Tampilkan postingan dengan label Warna warni. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Warna warni. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Maret 2023

Agar Gadget Tidak Membawa Masalah

Di zaman now sepertinya semua orang sudah terbiasa dengan gawai atau gadget. Perkenalan dengan gadget juga semakin muda,bahkan bayi pun sekarang sudah kenal dengan teknologi ini. Meski ada pro dan kontra tetap saja gadget dalam bentuk HP atau smarphone saat ini memang tidak bisa dipisahkan dari aktifitas keseharian. Jujur aja deh, bangun tidur pun yang dilirik pertama kali adalah hape kan?

Penggunaan gadget sedikit banyak pasti memberi pengaruh. Bisa pengaruh positif misal saat gadget digunakan untuk sarana belajar, bekerja, berkreatifitas atau menjalin relasi. Bisa juga berdamak negatif sampai taraf kecanduan. Inilah yang harus dilakukan agar gadget tidak membawa masalah.

https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/05/ilustrasi-gadget-572b284707b0bdf0068842cf.jpg?t=o&v=740&x=416


1. Pahami Tidak Semua Orang Boleh Punya Hape

Saat ini orang tua merasa tak berdaya saat anak merengek minta hape lalu tanpa ada perjanjian atau pun kessepakatan langsung saja memberi hape pada anak. Begitu anak-anaknya begitu tergantung dengan hape dan susah untuk berhenti, barulah mereka mengeluhkan dapak buruk dari gawai.

0 - 2 Tahun adalah  tahapan no hape. Jangan tergiur atau terlalu percaya dengan label konten baik atau kids sehingga kita begitu saja membiarkan anak untuk memegang hape pada usia ini. Pada usia ini sebaiknya orang tua melakukan bonding dengan melakukan permainan dan aktifitas bersama dengan anak.  Karena yang menjadi kebutuhan anak di usia iani adalah interaks sosial dengan orang- orang terdekatnya.

Seteah 2 tahun, anak boleh berinteraksi dengan hape atau gadget tapi posisinya hanya sebagai penonton saja. Menyaksikan  tanpa memegang. Di sini orang tua menganggap hape itu seperti pisau yang tidak bijaksana jika diserahkan sama anak kecil diatas 2 tahun. Bisa berbahaya atau mencelakakan. Anak hanya boleh menonton dan orang tua yang mengendalikan aplikasiyang akan ditonton oleh anak. Sebaiknya jangan biarkan anak menonton sendiri tapi dampingi dan awasi.

Setelah mumyyiz, bisa membedakan kanan kiri, depan belakang, bisa mengerti kata perintah atau larangan sederhana, baru anak naik level dengan diberi hak memakai dengan batasan tertentu. Anak boleh memegang hape tapi ada batasan waktu, tetap lakukan pengawasan. Dan harus konsisten menerapkan batas waktu. Kadang yang jadi godaan adalah saat orang tua butuh fokus pada kegiatan lain, anak yang seringnya cari perhatian dan memecah konsentrasi malah diberi hape agar 'anteng'. dan biasanya tidak ada batasan waktu. Ini akan dijadikan senajata oleh anak saat ingin main hape, bikin keributan, merengek, rewel demi diberi hape.

Setelah anak sampai tahapan cerdas ( rusyada  seperti di Qs. Annisa : 6 ), maka anak boleh diberi hak memiliki. Kapan tahaan rusyada itu? Yaitu jika anak sudah baligh, sudah bisa mengurus rumah ayahnya sendiri ( bagi anak perempuan ) dan berani safar ( bepergian biasanya pakai kendaraan umum, tidak nyasar ) sendiri bagi anak laki-laki.


2. Management Gadget

Pengaturan di sini bukan hanya masalah waktu saja lho. Tapi juga lama, lokasi yang harus free gadget, aplikasi yang dlarang diinstal, termasuk dalam situasi apa gadget harus disimpan.

Terapkan waktu terlarang menggunakan hape, misal antara maghrib sampai isya, atau subuh-syuruq. Demikian juga dengan lama berinteraksi dengan gawai, atur dan terapkan. Misal anak hanya boleh pakai selama sekian menit dalam 1 hari. Lokasi juga ditentukan, mana yang boleh pakai gawai mana yangsebainya free, seperti kamar mandi atau kamar tidur. Kedua tempat itu sebaiknya free hape lho.

Tidak semua aplikasi boleh didownload, pilih lah sesuai kebutuhan dan memori hape juga. Aplikasi game, atau media sosial yang tidak sesuai usia sebaiknya tidak usah diunduh. Jadi penggunaan hape jelas tujuannya ( using ) misal untuk belajar atau bekerja. Situasi juga harus disepakati, misal saat makan bersama, acara keluarga, saat ibadahn, saat mengendarai kendaraan maupun ngobrol dengan tamu atau tuan rumah sebaiknya tidak menggunakan hape.

Lalu bagaimana jika ada anak atau ayah yang haru menggunakan hape di waktu yang sudah disepakati untuk no hape, maka lakukan sesuai penggunaan hape atau gadget terebut. Misal ayah yang menggunakan hape untuk bekerja, maka sebaiknya  di ruang kerja atau ruang khusus yang memang bisa dipakai untuk bekerja, sesuai waktu kesepakatan, dan berikan penjelasan pada keluarga kenapa orang tua tetap harus menggunakan hape di waktu-waktu tertentu. 

Nah, semoga dengan dua langkah ini bisa meminimalisir dampak negatif atau masalah yang ditimbulkan oleh gadget dalam keluarga kita. Semoga bermanfaat.


Sumber: Video Keluarga Gadget oleh Ust. Bendri Jaisyurrahman


Rabu, 25 Mei 2022

Menikah Hanya 8 Hari, Jangan Salahkan Proses Ta'arruf!

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Semoga keselamatan, rahmat Allah dan keberkahan senantiasa melingkupi kita semua, aamiin


Foto: Shutterstock



Kisah menikah hanya 8  hari yang diupload oleh seorang wanita berprofesi pengajar akhirnya viral. Kisah dimulai dari si fulanah yang menikah melalui proses ta'arruf dengan sang suami. Ta'arrufnya sendiri berjalan dalam tempo sesingkat-singkatnya, hingga terkesan tergesa-gesa. Hanya melalui CV yang mungkin lebih mirip CV untuk lamaran pekerjaan, bukan lamaran pernikahan. Bahkan ada kesan bahwa ada pihak yang sebenarnya enggan atau terpaksa dengan pernikahan ini. Hingga ketika ada peristiwa sepele terjadi, terjadilah pengusiran dari pihak suami yang berujung pada perpisahan keduanya.


Seperti biasa netizen memang maha benar dalam berkomentar. Yang paling bikin mata gatal membacanya adalah komentar tentang ta'arruf yang terkesan jadi biang dari pernikahan singkat ini. Padahal banyak juga pasangan yang harmonis, samawa, langgeng sampai kakek nenek berawal dari proses ta'arruf. Dan banyak juga pasangan yang berawal dari proses pacaran yang hanya berumur singkat. Bahkan dalam hitungan jam, hem...

Ta'arruf sendiri dalam Islam memang menjadi jalan dalam mengenal calon pasangan. Namanya proses mengenal ya memang tidak cukup hanya dengan saling tukar CV. Dulu, dimasa saya kuliah ramai sekali proses Ta'arruf dengan tukar CV ini. Tapi itu ternyata hanya tahap awal, selanjutnya ada proses pengenalan yang lebih dalam setelah kedua calon memang menyatakan siap menikah. Artinya memang sadar, merdeka, tidak ditekan apalagi dipaksa. 

Saya sendiri menikah melalui proses ta'arruf. Awalnya memang saya membaca biodata calon suami. Tapi tidak berhenti sampai membaca saja, saya pun mendengar penjelasan dari pihak perantara ( waktu itu ya guru ngaji atau ustadz dan istrinya ) tentang calon suami. Saya pun mencoba mengenal lebih dalam lewat adik perempuan calon suami. Bukan hanya sifat, kepribadian, hobi, apa yang disukai apa yang tidak dari calon suami, tapi juga mengenal keluarga dimana dia berasal. Karena dari pola asuh dan pendidikan keluarga memegang peran penting pembentukan karasteristik sesorang.

Bahkan saya sempat berkunjung ke rumah calon suami, tentu tidak sendirian, tetap didampingi calon adik ipar perempuan. Saya pun melihat lingkungan sekitar, dan mendengar cerita calon suami dari orang-orang terdekatnya secara langsung. Jujur dengan calon sendiri saya jarang berkomunikasi langsung, artinya tetap melalui perantara. Karena bagaimanapun kita tetap dua orang asing yang tidak halal berkomunikasi berdua tanpa mahram atau pendamping. Saya berkomunikasi dengan ustadzah dan calon suami dengan ustadz, 

Tak lupa dan tak ditinggalkan adalah doa mohon diberi petunjuk. Istikharah tak cukup sekali tapi berkali-kali. Apa saya dapat mimpi untuk kemudian jadi yakin dan mantap ke jenjang ta'aaruf selanjutnya? Kayaknya enggak deh hehehe. Enggak tahu juga apa saya yang kurang nangkap maksud mimpi atau memang jarang mimpi. Tapi yang saya minta pada Allah adalah jika memang dia jodoh maka tetapkan hati untuk melanjutkan tahap ini. Beri petunjuk dalam bentuk apapun. Ringankan hati dan mudahkan langkah. Dan ternyata itu yang saya dapatkan. Moral story nya sih, kalau sudah istikharah tapi gak dapat mimpi jangan galau. Tapi pandai-pandailah melihat tanda-tanda dan bersihkan diri dari hawa nafsu atau keinginan pribadi agar pesan yang Allah kirim mudah ditangkap.

Ini saya ambil dari kejadian yang saya alami sendiri lho, bukan kisah orang lain. Kisahnya seperti ini, beberapa waktu sebelum ta'arruf dengan calon suami yang sekarang - alhamdulillah mau berjalan 20 tahun jadi qawwam dalam rumah tangga- saya pun pernah menjalani ta'arruf. Taarruf yang pertama ini malah gagal sudah, padahal si calon  memenuhi semua  kriteria keluarga besar. Sudah punya pekerjaan tetap, sudah sarjana, PNS pula. Tapi saat saya ingin mengenal dari pihak keluarga besar disinilah mulai terlihat tanda-tanda bahwa dia bukan jodoh saya. Dari mulai komunikasi yang sulit,  hati yang terus merasa berat, tidak ada i'tikad baik ingin melanjutkan prose ta'arruf, dan akhirnya si calon menghilang. Anak-anak gadis saya saat mendengar cerita ini langsung komen,  "Wah, ternyata Ibu pernah mengalami di-ghosting juga ya pada zamannya wakakakak.."


Point Penting dalam Ta'arruf:  

Selain mengenal pribadi calon pasangan, kenali juga apa yang mendasari pasangan untuk menikah. Apa sih visi misi,tujuan. pandangan yang dimiliki calon pasangan dari sebuah pernikahan. Rumah tangga itu ibarat mengarungi bahtera di tengah lautan samudra. Terus tanpa nanya-nanya dulu tujuan yang akan dituju kita main naik aja. Baru pas kapal sudah berlayar, berani nanya ke nakhoda. Ya kali kalau kalau tujuannya sama, bisa disebut beruntung. Kalau enggak mau jebur laut apa? 


Ta'arruf  Setelah Menikah 

Perlu dipahami juga bahwa proses ta'arruf bukan hanya dilakukan saat perkenalan atau sebelum menikah. Setelah menikahpun tetap proses ini dilakukan. Karena yang sudah satu pemahan dan visi misi dalam menikah pun tetap bisa berubah karena dinamika kehidupan. Manusia memang makhluk dinamis, tidak statis. Berubah terus seiring pemahaman dan ujian yang dihadapidnya. Jangan lupakan juga jebakan syaitan ada di mana-mana lho. Jangan pikir syaitan akan diam berpangku tangan melihat rumah tangga yang harmonisdan tujuannya sesuai kehendak Allah Swt. Justru Syaitan akan makin berupaya dengan godaan dari arah depan, belakang, kanan, kiri bahkan bawah untuk menguncang ikatan kuat ini. 

Ada kisah bahwa Iblis sangat menghargai pasukannya yang bisa memisahkan sepasang suami istri dari ikatan akad suci. Sebuah janji yang senilai dengan perjanjian pengangkatan para nabi ( mitsaqan ghalidzan = ikatan yang kokoh ). Yang sampai ketika ikatan ini dipisahkan bergetar Arsy dan Allah pun tidak suka walau mengijinkan. Dan sebagaimana hukum alam, semakin tinggi pohon semakin kuat angin yang berkencang, maka begitupun berlaku pada ujian dalam pernikahan. Banyak contohnya dimana pada pesohor, ustadz terpandang harus jatuh karena ujian dalam rumah tangganya.

Proses taarruf yang benar pasti akan menghasilkan tafahum, saling memahami. Dibutuhkan sikap jujur pada diri sendiri akan kekurangan dan kemauan untuk berubah. Dari pasangan dibutuhkan sikap menerima karena bagaimanapun tidak ada manusia yang sempurna. Dari tafahum mulailah untuk saling menolong, bekerjasama. Karena tidak mungkin terjadi kerja team yang bagus kalau tanpa saling memahmi satu sama lain. Dan semua itu berawal dari taaruf atau proses mengenali, saling mengenal. 

Proses ta'arruf tidak berjalan imbasnya kemana-mana lho. Paling deket ya di komunikasi, pasti macet. Kalau enggak satu arah, gak jauh dari ceramah atu khutbah ya yang pemirsanya gak boleh komen atau harus diam hehehe. Lalu bagaimana harmonis akan terbentuk kalau di gak nyambung antara pimpinan dan warganya, antara suami dan istri beserta anak-anaknya. Akibatnya jalan masing-masing yang bisa menyebabkan bahtera rumah tangga terombang-ambing lautan kehidupan. Kalau sudah seperti ini bukan syurga rumah kita tapi kebalikannya naudzubillah...

Semoga tulisan ini bisa sedikit nenambah ilmu dan wawasan tentang ta'arruf...

wallaohu a'lam bishowab.


Sabtu, 26 Februari 2022

Ada Apa Dengan Adzan?


Beberapa hari ini masyarakat sedang dihebohkan dengan polemik adzan. Lagi-lagi adzan dianggap menganggu, apalagi kalau pake toa atau pengeras suara. Sampai tega-teganya menganalogikan adzan dengan gonggongan anjing. 

Kalau yang mengatakan itu adalah orang biasa, dan bukan berstatus muslim ( walau hanya di KTP ) mungkin bisa dianggap lahir dari rasa terganggu. Karena bisa jadi penempatan toa yang ke arah huniannya hingga saat adzan terdengar dalam volume maksimum. Ya, walapun di kenyataan jarang sih orang non muslim yang rumahnya nempel atau deketan dengan masjid atau mushola juga, yee kan...?

Tapi ini yang bilang petinggi kementrian agama. Kan jadi bahan pertanyaan, ada apa dengan adzan sebenarnya, ada apa dengan yang bersangkutan?

Padahal adzan ya dari zaman dulu seoerti itu, disebar pakai pengeras suara juga sudah hal yang lazim. Sejak tahun 1973 memang sudah dijadikan budaya kalau masjid itu dilengkapi toa atau pengeras suara untuk keperluan adzan. Pro dan kontra tetap ada,  tapi biasanya dari non muslim tapi itu pun tidak pernah menghasilkan polemik. Karena bisa dibicarakan teknisnya.

Sementara tentang yang mengeluarkan polemik, mungkin kita harus mengingat kembali apa yang dikatakan Ibnu Qayyim rahimahullah.


Seperti diketahui bahwa dalam manusia ada satu bagian tubuh yang sangat penting. Yang jika bagian itu bagus maka baguslah seluruhnya. Sebaliknya jika bagian itu busuk maka buruklah semunya. Dan bagian penting itu adalah hati.

Perkataan ulama yang lain, lisan itu ibarat gayung dan hati itu ibarat bejana. Apa yang diambil dari bejana dengan gayung tersebut pasti sama. Kalau lah bejana ini  berisi keimanan maka isi dari gayungnya keimanan. Pun sebaliknya jika isinya kemunafikan, isi gayungnya pun sama.
Memang lisan itu anggota tubuh yang paling ringan digerakkan, bisa jadi amal shalih bisa juga sebaliknya jadi amal shalah. Maka jagalah lisan kita karena hisabnya berat. Jangan sampai menjadi orang yang merugi karena merasa sudah beramal banyak sampai haji segala, tapi semua hancur karena amalan lisan yang menebar fitnah perpecahan dalam ummat.

Karena fitnah itu sangat berat bahkan lebih dari pembunuhan. Yaitu fitnah yang berbentuk segala upaya memadamkan cahaya agama Allah Swt.

Semoga kita terhindar dari hal yang demikian, aamiin Allahumma aamiin...

Jumat, 28 Januari 2022

Majelis Jejak Nabi Hadir Lagi


Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Ba'da tahmid dan shalawat,
Alhamdulillah, kesempatan untuk mengkaji jejak nabi terbuka lagi. Masih dengan narasumber Ust. Salim A Fillah, kita siap dibawa untuk menelusuri jejak-jejak Nabi Muhammad Saw. 

Berawal dari postingan di IG, tentang Majelis Jejak Nabi. Hati semangat sekali untuk mengikuti. Kemudian ijinlah pada pak suami dan Alhamdulillah dapat lampu hijau. Bahkan beliau mendukung dengan berinfaq, jazakallah khair Mas Bro.

Episode 1 Keutamaan Mempelajari Sirah
Mempelajari jejak Nabi, harus tahu dulu apa yang ingin didapat. Karenanya harus tahu keutamaan mempelajari sirah Nabi Muhammad Saw. Sebenarnya ada 8 keutamaan, tapi episode kemarin ( Kamis, 27 Januari 2022 ) baru membahas 3 keutamaan. Apa saja itu, lanjut yaa...

1. Lisan Kita Terbiasa Bershalawat 
Mempelajari sirah Nabi, maka kita akan sering bertemu nama Rasulullah Muhammad Saw, dan itu akan membuat kita makin sering bershalawat kepada beliau. Apa sih fadilah bershalawat? Dalam sebuah hadist diterangkan bahwa shalawat itu akan mengampuni dosa dab memenuhi hajat-hajatnya. 

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, bahwa sekali bershalawat kepada beliau , Allah akan bershalawat kepada kita 10 kali lipat. 

2. Mengetahui Uswatun Hasanah
Setiap manusia siapapun itu pasti butuh teladan, role model, contoh. Bahkan sebelum banyak manusia, Allah mengirimkan hewan untuk memberi contoh pada manusia. Seperti dalam kisah Habil dan Qabil.

QS. 33 : 21 ayat ini turun dalam perang Ahzab / perang Khandaq ( Tahun ke 5 Hijriyah ). Dalam perang ini Kaum Musyrikin Quraisy berhasil membuat aliansi dengan sekutu mereka termasuk Kaum Yahudi di Madinah hingg terkumpul kurang lebaih 12.000 pasukan. Itu adalah jumlah yang sangat. 

Mengingat Arab itu penduduknya sedikit - kata Arab artinya kosong- jumlah 300 saja dulu nenunjukkan sangat banyak. Sehingga saat menghadapi pasukan 12.000, Rasulullah Saw., meminta pendapat para sahabat startegi yang tepat. Karena untuk berperang menghadapi perang terbuka, kota Madinah bisa luluh lantak.

Salman Al Farisi mengusulkan untuk membuat parit ( Khandaq dalam bahasa Parsi, Uhdud dalam bahasa Arab ) dengan lebar 3-5 meter dan dalam 2 meter. Dan saat membuat khandaq Allah menurunkan kabar kemenangan ummat Islam, dengan tamsil bahkan Romawi saja akan dikuasai ummat Muhammad Saw.

Meskipun ayat ini turun di Madinah, aslinya Rasulullah Saw., sudah menjadi teladan sejak di Mekkah. Bahkan sebelum jadi Nabi pun, Rasulullah Muhamamd Saw., sudah dijadikan teladan, panutan masyarakatnya.Tapi lewat ayat ini Allah ingin menunjukkan bahwa puncak keteladanan atau Uswatun hasanah beliau adalah saat menjadi pemimpin. Dan itu terlihat di Perang Khandaq dengan seluruh kisah-kisah yang mengiringi perang tersebut. Dimulai dari makanan yang sedikit tapi mencukupi seluruh pasukan, kemampuan beliau menahan lapar lebih dari ummatnya dan lain sebagainya.

Imam Ahmad pernah berkata , "Seorang laki-laki itu sama saja sampai guncang terjadi, barulah akan terlihat mana yang permata mana uang batu kali."

Uswatun hasanah dalam diri Rasulullah Saw., bisa diambil siapa saja sesuai profesinya. Selama dia meneladani 4 sifat nabi, insyaallah sukses. Asal shiddiq ( jujur, bisa dipercaya ), amanah ( capable, sanggup memenuhi apa yang ditanggungnya ), tabligh ( komunikatif, gampang dihubungi), Fatonah ( cerdas inovatif ).

Tapi yang akan mendapat manfaat dunia akhirat sesuai dengan ayat 33: 21 adalah :
a. Berharap berjumpa dengan Allah ( beriman).
b. Berharap bertemu hari akhir ( banyak beramal shalih )
c. Berdzikir ( cinta pada Allah )

Ada 2 cara meneladani Rasulullah Saw.
a. Ta'abudi  mengikuti apapun yang dilakukan oleh Rasulullah. Contoh Ibnu Umar ra., pernah melihat Rasulullah Saw., melewati sebuah pohon dan memiringkan kepalanya. Maka setiap melewati pohon itu Ibnu Umar ra pun ikut memiringkan kepalanya.

b. Ta'akuli yaitu mengikuti Rasulullah meski tak sama bentuk ( misal pakaian tidak sama ) diniatkan untuk ibadah. Misal memakai pakaian untuk menutup aurat dan ibadah, meski tidak sana dengan yang dipakai oleh Rasul.

3. Cinta kepada Allah Swt.
Dari mengenal sirah Rasulullah Saw., kita akan mendapatkan cinta Allah dan pada hal yang mendekatkan kepada cinta Allah.
3: 31 yaitu dengan i'tiba. I'tiba itu mudah karena ada kaidah-kaidah yang jelas. seperti dalam :
a. Beragama maka ingatlah Allah tidak menginginkan kesulitan tapi kemudahan bagimu. Jadi dalam menjalankan agama jangan dipersulit, permudah saja.

b. Beribadah maka hukumnya adalah segala sesuatu awalnya haram , dan jadi halal setelah ada perintah. Maka ibadah itu cukup yang ada perintahnya saja, sedikit, gak perlu membuat acara inadah baru, gak perlu ditambah-tambahi.

c. Muamalah kaidahnya semuanya itu halal kecuali yang ada dalil haramnya. yang haram lebih sedikit dari yang halal.

Wallahu a'lam bishowab
Semoga bermanfaat 
 

Selasa, 16 November 2021

Pemuda Harapan Sesuai Al Qur'an


Assalamu'alaikum Men temen, semoga tetap dalam kondisi sehat dan terus semangat...

Bismillahirrahmanirrahim
Tanggal 28 Oktober kemarin, kita kembali diingatkan pada moment Hari Sumpah Pemuda. Moment dimana kita diminta untuk mengingat kembali pada fase hidup sebagai pemuda dan geraknya sesuai kehendak Sang Khaliq. 

Dalam QS. Ar Rum : 54 Allah SWT., mengingatkan hambaNya tentang tahapan penciptaan dan fase hidup manusia . Yang awalnya diciptakan dalam kondisi lemah ( bayi atau fase anak-anak), kuat ( fase pemuda ) dan lemah lagi ( fase lanjut usia ). Disini Allah menerangkan bukan dengan satuan umur, tapi dengan menggunakan sifat atau karakteristik setiap fase kehidupan yang dilalui oleh manusi.


اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ

"Allah adalah Zat yang menciptakanmu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan(-mu) kuat setelah keadaan lemah. Lalu, Dia menjadikan(-mu) lemah (kembali) setelah keadaan kuat dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa."


Fase Pemuda
Dalam tumbuh kembang manusia,  fase pemuda sering dibatasi dari mulai remaja awal sampai tahap dewasa. Secara usia akan cukup kesulitan karena setiap orang memiliki waktu sendiri untuk berubah dari remaja hingga dewasa. Tapi jika kita mengambil dari pengertian usia produktif, maka usia pemuda bisa dibatasi dari usia 21- 33 tahun. Bagi orang yang memahami dunia bola, maka akan tahu bawa pada pada range waktu itulah para pemain bola mengalami masa keemasan. 

Sementara dalam Al Qur'an, tidak dibatasi dengan usia. Tapi dengan memahami karakter sifatnya. Pemuda itu adalah fase dimana manusia itu ( laki-laki maupun perempuan ) kuat diantara dua kelemahan. Kelemahan dari fase anak dan kelemahan saat fase tua.

Kelemahan fase anak adalah lemah baik secara fisik maupun secara akal ( ilmu dan pemikiran ). Secara fisik, fase anak adalah fase pertumbuhan, belum mencapai tumbuh kembang maksimal. Secara imunitas juga belum terbentuk sempurna, hingga rentang terkena atau tertular penyakit. Secara akal, ilmu wawasan dan pemikiran, anak-anak juga masih tahap dasar, bahkan tamyiz pun belum. Membedakan antara baik dan buruk, benar salahpun masih bingun. Pengalaman masih sangat minim.

Sementara pada fase tua, maka fisikpun sudah mulai ada penurunan. Tenaga pun mulai berkurang, pun demikian dengan semangat. Secara ilmu, wawasan dan pemahaman bisa jadi sudah penuh. Tapi akan jadi kelemahan karena akhirnya banyak pertimbangan dalam mengambil keputusan dan bergerak. Ya, karena orang tua kan banyak yang dipikirkan, hingga banyak yang perlu dipilah pilih.

Di fase itulah pemuda itu ada. Fase dimana secara fisik sudah tumbuh sempurna, secara pemikiran sudah memiliki beberapa wawasan yang tidak akan membebani, dan karena masih sendiri biasanya lebih berani mengambil keputusan yang beresiko sekalipun. Ketiadaan pengalaman justru membuat pemuda itu banyak ide dan berani mengeksekusinya.

Hingga wajar kalau menurut Syekh Yusuf Qardawi, pemuda itu ibaratkan matahari yang bersinar di tengah hari. Panasnya paling terik, dan berada di posisi terbaik untuk menyebarkan sinarnya.


Pemuda dalam Kacamata Islam
Dalam sirah nawabiyah, kita mengenal sosok-sosok yang membantu perjuangan Rasulullah Saw. Mereka dikenal dengan istilah Sahabat Nabi. Maka kita mengenal Abu Bakar ra., yang usianya masuk Islam sekitar 37 tahun, ada juga Ustman ra.,  yang berusia sekitar 34 tahun. Umar bin Khattab ra diperkirakan berusia 21-22 tahun ketika menyatakan keislamannya. Saad bin abi waqash sekitar 17 tahun, pun demikian dengan Mus'aib bin Umair, Thalhah dan Zubair. Sedang Ali bin Abi Thalib masuk Islam sejak masa kanak-kanak. 

Dalam Al Qur'an banyak sosok pemuda yang menginspirasi. Jangan lupakan Nabi Daud as., Harun as., Musa as., Yusuf as. dan Yahya. Pemuda yang kisahnya sampai diabadikan menjadi nama surat adalah pemua Al Kahfi yang menolak musyrik lalu ditidurkan oleh Allah selama 300 tahun lebih di sebuah gua. Ada juga pemuda dalam kisah Ashabul Ukhdud, dimana si pemuda enggan melepas Islam dan berhasil membawa satu kota beriman dan syahid dibakar dalam parit - parit yang diisi api.

Satu kesamaan dari pemuda-pemuda diatas adalah semangat dan sepak terjang mereka melakukan perubahan. Keimanan menjadikan mereka meninggalkan kesenangan dunia. Saat pemuda lain asyik dengan masa muda, mereka malah berlajar agama. Saat pemuda -pemuda lain asyik dalam sebuah permainan, maka mereka malah serius memikirkan kelurusan aqidah.

Sebagai pemuda di akhir zaman, bisa jadi tantangan yang ada lebih berat dari sebelumnya. Terlalu banya hal-hal yang melenakan para pemuda dari urusan agama dan akhirat. Iblis dan konco-konconya membungkus dunia sedemikian indah hingga sulit ditolak pesonanya. Kesuksesan di usia muda malah sering menggerus sifat zuhud, qanaah. Hingga tanpa sadar pemuda berbaju shalih pun menjadi agen-agen dunia.

Dulu, ketika saya masih muda ada sosok sahabat yang sering diceritakan terkait pemuda dengan seluruh daya tariknya. Dalam bayangan saya, Mus'aib adalah sosok pemuda yang secara fisik sangat menarik, kalo dijaman now bisa diajak jadi anggota boyband atau jadi seorang idol ( hehehe halu jaman dulu enggak kepikiran sih, pokoknya keren aja ). Lalu begitu mengenal Islam berubah drastis.  Tampilannya tak lagi semerbak mewangi dengan jubah-jubah khas Arab yang mewah.

Mus'aib layaknya pemuda dengan sifat pemberaninya bisa jadi tidak terlalu berpikir jauh akan konseskuensi pilihannya. Dan dengan seluruh tekadnya pula dia menghadapi ujian, tekanan bahkan penolakan dari keluarganya. Sampai-sampai dia pun mengalami susah makan, susah minum, tidur di tempat kotor. Yang semua itu berpengaruh pada penampilannya. Bahkan sampai ketika beliau menemui kesyahidan, Rasulullah sampai terharu melihat selembar kain yang tidak mencukupi menutup tubuhnya. 

Itulah satu teladan pemuda yang berhasil melewati ujian dunia dan memenangkan keimanan dalam kehidupannya. Dan saya yakin saat ini pun ada pemuda-pemuda seperti Mus'aib, seperti Saad bin Abu Waqqash, seperti Umar bin Khattab, bahkan seperti Ali bin Abi Thalib ( radiyallahu anhum ), yang kelak akan jadi pemuda-pemuda yang menjadi ikon perubahan, dan cemerlang karena keimanan dan geraknya sebagai agen kebenaran. Wallahu a'lam bishowab






Minggu, 08 Agustus 2021

Dzulhijjah Story - Ismail Pun Mengalami PJJ


Bismillahirrahmanirrahim

Hampir 18 bulan kita berada dalam musim pandemi. Banyak kebiasaan baru yang akhirnya  terbentuk. Mulai dari pakai masker, rajin cuci tangan, antri vaksi, kerja dari rumah dan jangan lupa belajar jarak jauh.

Awalnya bisa jadi gagap, asing, terseret-seret sampai senewen. Ibu -ibu  mengeluh karena pembelajaran secara online ini menambah beban pekerjaan. Murid-murid yang tak paham apa-apa selama sekolah daring. Guru yang kerepotan karena harus on sampai tengah malam menunggu tugas -tugas yang masuk, dan hal lainnya yang akhirnya membawa kita pada kata  'bisa'.

Jauh sebelumnya, ribuan tahun yang lalu Ismail as., pun pernah mengalami kondisi seperti ini. Berpisah dari ayahnya ( guru utamanya ), ditengah keterbatasan fasilitas. Tanpa gadget, wifi, internet.  Bahkan kebutuhan pokok untuk bertahan hidup pun sulit di dapat. 

Sekian tahun kemudian, sang ayab Ibrahim as., datang dengan perintah Allah untuk menyembelihnya. Lalu terjadilah percakapan yang keindahannya diabadikan dalam Al Qur'an, "Wahai Ayahku tersayang ( Abati ), lakukanlah apa yang diperintahkan ( Allah ) kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."

Bagaimana bisa Ismail tumbuh begitu sabar, tabah dan pemaaf ( halim )?

Dialah Sayyidah Hajar yang ternyata menjadi kunci suksesnya pembelajaran jarak jauh ala Ismail waktu itu. Jika Hajar tidak tabah, banyak mengeluh, pasti Ismail pun akan menjadi pribadi yang lemah dan cengeng. Jika Hajar selalu berprasangka buruk pada takdir Allah,  maka Ismail akan menolak apa yang perintahNya. Jikalau Hajar kurang tawakal maka pastinya Ismail pun akan tumbuh menjadi anak pendemdam.

"Jika ini ketentuan Allah, maka aku yakin Allah tak akan menyia-nyiakan hambaNya." Inilah kalimat Hajar yang menunjukkan betapa kuat dan yakinnya beliau pada pertolongan Allah Swt.

Pandemi ini mengembalikan pada peran utama seorang ibu, madrasatul ula untuk anak-anaknya. Bersemangatlah duhai para ibu, yakin Allah tidak akan membiarkan upayamu sia-sia...

Akhir Dzulhijjah 1442
Masih Dzulhijjah story
By Ummi Ayesha

Sabtu, 07 Agustus 2021

Ridha Dan Resep Bahagia

Bismillahirrahmanirrahim
Semalam saya ikutan sebuah kajian tentang Nabi ibrahim as di IG streaming. Dan setelah sinyal yang menggoda timbul tenggelam, Alhamdulillah kegiatan bisa diikuti. Dan agar tetap teringat saya tuliskan di sini ya. Semoga bisa jadi pengingat khususnya buat saya dan umumnya untuk kita semua. 

Yuk mulai... 


Di zaman pandemi ini, rasa-rasanya kata bahagia itu sangat mahal. Padahal bahagia sangat penting untuk menaikkan imun. Dan imun yang kuat akan membuat kita 'strong' juga menghadapi makhluk Allah super kecil yang bernama virus covid 19 ini.

Bagaimana bisa bahagia, kalau ternyata penghasilan seret. Bagaimana bisa hepi kalau banyak kebiasaan baru yang bikin diri terasa makin terasing. Harus dirumah saja, menghadapi anak-anak yang bikin puyeng karena belajar online. Ya, kalau sinyal dan gadget bersahabat. Kalau lagi ngambek pasti emosi naik sekian tinggi, mirip level pedas seblak deket rumah.

Bagaimana bisa bahagia kalau ternyata diri dan keluarga terpapar covid. Mesti isoman yang bikin makin gugup. Percaya deh, saya sudah mengalami dan kalau kurang kuat iman, imun dan semangat bakalan down dan lama bangkitnya.

Bagaimana bisa senyum kalau ternyata diuji dengan kehilangan anggota keluarga tersayang. Saya sendiri begitu tahu ibu kemungkinan terpapar di kampung sana, sempet susah tidur.  Ya, Rabbanaa... khawatir sekali terlebih setiap hari mendengar kabar beberapa tetangga dan teman alumni sekolah ada yang berpulang.

Saat diuji dengan kesedihan, kehilangan sebenarnya sikap yang dilakukan adalah sabar. Dan langkah pertama adalah menerima ketetapan Allah. Yakin Allah itu Maha Baik, maka yakin saja ketetapanNya pun pasti baik untuk hambaNya.

Lalu ingatlah bahwa semua yang dimiliki adalah milik Allah. Kita hanya pihak yang dititipi dan diberi ijin untuk menggunakannya dalam jangka batas waktu tertentu. Jadi jika sewaktu-waktu sang pemilik memintanya kembali ya sah-sah saja.

Susah?
Berat?
Sedih?
manusiawi kok, tapi jangan berlama-lama. Jangan juga berlebihan sampai meraung - raung dan tidak menerima takdir. 

Ada dua kisah ideal tentang husnudzan dan tawakal penuh pada Allah. Yaitu  Ibunda Hajar -saat ditinggalkan di Bakkah-  dan Ummu Sulaim saat mendapat ujian anaknya meninggal.  

Mari kita lihat ending dari dua kisah ini. Ismail yang menjadi pribadi halim ( sabar, tabah, taat, patuh dan pemaaf ) mewariskan sifat itu pada Muhammad Saw., satu- satunya keturunan beliau yang jadi nabi dan rasul. Lalu anak yang didatangkan Allah sebagai ganti anak yang meninggal  dari Ummu Sulaim melahirkan 7 keturunan yang semuanya pemikul Al qur'an, masyaa Allah tabarrakallah.

Artinya, yakinlah saat kita menerima takdir Allah maka ada takdir baik juga yang menanti. 
Saat kita bisa menerima ketetapan Allah saat itu kita bisa bahagia. 

masih Dzulhijjah story
By Ummi Ayesha
catatan hasil menyimak kisah Ibrahim as

Minggu, 13 Desember 2020

Inspirasi Hari Ibu

Beberapa waktu lalu, setelah melihat sebuah iklan di televisi, dua bocah kecilku mulai membuat rencana. "Bang, ayo kita bikin kue atau pudding untuk hadiah pas Hari Ibu." usul si nomer 5.

"Ah, ya... seru kayaknya. Ayo." sambut saudaranya gembira. Lalu keduanya sibuk mereka-reka rencana yang tentu saja saat terdengar justru geli yang terasa.

"Ibu, apa kalau hari ibu kita harus kasih hadiah?" Bungsuku tampak penasaran.

"Tidak, sama seperti ulang tahun, kita juga tak diharuskan memberi hadiah atau kado."

"Trus kalo ada Hari Ibu, apa ada Hari Ayah, Hari Anak?" Kakak si bungsu ikutan berdiskusi.

Saya mengangguk. "Ada, hari ayah kalo tidak salah 12 November dan hari anak 23 Juli. Semua ada sejarahnya. Ada asal usulnya."

"Lalu apa sejarah Hari Ibu?" 

Saya terangkan sekilas tentang sejarah hari ibu dengan bekal setipis ingatan pelajaran sejarah. Intinya tentang pendidikan bagi kaum ibu. Terlepas dari kontek peringatannya di zaman now yang berubah menjadi hari mengenang kasih ibu. Ahh... rasanya sebagai seorang ibu saya juga senang kalau dalam satu tahun ada istilah cuti sesaat dari aktifitas domestik. Walau pada kenyataannya itu nonsens.

Berkaitan dengan pendidikan bagi kaum ibu, saya tercenung dengan pendapat seorang pujangga asal Kairo Mesir :

Sebagai sosok pertama yang akan ditanya  pertama kali oleh anaknya  dalam konteks apapun, seorang ibu memang dituntut memiliki keluasan wawasan dan ilmu. Di zaman ini di mana internet sudah masuk ke dalam rumah-rumah mestinya bisa menjadi jalan belajar lebih mudah bagi kaum ibu. Terlebih di musim BDR seperti ini, dimana peran guru diserahkan di pundak-pundak pada ibu. 

Saya yakin sekali, pendidikan itu tidak mesti di dapat di bangku sekolah atau kuliah. Seringnya pendidikan yang tinggi dengan gelar berderet-deret tidak menjamin seorang bisa menjadi pengajar apalagi pendidik. Yang marak sih, pendidikan tinggi malah melahirkan tuntutan untuk bekerja sebagai bukti ijazah yang sudah didapat.  Malah jadi pertanyaan saat anaknya lulus S1 atay S2 kerjanya ngurus anak saja, katanya sayang kuliah mahal...

Pendidikan bisa didapat dari taklim, belajar langsung dari ibu- bagaimana melaksanakan peran istri dan ibu- melalui sharing bahkan obrolan ringan antara ibu dengan anak. Seorang teman safar saya pernah mengungkapkan pendapatnya tentang suksesnya seorang ibu mendidik anak perempuannya adalah saat si anak menyadari dan melaksanakan tugasnya sebagai istri dan ibu yang baik. 

Saat mendengarnya saya terkekeh pelan, mengingat tahun-tahun pertama dalam rumah tangga. Seandainya tidak ingat menikah adalah ibadah, pastinya ego yang akan dimunculkan. Jika tidak ingat bahwa berumah tangga adalah atas nama Allah pasti akan main-main atau minimalnya tidak akan serius. Jika tidak mengingat ada pahala ada syurga, tidak pernah bersungguh-sungguh dalam memperbaiki diri.

Pendidikan seorang menjadi ibu bukan sekedar pada pekerjaan domestik seorang wanita saja. Mencuci bisa saja diserahkan ke loundry atau mesin cuci. Memasak bisa juga diganti oleh makanan warteg, warung padang dan warung-warung lainnya. Tapi lebih ke arah visi misi hidup itu sendiri. Bukankah berumah tangga adalah cara untuk membuat sebuah generasi yang berarti menjaga keberlangsungan kehidupan itu sendiri?

Mendidik seorang ibu dimulai dari mengenal diri di hadapan Sang Khaliq dan tugas-tugasnya berkaitan dengan makhluk. Agar ketika dituntut hormat pada suami, dia merasa Allah-lah yang menyuruhnya. Pun saat dia diminta taat, itu oun dalam rangka taat pada Allah. Sehingga saat mendidik anak pun yang pertama dikenalkan adalah Allah sebagai pemilik dan penguasa hidup. Sehingga saat merasa lelah menjalani proses mendidik anak yang panjangnya melebihi ular naga ( hahaha ya iya kalii ) akan bisa kembali meminta pertolongan dan bersandar pada-Nya.

Ahh... anggaplah saya terlalu serius, atau mungkin tidak suka something sweets seperti menunjukkan kasih sayang. Atau tipe kaku dan konservatif yang bau tanah. Karena  menjelang hari ibu saya terlalu serius memikirkan apa saya sudah menyiapkan anak -anak gadis saya menjadi ibu dari generasi yang bisa jadi lebih milenial dari yang sekarang. Ah... kalau terlalu berat senyumin saja, tidak perlu panggil Dylan untuk ikut menanggungnya 😅😅😅.