Sabtu, 07 Agustus 2021

Ridha Dan Resep Bahagia

Bismillahirrahmanirrahim
Semalam saya ikutan sebuah kajian tentang Nabi ibrahim as di IG streaming. Dan setelah sinyal yang menggoda timbul tenggelam, Alhamdulillah kegiatan bisa diikuti. Dan agar tetap teringat saya tuliskan di sini ya. Semoga bisa jadi pengingat khususnya buat saya dan umumnya untuk kita semua. 

Yuk mulai... 


Di zaman pandemi ini, rasa-rasanya kata bahagia itu sangat mahal. Padahal bahagia sangat penting untuk menaikkan imun. Dan imun yang kuat akan membuat kita 'strong' juga menghadapi makhluk Allah super kecil yang bernama virus covid 19 ini.

Bagaimana bisa bahagia, kalau ternyata penghasilan seret. Bagaimana bisa hepi kalau banyak kebiasaan baru yang bikin diri terasa makin terasing. Harus dirumah saja, menghadapi anak-anak yang bikin puyeng karena belajar online. Ya, kalau sinyal dan gadget bersahabat. Kalau lagi ngambek pasti emosi naik sekian tinggi, mirip level pedas seblak deket rumah.

Bagaimana bisa bahagia kalau ternyata diri dan keluarga terpapar covid. Mesti isoman yang bikin makin gugup. Percaya deh, saya sudah mengalami dan kalau kurang kuat iman, imun dan semangat bakalan down dan lama bangkitnya.

Bagaimana bisa senyum kalau ternyata diuji dengan kehilangan anggota keluarga tersayang. Saya sendiri begitu tahu ibu kemungkinan terpapar di kampung sana, sempet susah tidur.  Ya, Rabbanaa... khawatir sekali terlebih setiap hari mendengar kabar beberapa tetangga dan teman alumni sekolah ada yang berpulang.

Saat diuji dengan kesedihan, kehilangan sebenarnya sikap yang dilakukan adalah sabar. Dan langkah pertama adalah menerima ketetapan Allah. Yakin Allah itu Maha Baik, maka yakin saja ketetapanNya pun pasti baik untuk hambaNya.

Lalu ingatlah bahwa semua yang dimiliki adalah milik Allah. Kita hanya pihak yang dititipi dan diberi ijin untuk menggunakannya dalam jangka batas waktu tertentu. Jadi jika sewaktu-waktu sang pemilik memintanya kembali ya sah-sah saja.

Susah?
Berat?
Sedih?
manusiawi kok, tapi jangan berlama-lama. Jangan juga berlebihan sampai meraung - raung dan tidak menerima takdir. 

Ada dua kisah ideal tentang husnudzan dan tawakal penuh pada Allah. Yaitu  Ibunda Hajar -saat ditinggalkan di Bakkah-  dan Ummu Sulaim saat mendapat ujian anaknya meninggal.  

Mari kita lihat ending dari dua kisah ini. Ismail yang menjadi pribadi halim ( sabar, tabah, taat, patuh dan pemaaf ) mewariskan sifat itu pada Muhammad Saw., satu- satunya keturunan beliau yang jadi nabi dan rasul. Lalu anak yang didatangkan Allah sebagai ganti anak yang meninggal  dari Ummu Sulaim melahirkan 7 keturunan yang semuanya pemikul Al qur'an, masyaa Allah tabarrakallah.

Artinya, yakinlah saat kita menerima takdir Allah maka ada takdir baik juga yang menanti. 
Saat kita bisa menerima ketetapan Allah saat itu kita bisa bahagia. 

masih Dzulhijjah story
By Ummi Ayesha
catatan hasil menyimak kisah Ibrahim as

Tidak ada komentar:

Posting Komentar