisar. Di hari itu lah Takuzo berhenti menjadi chef kekaisaran. Dia merasa lega karena selama ini tidak pernah mengkhianati harapan dari orang-orang yang sudah mendukung cita-citanya. Karena dia tidak pernah menyerah dan berputus asa. Hemm... dalem banget memang.

Yah... walaupun itu cuma drama yang diangkat dari novel The Emperor's Cook karya Hisahide Sugimori ( pemenang Naoki Award) tentang perjalanan based on true story dari master chef di kementrian urusan rumah tangga kekaisaran Jepang di era Taiso dan Showa, tetap saja menunjukkan sebuah sentilan halus bagi saya. Mereka yang mengejar cita-cita dunia saja begitu bekerja keras, lha kita yang mengejar cita-cita untuk kehidupan abadi, sering kali beramal minimalis, uhuk... uhuk...***



https://38.media.tumblr.com/896efbfb6bf142906f3b39f856db5680/tumblr_inline_nrukduJgAV1s1su6i_500.gif
   https://38.media.tumblr.com/896efbfb6bf142906f3b39f856db5680/tumblr_inline_nrukduJgAV1s1su6i_500.gif