Minggu, 13 Desember 2020

Inspirasi Hari Ibu

Beberapa waktu lalu, setelah melihat sebuah iklan di televisi, dua bocah kecilku mulai membuat rencana. "Bang, ayo kita bikin kue atau pudding untuk hadiah pas Hari Ibu." usul si nomer 5.

"Ah, ya... seru kayaknya. Ayo." sambut saudaranya gembira. Lalu keduanya sibuk mereka-reka rencana yang tentu saja saat terdengar justru geli yang terasa.

"Ibu, apa kalau hari ibu kita harus kasih hadiah?" Bungsuku tampak penasaran.

"Tidak, sama seperti ulang tahun, kita juga tak diharuskan memberi hadiah atau kado."

"Trus kalo ada Hari Ibu, apa ada Hari Ayah, Hari Anak?" Kakak si bungsu ikutan berdiskusi.

Saya mengangguk. "Ada, hari ayah kalo tidak salah 12 November dan hari anak 23 Juli. Semua ada sejarahnya. Ada asal usulnya."

"Lalu apa sejarah Hari Ibu?" 

Saya terangkan sekilas tentang sejarah hari ibu dengan bekal setipis ingatan pelajaran sejarah. Intinya tentang pendidikan bagi kaum ibu. Terlepas dari kontek peringatannya di zaman now yang berubah menjadi hari mengenang kasih ibu. Ahh... rasanya sebagai seorang ibu saya juga senang kalau dalam satu tahun ada istilah cuti sesaat dari aktifitas domestik. Walau pada kenyataannya itu nonsens.

Berkaitan dengan pendidikan bagi kaum ibu, saya tercenung dengan pendapat seorang pujangga asal Kairo Mesir :

Sebagai sosok pertama yang akan ditanya  pertama kali oleh anaknya  dalam konteks apapun, seorang ibu memang dituntut memiliki keluasan wawasan dan ilmu. Di zaman ini di mana internet sudah masuk ke dalam rumah-rumah mestinya bisa menjadi jalan belajar lebih mudah bagi kaum ibu. Terlebih di musim BDR seperti ini, dimana peran guru diserahkan di pundak-pundak pada ibu. 

Saya yakin sekali, pendidikan itu tidak mesti di dapat di bangku sekolah atau kuliah. Seringnya pendidikan yang tinggi dengan gelar berderet-deret tidak menjamin seorang bisa menjadi pengajar apalagi pendidik. Yang marak sih, pendidikan tinggi malah melahirkan tuntutan untuk bekerja sebagai bukti ijazah yang sudah didapat.  Malah jadi pertanyaan saat anaknya lulus S1 atay S2 kerjanya ngurus anak saja, katanya sayang kuliah mahal...

Pendidikan bisa didapat dari taklim, belajar langsung dari ibu- bagaimana melaksanakan peran istri dan ibu- melalui sharing bahkan obrolan ringan antara ibu dengan anak. Seorang teman safar saya pernah mengungkapkan pendapatnya tentang suksesnya seorang ibu mendidik anak perempuannya adalah saat si anak menyadari dan melaksanakan tugasnya sebagai istri dan ibu yang baik. 

Saat mendengarnya saya terkekeh pelan, mengingat tahun-tahun pertama dalam rumah tangga. Seandainya tidak ingat menikah adalah ibadah, pastinya ego yang akan dimunculkan. Jika tidak ingat bahwa berumah tangga adalah atas nama Allah pasti akan main-main atau minimalnya tidak akan serius. Jika tidak mengingat ada pahala ada syurga, tidak pernah bersungguh-sungguh dalam memperbaiki diri.

Pendidikan seorang menjadi ibu bukan sekedar pada pekerjaan domestik seorang wanita saja. Mencuci bisa saja diserahkan ke loundry atau mesin cuci. Memasak bisa juga diganti oleh makanan warteg, warung padang dan warung-warung lainnya. Tapi lebih ke arah visi misi hidup itu sendiri. Bukankah berumah tangga adalah cara untuk membuat sebuah generasi yang berarti menjaga keberlangsungan kehidupan itu sendiri?

Mendidik seorang ibu dimulai dari mengenal diri di hadapan Sang Khaliq dan tugas-tugasnya berkaitan dengan makhluk. Agar ketika dituntut hormat pada suami, dia merasa Allah-lah yang menyuruhnya. Pun saat dia diminta taat, itu oun dalam rangka taat pada Allah. Sehingga saat mendidik anak pun yang pertama dikenalkan adalah Allah sebagai pemilik dan penguasa hidup. Sehingga saat merasa lelah menjalani proses mendidik anak yang panjangnya melebihi ular naga ( hahaha ya iya kalii ) akan bisa kembali meminta pertolongan dan bersandar pada-Nya.

Ahh... anggaplah saya terlalu serius, atau mungkin tidak suka something sweets seperti menunjukkan kasih sayang. Atau tipe kaku dan konservatif yang bau tanah. Karena  menjelang hari ibu saya terlalu serius memikirkan apa saya sudah menyiapkan anak -anak gadis saya menjadi ibu dari generasi yang bisa jadi lebih milenial dari yang sekarang. Ah... kalau terlalu berat senyumin saja, tidak perlu panggil Dylan untuk ikut menanggungnya 😅😅😅.




Senin, 07 Desember 2020

Gadget dan Generasi Milenial


Ahad kemarin, 6 Desember 2020 webinar parenting yanh direncanakan kawan-kawan di Rumah Muslimah Juara Alhamdulillah sukses terlaksana. Hujan dari semalam seolah menjadi uji keberanian dan juga ketawakalan kepada panitia dan petugas yang tetap offline. Artinya tetap datang ke tempat diadakan syuting untuk kegiatan webinar. 

Mendekati waktu acara, dag dig dug pastinya. MC belum juga datang. Mungkin masih terjebak hujan yang masih setia turun dari subuh. Begitupun dengan tim IT yang harus bermotor ke on the spot. Baiklah, keep possitive thinking. Misuh-misuh gak ada manfaat, bikin senewen sih iya. Saatnya meyakini ini qudrat iradat Allah yang harus diterima dengan lapang dada.

Lanjut ya..

Di menit- menit terakhir petugas semua datang, Alhamdulillah. Tenang walau persiapan masih belum 90%. Gak papa..., MC diminta cuap -cuap dulu setelah tarik nafas hehehe. Dan Bismillah, jam sembilan lebuh acara dimulai. Dan semua dilancarkan walau jauh dari kata perfect. Aih... siapalah kita yang hanya makhluk lemah. Sempurna itu milik Allah lah...

Saya memang berniat tidak berpanjang lebar memberi sambutan di acara tersebut. Hanya mengingatkan bahwa kunci penting dari mendidik generasi milenial yang sejak dalam kandungan saja sudah kenalan deng an gadget, kecil-kecil sudah lincah memainkan hape dibanding orang tuanya, adalah kemauan dari orang tua untuk senantiasa memperbaiki diri. Seperti yang dikatakan oleh Imam Al Ghazali .


Menjadi orang tua itu belajarnya sama panjangnya dengan usia si anak. Iman dan ilmu jelas bekal terbaik. Maka carilah ilmu yang bisa digunakan untuk memperbaiki diri, bukan untuk merasa diri lebih baik dari orang lain ( ana khairu minkum ). Yakinkan bahwa Allah sudah menyiapkan kita menjadi oran tua dengan juklaknya yaitu Al Qur'anul Karim.  Maka jangan pernah ragu mencari jawaban dari setiap permasalahan baik dalam mendidik anak maupun hidup dalam Al Qur'an. Karena Al Qur'an itu cocok untuk manusia di segala zaman.


Ditambah mau berupaya terus menerus. Zaman now memang zaman segala serba instan. Tapi dalam urusan ibadah jangan berpikir asal jadi. Karena Allah tidak melihat hasil tapi proses dari yang kita lakukan. Jika anak diingatkan susah nempelnya, anggaplah sedang dikasih ladang amal yang luasnya gak ketulungan. Sedih, kesal manusiawi kok. Agar tidak jadi kecewa bahkan sampai putus asa, maka iringi langkah dan upaya diri dengan doa. Bukankah Ibrahim as., berdoa ketika memohon agar keturunannya menegakkan shalat? Bukankah Zakaria as., berdoa agar diberi keturunan yang baik yang shalih? 


Berdoa juga menghindarkan kita dari ujub dan sombong. Ingat keberhasilan mendidik anak bukan lahir dari tangan sendiri. Tapi ada peran dari lingkungan, pendidik, teman dan juga keluarga.


Nah, bagi yang belum ikutan acaranya bisa lihat di youtube Yayasan Juara Insan Mandiri. Stay tune yaa. Semoga bermanfaat .***