Minggu, 15 Agustus 2021

Semangat Muharram: Amal Istimewa

Assalamu'alaikum men temen
Jumpa lagi di tahun baru 1443 H nih...

Moment Tahun Baru Islam baru saja diperingati oleh Ummat Islam. Bukan mengedepankan seremonial tapi lebih ke arah mengambil ibrah dari peristiwa yang melatarbelakangi penetapan kalender hijriyah ini. Minimalnya setahun sekali tafakur dan muhasabah 😊

Ya, peristiwa itu itu adalah hijrah Nabi Muhammad Saw., ke Madinah. Dalam beberapa keterangan sejarah, Rasulullah tidak berhijrah ke Madinah di bulan Muharram tapi sekitar Rabiul Awal tahun ke 12 kenabian. Namun bukan berarti Muharram tidak ada peritiwa penting sehingga ditentukan sebagai awal tahun hijriyah.

Di bulan Dzulhijjah, setelah melakukan ibadah haji beberapa orang yang sudah beriman dari Yatsrib melakukan janji setia yang disebut Baitul Aqabah. Dan di bulan Muharram diyakini sebagian ahli sejarah sebagai bulan pemantapan niat untuk berhijrah. Di buktikan dengan dimulainya hijrah awal ke Habasyah ( Ethiopia).

Lalu apa ibrah yang bisa diambil dari semangat hijrah ini?

Hijrah memang berarti berpindah, bukan pindah tempat saja. Tapi juga pindah kondisi, pemahaman, kesadaran bahkan aksi. Ya, memang hijrah seluas itu artinya. Saat ada orang berniat meninggalkan yang haram ke halal disebut hijrah. Saat ada orang yang bergerak ke arah taat itu juga hijrah. Berubah dari yang buruk ke arah baik, juga disebut hijrah.

Makanya, saat ditanya apa resolusi di tahun 1443 H ini, kepikiran ingin jadi lebih baik  dengan amal- amal istimewa. Maksudnya, amal yang selama ini memang belum dilakukan dan tahun ini coba dilakukan dan dibiasakan ( dirutinkan ). Atau bisa jadi sudah dilakukan tapi lebih dimaknai, lebih ditingkatkan kualitasnya. 

Misal, sedekah yang biasanya kalo lagi ada aja, sekarang mah kalau bisa membiasakan sedekah di kala sempit. Atau biasanya bangun tidur mendekati adzan subuh sekarang lebih awal lagi. Supaya rakaat shalat malamnya bertambah. Lebih sabar dalam mengurus keluarga. Apalagi masa-masa PJJ atau BDR memang sungguh menggoda emosi hehehe. Lebih shalihah menjadi pribadi, istri dan ibu.

Saya ingat akan sebuah nasehat, yang kurang lebih isinya seperti ini, jika ingin punya kedudukan khusus, maka lakukanlah amal-amal langka. Amal-amal istimewa. Seperti Keluarga Imran yang menepati setiap janji yang terucap, walau berat. Seperti Keluarga Ibrahim as., yang mendahulukan cinta dan taat  pada Allah dibanding lainnya. Seperi Adam as. yang segera bertobat saat menyadari telah berbuat dosa, seperti Nuh as., yang tetap setia dalam tugasnya meski banyak cemoohan dan hinaan yang diterima.

Saya juga ingat ada yang berpendapat resolusi itu anggaplah doa. Yang jika kita upayakan insyaallah akan dikabulkan. Yes, saya sepakat dong. Dalam artian ketika berdoa saya juga berusaha untuk melakukan aksi agar doa terkabul. Ingin dapat hidayah pasti upaya yang dilakukan minimalnya rajin dengerin tausiyah, mendatangi kajian ( sekarang mah masih belum bisa ya, online saja deh ), dan berteman dengan orang -orang yang ingin dapat hidayah juga. 

Apalagi, Allah itu sesuai persangkaan hambaNya. Jika yakin doanya bakal dikabulkannya, Allah akan mengabulkannya permohonannya. Bahkan melebihi keinginan si hamba itu sendiri. Karena Allah itu Maha Pemurah ( Al Kariim ).

Jadi sudah siap dengan resolusi apa nih men temen. Sudah siap dengan amal istimewa apa? Yuk niatkan, yuk azzamkan yuk upayakan...
Bismillah biidznillah, yakin bisa. 

Minggu, 08 Agustus 2021

Dzulhijjah Story - Ismail Pun Mengalami PJJ


Bismillahirrahmanirrahim

Hampir 18 bulan kita berada dalam musim pandemi. Banyak kebiasaan baru yang akhirnya  terbentuk. Mulai dari pakai masker, rajin cuci tangan, antri vaksi, kerja dari rumah dan jangan lupa belajar jarak jauh.

Awalnya bisa jadi gagap, asing, terseret-seret sampai senewen. Ibu -ibu  mengeluh karena pembelajaran secara online ini menambah beban pekerjaan. Murid-murid yang tak paham apa-apa selama sekolah daring. Guru yang kerepotan karena harus on sampai tengah malam menunggu tugas -tugas yang masuk, dan hal lainnya yang akhirnya membawa kita pada kata  'bisa'.

Jauh sebelumnya, ribuan tahun yang lalu Ismail as., pun pernah mengalami kondisi seperti ini. Berpisah dari ayahnya ( guru utamanya ), ditengah keterbatasan fasilitas. Tanpa gadget, wifi, internet.  Bahkan kebutuhan pokok untuk bertahan hidup pun sulit di dapat. 

Sekian tahun kemudian, sang ayab Ibrahim as., datang dengan perintah Allah untuk menyembelihnya. Lalu terjadilah percakapan yang keindahannya diabadikan dalam Al Qur'an, "Wahai Ayahku tersayang ( Abati ), lakukanlah apa yang diperintahkan ( Allah ) kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."

Bagaimana bisa Ismail tumbuh begitu sabar, tabah dan pemaaf ( halim )?

Dialah Sayyidah Hajar yang ternyata menjadi kunci suksesnya pembelajaran jarak jauh ala Ismail waktu itu. Jika Hajar tidak tabah, banyak mengeluh, pasti Ismail pun akan menjadi pribadi yang lemah dan cengeng. Jika Hajar selalu berprasangka buruk pada takdir Allah,  maka Ismail akan menolak apa yang perintahNya. Jikalau Hajar kurang tawakal maka pastinya Ismail pun akan tumbuh menjadi anak pendemdam.

"Jika ini ketentuan Allah, maka aku yakin Allah tak akan menyia-nyiakan hambaNya." Inilah kalimat Hajar yang menunjukkan betapa kuat dan yakinnya beliau pada pertolongan Allah Swt.

Pandemi ini mengembalikan pada peran utama seorang ibu, madrasatul ula untuk anak-anaknya. Bersemangatlah duhai para ibu, yakin Allah tidak akan membiarkan upayamu sia-sia...

Akhir Dzulhijjah 1442
Masih Dzulhijjah story
By Ummi Ayesha

Sabtu, 07 Agustus 2021

Ridha Dan Resep Bahagia

Bismillahirrahmanirrahim
Semalam saya ikutan sebuah kajian tentang Nabi ibrahim as di IG streaming. Dan setelah sinyal yang menggoda timbul tenggelam, Alhamdulillah kegiatan bisa diikuti. Dan agar tetap teringat saya tuliskan di sini ya. Semoga bisa jadi pengingat khususnya buat saya dan umumnya untuk kita semua. 

Yuk mulai... 


Di zaman pandemi ini, rasa-rasanya kata bahagia itu sangat mahal. Padahal bahagia sangat penting untuk menaikkan imun. Dan imun yang kuat akan membuat kita 'strong' juga menghadapi makhluk Allah super kecil yang bernama virus covid 19 ini.

Bagaimana bisa bahagia, kalau ternyata penghasilan seret. Bagaimana bisa hepi kalau banyak kebiasaan baru yang bikin diri terasa makin terasing. Harus dirumah saja, menghadapi anak-anak yang bikin puyeng karena belajar online. Ya, kalau sinyal dan gadget bersahabat. Kalau lagi ngambek pasti emosi naik sekian tinggi, mirip level pedas seblak deket rumah.

Bagaimana bisa bahagia kalau ternyata diri dan keluarga terpapar covid. Mesti isoman yang bikin makin gugup. Percaya deh, saya sudah mengalami dan kalau kurang kuat iman, imun dan semangat bakalan down dan lama bangkitnya.

Bagaimana bisa senyum kalau ternyata diuji dengan kehilangan anggota keluarga tersayang. Saya sendiri begitu tahu ibu kemungkinan terpapar di kampung sana, sempet susah tidur.  Ya, Rabbanaa... khawatir sekali terlebih setiap hari mendengar kabar beberapa tetangga dan teman alumni sekolah ada yang berpulang.

Saat diuji dengan kesedihan, kehilangan sebenarnya sikap yang dilakukan adalah sabar. Dan langkah pertama adalah menerima ketetapan Allah. Yakin Allah itu Maha Baik, maka yakin saja ketetapanNya pun pasti baik untuk hambaNya.

Lalu ingatlah bahwa semua yang dimiliki adalah milik Allah. Kita hanya pihak yang dititipi dan diberi ijin untuk menggunakannya dalam jangka batas waktu tertentu. Jadi jika sewaktu-waktu sang pemilik memintanya kembali ya sah-sah saja.

Susah?
Berat?
Sedih?
manusiawi kok, tapi jangan berlama-lama. Jangan juga berlebihan sampai meraung - raung dan tidak menerima takdir. 

Ada dua kisah ideal tentang husnudzan dan tawakal penuh pada Allah. Yaitu  Ibunda Hajar -saat ditinggalkan di Bakkah-  dan Ummu Sulaim saat mendapat ujian anaknya meninggal.  

Mari kita lihat ending dari dua kisah ini. Ismail yang menjadi pribadi halim ( sabar, tabah, taat, patuh dan pemaaf ) mewariskan sifat itu pada Muhammad Saw., satu- satunya keturunan beliau yang jadi nabi dan rasul. Lalu anak yang didatangkan Allah sebagai ganti anak yang meninggal  dari Ummu Sulaim melahirkan 7 keturunan yang semuanya pemikul Al qur'an, masyaa Allah tabarrakallah.

Artinya, yakinlah saat kita menerima takdir Allah maka ada takdir baik juga yang menanti. 
Saat kita bisa menerima ketetapan Allah saat itu kita bisa bahagia. 

masih Dzulhijjah story
By Ummi Ayesha
catatan hasil menyimak kisah Ibrahim as