Selasa, 23 Februari 2021

4 Alasan Adab Dipelajari Dulu Sebelum Ilmu

Ulama mendahulukan mempelajari adab sebelum ilmu. contohnya Ibnu Mubarrak -rahimahumullah yang mengatakan "Aku mempelajari adab selama 30 tahun dan mempelajari ilmu selama 20 tahun." Demikian juga dengan ulama yang lain. Bahkan mereka memilih guru pun melihat dari adabnya dulu. Artinya ilmu yang tinggi bukan jaminan seseorang itu bisa dijadikan pendidik jika akhaknya kurang.

Yang terjadi di zaman sekarang adalah sebaliknya, dimana orang terburu-buru mempelajari ilmu sementara adab ditinggalkan, disepelekan. Akibatnya banyak orang berilmu tinggi tapi minus akhlak. Banyak pendidik yang tingkah lakunya tidak bisa dijadikan teladan. Perilakunya tidak sebanding dengan ilmu yang dimilikinya.  Sungguh disayangkan.

Nah, berikut 4 alasan kenapa dahulukan adab sebelum ilmu :

1. Karena Dicontohkan oleh Rasulullah

Dalam QS. Al Ahzab : 21 
Rasulullah Saw., datang untuk memperbaiki akhlak. Perlu dipahami akhlak itu adalah perilaku yang lahir dari keimanan dan pelaksanaan syariat. Bukan sekedar adat kebisaan semata. Maka yang dimaksup memperbaiki akhlak adalah menyempurnaan perilaku, sifat, adab dengan berdasar wahyu. Jika selama ini ada orang yang sangat gemar berbagi dasarnya adalah kebiasaan maka dengan berdasarkan iman akan menjadi akhlakul karimah dan berpahala.

Masih ingatkan gelar Al Amin yang disematkan masyarakat Mekkah pada Baginda Nabi? Jauh sebelum beliau diangkat menjadi nabi dan rasul, adab dan perilaku baik nan terpercaya sudah. melekat dalam diri beliau. Demikian juga dengan sifat welas asih, peduli dan selalu menjauh dari perbuatan buruk dan dosa.

Semua tak lepas dari pendidikan dan penjagaan dari Allah pada sosok yang akan menjadi rahmat alam semesta. pada sosok yang akan menjadi teladan sepanjang masa, baik dalam perannya di masyarakat, keluarga maupun pribadi beliau.


2. Adab lebih mudah dipelajari dari pada ilmu
Selama ini kita didoktrin bahwa ilmu itu susah didapat. Jadi harus dicari sejak dini. Sementara adab yanh memang lahir dari pembiasaan sering disepelekan karena dianggap mudah atau kurang menantang. 

Seingat saya, dalam hal belajar maka belajarlah dulu hal yang mudah, baru yang susah. Yang dekat baru yang jauh. Bahkan saat saya mengikuti training menulis, tutor saya pun mengingatkan hal ini, tulislah yang mudah dan dekat dengan duniamu. 

Mempelajari adab sejatinya seiring dengan pembiasaan. Yang berarti seiring dengan pengasuhan anak. Bukankah kata Bunda Elly Risman, parenting itu adalah proses pembiasaan dan meninggalkan kenangan. Maka mengajarkan adab jauh lebih awal, seperti adab makan, adab minum, adab dengan saudara dengan orang tua, dengan guru dan sebagainya.

"Padahal akhlak itu sangatlah sederhana, berbuat baik kepada orang lain, menghindari sesuatu yang dapat menyakitinya (baik fisik maupun hati) dan menahan diri ketika disakiti" (Madarijus Salikin II/318-319).


3. Adab itu dibutuhkan dalam kehidupan setiap orang tapi tidak semua ilmu dibutuhkan untuk hidup.

Sebagai makhluk sosial maka dibutuhkan akhlak yang baik agar bisa hidup bersama dalam masyarakat. Kita bukanlah makhluk soliter, yang tidak memperhatikan interaksi dengan orang lain. Bahkan untuk mendidik satu orang anak sana butuh satu kampung. 

Jika seorang manusia cukup pede dengan hidup tanpa adab dengan manusia lainnya, maka jangan salahkan jika dia pun tidak dianggap keberadaannya. Saat butuh pertolongan, tidak ada yang akan mengulurkan bantuan. Dia akan menjadi manuasia yang sifatnya lebih mirip benda mati.

Sementara untuk hidup tidak perlu semua ilmu dikuasai. Bisa jadi seorang petani tidak memerlukan ilmu kalkulus atau ilmu pertambangan. Dia lebih butuh ilmu biologi, ilmu tentang tanah dan ekonomi. Atau bagi seorang polisi dia tidak perlu mendalami ilmu biologi secara mendalam, tapi lebih butuh ilmu komunikasi, krimonologi dan yang berkaitan dengan pekerjaannya.


4. Adab menyelamatkan orang yang berilmu

Ternyata, akhlak adalah pembeda untuk pintar dan benar. Orang yang berilmu tentulah pintar, namun jika tidak melengkapi dirinya dengan akhlak, maka tak ada jaminan kepintaran yang dimilikinya mampu mengantarkan pada kebenaran. Sekalipun orang tersebut mengaku sebagai ulama, namun jika akhlak yang ditampilkan tercela, maka tak ada kebenaran yang bersemayam di setiap wejangan yang disampaikan.

Akhlak juga berfungsi sebagai benteng yang melindungi orang berilmu dari berbagai macam godaan. Sebab, orang berilmu tak akan pernah lepas dari godaan. Salah satu yang paling sering menghantui adalah kesombongan. Orang yang berilmu cenderung mengira dirinya sudah tahu segala, tapi tdk menjamin dirinya mendapat hidayah. Contoh terkenalnya ya Iblis laknatullah. Yang merasa lebih pintar, lebil alim dari Adam as., tapi malah menjadikannya dilaknat. merasa kebenaran hanyalah apa yang keluar dari mulutnya.

Tanpa akhlak, orang berilmu hanya akan menjadi hantu. Yang berarti tak jelas wujud dan manfaatnya. Jika ingin ilmu yang didapat bermanfaat maka cari dengan adabnya amalkan dengan adabnya juga. Karenanya, selalu lengkapi diri kita dengan akhlak, sebab hanya dengan cara itu, ilmu yang kita miliki dapat memberi kebaikan untuk diri sendiri dan orang lain. Jadikan pula akhlak sebagai ukuran dalam menilai keilmuan seseorang, jangan sampai kita terperosok dalam lubang kelam akibat salah memilih panutan.

Kesimpulannya,  bahwa anggapan bahwa adab itu tidak penting ternyata salah. Justru pentingnya memepelajari adab sebelum mempelajari ilmu agar  ilmu lebih nerkah, bermanfaat, jauh dari jebakan sombong dan takabur serta bernilai ibadah di hadapan Allah. Tak lupa senantiasa dalam perlindungan dan petunjuk Allah Swt.

Wallohu a'lam bishowab.


Jumat, 12 Februari 2021

Adakah Amalan Khusus di Bulan Rajab?


Marhaban ya Rajab...
Ditengah hiruk pikuk pandemi dan kabar -kabar yang terus berseliweran, banyak yang melupakan kalau satu bulan haram sudah datang. Ya, bulan Rajab, satu dari 4 bulan haram yang disucikan. Bulan dimana kita diharamkan berbuat aniaya, dosa-dosa besar terutama musyrik dan berbuay kerusakan. Bulan dimana kita diajak untuk memperbanyak amal shalih, memperkuat taat dan mendekat pada Allah Swt.

Menjelang masuknya Rajab, ada pertanyaan yang datangnya dari seorang sahabat. Tentang amalan khusus, tepatnya puasa sunnat bulan Rajab. Seketika otakpun berputar, mengumpulkan ingatan dan akhirnya menyerah. Ya, sependek ingatan saya tidak ada dalil kuat tentang puasa Rajab. Berbeda dengan dalil shaum sunnat Arafah, Assyura, atau Ayamul Bidh.

Memang, sebagaimana bulan Haram lainnya, maka kita dianjurkan untuk memperbanyak amal shalih. Memperbanya amaliah ibadah. Tapi bukan berarti di luar bulan haram kita boleh malas-malasan. Yang para shahabat dan ulama ingatkan adalah tidak boleh mengkhususkan suatu amalan tanpa ada dalil yang jelas. Jadi kalau mau memperbanyak amalan ibadah, silakan. Dengan menyuburkan amalan yang sudah biasa dilakukan.

Menurut Ust. Adi Hidayat dalam sebuah ceramahnya mengatakan, misal jika orang itu terbiasa puasa senin kamis, maka memasuki bulan Rajab mau ditambah dengan shaum Daud boleh, atau ditambah ayamul bidh juga boleh. Tapi jangan meniatkan shaum khusus karena di bulan rajab. Karenq perintahnya tidak ada.

Ya, ibadah memang harus ada dasarnya, harus ada perintahnya. Bukan kreatifitas, apalagi dasarnya suka-suka. Kalau dasarnya memperbanyak amal kebaikan, ya silahkan kerjakan amal shaleh yang bisa dilakukan. Misal tahajud jadi rutin, shadaqah jadi lebih sering, menolong sesama jadi agenda harian dan seterusnya.

Nah, menjawab pertanyaan sahabat tadi, saya pun menukil sebuah pendapat dari Imam Nawawi ( semoga Allah merahmati beliau ) yang menyatakan bahwa maksud hadist 'Rasulullah memperbanyak puasa di bulan Rajab' - Hadistnya diriwayatkan oelh Imam Muslim- adalah tidak ada larangan atau anjuran khusus untuk berpuasa di bulan Rajab. Hukumnya sama seperti puasa sunnat di bulan-bulan lainnya. Tidak ada landasan hukum larangan atau kesunnahan puasa rajab. Dasar hukumnya adalah sunnah seperti pada puasa sunnah yang sudah ada. Seperti puasa senin kamis, ayamul bidh dan puasa Daud.

Saya tegaskan lagi, bahwa sebaiknya perbanyak saja dari apa yang sering kita lakukan di bulan lainnya. Karena dasar hadianya juga seperti itu. Tidak dikhususkan ditanggal berapa atau hari apa. Ibn Abbas RA berkata:

 كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر ويفطر حتى نقول لا يصوم

“Rasul SAW berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak meninggalkan puasa (puasa terus), dan Rasul SAW tidak berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak berpuasa” [HR Muslim].

Jadi masih mau puas sunnat dibulan Rajab? silahkan niatkan seperti puasa sunnat biasa dan lakukan juga tanpa mengkhususkan tanggalnya atau hari atau bulannya. Demikian juga dengan amalan lainnya, seperti tahajut khusus atau shalat khusus. 


Wallahu a'lam bishowab