Jumat, 12 September 2025

Cerita 2025- Persiapan Anak Mondok sampai Kuliah ke Luar Negeri ( Bag 3 )

Bismillahirrahmanirrahim... 


Di bagian 2 kita sampai ke bagian Teteh mencoba lolos bagian administrasi di LPDP karena LoA nya dianggap masih bersyarat,  bukan LoA yang pasti ( belum fix dia diterima di Lund University). Saya sebagai orang tua hanya bisa terus memberikan pikiran positif dan juga semangat. 

Dan bagi kalian yang mau ikut lomba atau beasiswa, kita ikuti saja alur yang sudah ditetapkan panitia. Termasuk di sini adalah masa sanggah, maka lakukan saja, meski harus bolak-balik kirim email ke pihak Lund. 

Setelah masa sanggah selesai, Teteh kembali merasa pesimis. Karena tidak ada keterangan apapun dari pihak LPDP. Kalau pihak Lund ( Swedia ) itu fast respon, selama email dikirim masih hari kerja, dibalas cepet kok. Beda ya sama di sini, kadang terkesan di PHP gak sih hehehe, karena panitia terkesan diem-diem bae...😁

Selama masa menunggu itu datanglah pengumuman dari pihak Pemerintah Swedia yang menyatakan kalau dia tidak lolos mendapatkan beasiswa. Sedih ya sudah pasti. Fyi beasiswa dari pemerintah Swedia ini untuk master dan doktor memang ditujukan untuk profesional ya. Jadi kalian harus sudah pernah kerja dan punya pengalaman. 

Apalagi setelah dapat info kalau dia hanya masuk daftar tunggu di beasiswa Belgia. Saya mengarahkan untuk ikutan beasiswa ke negara lain, seperti Australia dan New Zealand. Terakhir dia ikutan MEXT ( Jepang ).  Bahkan ikut Beasiswa PMDSU ( pendidikan master menuju doktor sarjana unggul ), atau nawarin daftar ke almamaternya ( ITB ) atau kampus di sini, tapi anaknya gak mau. Kayaknya masih penasaran bisa gak ya kuliah ke luar negeri. 

Agar anak tetap semangat, saya suka bilang, "Ibu itu dulu punya prinsip setiap ikut lomba menulis atau mengirim artikel ataupun outline buku, kirim- lupakan -lalu kirim lagi - kirim lagi yang lain."  Yang artinya, jangan mudah menyerah, setiap usaha kita akan menemukan jalan rezekinya sendiri. Bayangin kalau tidak pernah mencoba, bagaimana akan dapat hasilnya kan?

Saya juga selalu bilang, beasiswa itu rezeki dari Allah, yang datangnya pada waktu yang tepat. Sama seperti, jodoh, kematian juga kelahiran. Gak bisa dipaksa dipercepat atau diperlambat. So... sabar saja dan selalu positif thingking sama takdir Allah. Karena Allah itu Maha Presisi, mendatangkan pada waktu dan orang yang tepat. 

Wawancara LPDP dan Merawat yang Sakit
Qadarullah bulan Mei saya sakit. Dan sebagai anak perempuan satu-satunya yang sedang ada di rumah, dia yang merawat saya. Menyiapkan sarapan, makan siang sampai malam. Saat itu Teteh sendiri mencoba legowo karena belum dapat jadwal tes wawancara LPDP. Padahal temen-temennya sudah berkabar mereka sudah ada jadwal bahkan sudah wawancara.  Ya, mungkin kali ini  belum rezekinya, dia pun sudah bersiap mencoba lagi bach 2 dan mulai cari-cari info beasiswa yang lain.

Tapi begitulah Allah menguji setawakal apa hambaNya, saat dia sudah berlapang dada tiba-tiba ada pemberitahuan kalau jadwal wawancara LPDP di akhir Mei. Dan Alhamdulillah kondisi saya juga sudah mulai membaik sehingga Teteh bisa lebih fokus mempersiapkan wawncaranya.

Satu lagi, saat itu rumah tetangga sedang direnovasi jadilah konsisi rumah tidak tenang, kurang kondusif untuk wawancara. Mana tidak boleh pakai earphone saat zoom jadi agak dag dig dug. 

Di hari wawancara dari jam 09.00, dia sudah stand by, sudah berlatih menjawab pertanyaan-pertanyaan. Karena suara yang berisik, akhirnya Teteh ke rumah tetangga. Minta baik-baik ke tukang untuk pause dulu pekerjaannya 1 jam ( selama wawancara ). Alhamdulillah pak tukang setuju ( haturnuhun pa...).

Dari kamar saya mendengarkanTeteh menjawab pertanyaan yang diajukan 3 panelis. Overall lancar dan cukup memuaskan. Alhamdulillah, pengalaman 3 tahun jadi asisten dan kegiatannya selama di kampus cukup  bisa menggambarkan bagaimana rencana studi yang dia tulis di essai. Dia juga menceritakan aktifitasnya aktif di organisasi sampai pengalaman pernah ikut lomba. 

Jadi bagi kalian yang mau coba ikut beasiswa, selain IPK tinggi,   coba untuk aktif berorganisasi, UKM atau komunitas,  rajin kalaupun tidak ya pernah ikut lomba kalau bisa  yang berkelompok ( team ) yang menggambarkan kalian bisa kerja sama dengan orang lain dan berperanlah di masyarakat. Bisa dengan jadi relawan di komunitas atau yayasan yang nyambung dengan minat bakat kalian.

Menunggu memang suka bikin gelisah ya gaess. Nah, karena itu Teteh mulai lagi cari-cari info lagi beasiwa yang buka bulan Juni. Ketemulah dia info beasiswa ke Canada, dan dia pun mulai serius menyiapkan berkas pendaftaran. Dia juga membuat portofolio untuk mencoba kerja freelance dengan mengumpulkan hasil gambar dan beberapa desain yang pernah dibuatnya. Teteh memang suka mendesain baik itu flayer,  infografis bahkan PPT ( dan ini dibayar oleh temannya - dan ini yang membuatnya PD untuk jadi freelance di bidang desain ).

Jadi Awardee LPDP dan Persiapan Keberangkatan ( PK )

Tanggal 19 Juni 2025, bisa disebut tanggal penting karena siangnya si bungsu dapat kabar keterima di pesantren, dan malamnya hampir setengah 1 dini  hari Teteh nangis dan bilang dia lulus LPDP. Agak loading awalnya baru peluk dia dan bilang Alhamdulillah, barakallah berarti jadi dong ke Swedia.

Sebelum pengumuman LPDP tepatnya setelah dapat info gagal beasiswa dari pemerintah Swedia, Teteh sudah mengajukan penangguhan pembiayaan kuliah ke pihak universitas. Dan begitu lulus LPDP dia pun mempelajari alur cairnya beasiswa sampai keberangkatan. 20 Juni kirim email untuk konfirmasi ke LPDP dan ke Lund. Dari pihak kampus dapat tanggapan akan dibalas pada hari  Senin karena waktu itu akhir pekan (Sabtu) dan di sana sedang hari libur perayaan  nasional .Sedang dari pihak LPDP dapat info disuruh nunggu sampai  tanggal 30 Juni.

Hari Senin 23 Juni dapat balasan dari Lund kalau dia masih bisa ikut perkuliahan.  Tapi harus ada berkas yang disiapkan , yaitu   LOG letter of Garanty ( yang bertanggung jawab terhadap pembiayaan dia di Swedia ). LOG ( dikeluarkan oleh LPDP ) ini akan diteruskan oleh pihak Lund University ke bagian imigrasi agar Teteh dapat ijin tinggal di Swedia.

23 Juni dapat balasan dari LPDP dan dia mulai nengurus masa Persiapan Keberangkatan dan perjanjian bagi awardee ( penerima beasiswa ) - memenuhi ketentuan dari LPDP. 25 Juni surat PK beres, tapi LOG belum turun karena kepotong cuti bersama 27-30 juni ( Tahun Baru Islam ). Alhamdulillah 30 Juni ada zoom dengan pihak LPDP dan LOG turun. Selanjutnya dia harus cari tempat tinggal karena dulu ketika penangguhan pembayaran dia gak ikut ngewar asrama Lund University. 

Allahumma yassir walaa tiassyir  hanya minta  ke Allah agar dimudahkan saja semua urusan Teteh aamiin.

Jadi buat kalian yang punya sudah punya LoA tapi masih terkendala pembiayaan kuliah ( UKT ) mending cari tempat tinggal saja dulu yaa... 

Cukup susah untuk dapat tempat tinggal di Lund. Bulan Juli Agustus memang sedang waktu liburan, sehingga kebanyakan warga kota Lund tidak ada di tempat. Karena sedang liburan ya mereka slow respon kalo ada email yang menanyakan tentang penyewaan tempat tinggal.

Alhamdulillah dari PPi Swedia ada yang memeberi info dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang umum diajukan mahasiswa baru. Sampai akhirnya Teteh diarahkan untuk cari tempat tinggal di luar Lund, yaitu Malmo.

Selanjutnya Teteh buka rekening yang sesuai dengan LPDP,  dan bikin janji dengan kedutaan Swedia di Jakarta untuk mengurus ijin tinggal ( bukan visa karena dia akan di Swedia selama 2 tahun- sementara visa hanya ijin masuk dan tinggal selama 30 hari ). Sambil ngumpul-ngumpulin  koper, baju, makanan termasuk barang-barang yang akan dibawa ke Swedia. Dia juga harus ikutan PK dan beberapa kali ketemuan sama kakak-kakak PPI Swedia secara offline di Bandung. Sambil terus menyiapkan mental untuk berangkat ke luar negeri.


Keberangkatan 
Tanggal keberangkatan sudah ditentukan yaitu 18 Agustus. Mungkin karena capek dan banyak pikiran, dia agak ngedrop dan pilek agak lama. Dia juga menyelesaikan tugas di Komunitas Dikara semaksimal dia ada di Bandung, jadi dia pergi itu enggak ninggalin pekerjaan buat relawan lainnya di komunitas itu.
Perjalanan hampir 18 jam, dari Jakarta Doha sekitar 9 jam, transit 1-2  jam lalu terbang lagi ke Copenhagen selama hampir 8 jam. Dilanjut nyebrang ke Swedia pakai kereta 35 menit. MasyaaAllah kebayang jetlag nya. Makanya dia memilih lke kost an di Malmo karena enggak kuat kalau langsung ke kampus.

Alhamdulillah, gak kerasa udah hampir 1 bulan Teteh di sana, udah kuliah juga hampir 2 pekan, udah jalan-jalan ke Lund bahkan sempat keliling Copenhagen. 

Ayah ibu hanya bisa bantu doa, menitipkan anak ke pemilik sejati, Allah ta'ala. Semoga selalu dalam penjagaan Allah aamiin allahumma aamiin..

Alhamdulillah selesai juga ya temen-temen semoga gak bosen dan bermanfaat...
barakallahu fik









Minggu, 07 September 2025

Cerita 2025- Persiapan Anak Mondok sampai Kuliah ke Luar Negeri ( Bag 2)

Bismillahirrahmanirrahim...

Ikutan Jalur Mandiri dan UMPTKIN
Sebelumnya kita udah sering diskusi sama anak tentang beberapa rencana. Jika gagal UTBK mau coba ujian apalagi. Oh iya, awalnya kami memang tidak mau mengambil ujian mandiri yang ada uang IPI nya ( uang pangkal- gampangnya ). Kalaupun mau ikut ujian mandiri maka yang non IPI.

Dari niatan itu kita pun memilih beberapa kampus yang mengadakan ujian mandiri non IPI. Di Instragram ada beberapa postingan yang menjelaskan hal itu, akhirnya kita searching dan pilihan jatuh masih di SMUP UNPAD jalur prestasi non akademik.  Satu diantaranya ada jalur menghapal kitab suci ( tahfidz ) dan nilai UTBK. 
Apalagi di pengumuman dari panitia tidak ada batasan berapa banyak juz yang dihapal, jadi anak pun lumayan pede ikutan. Berbagai syarat-syarat coba dipenuhi termasuk membuat portofolio yang diunggah di saluran YouTube. 

Melihat nilai UTBK akhirnya anak ganti pilihan di ujian mandiri. Dia ambil jurusan Ekis dan kesejahteraan Sosial. 

Ujian pemeriksaan tahfidz dilakukan secara online, dan kata anak sih dia cukup lancar pas sambung ayat. Bismillah harapan selalu ada, kencengin doa dan tawakal. Pasrahkan semua hasil pada takdir Allah karena takdir Allah itu yang terbaik.

Sebelumnya dia sudah daftar ke UIN juga mau ikut jalur UMTKIN. Dan sudah diskusi juga sama ustadzah nya di pondok akhirnya pilih jurusan Manajemen Keuangan Syariah, KPI dan Ekonomi Syariah. Pilihan itu diambil menimbang passing grade serta akreditasi jurusan.

Juni 2025 yang Berkesan
Tanggal 19 Juni itu bertepatan dengan pengumuman Beasiswa LPDP dan pondok si bungsu . Tanggal 30 Juni adalah pengumuman UMPTKIN. Dan Allahumma ala kulli hallin, ketiganya dapat hasil terbaik. Abang keterima di pondok pesantren, teteh jadi awardee LPDP bach 1 2025 dan Mbak keterima UIN di pilihan pertama. Sementara SMUP UNPAD jadi cadangan pertama di pilihan pertama, ternyata tidak ada yang mengundurkan diri jadi fix gagal.

Saya sering bertanya tahun depan mau coba UTBK lagi gak, kalau masih penasaran sama HI. Mbak mikir lalu menggeleng. Enggak ah, kayaknya cape deh. Mau fokus aja belajar di UIN.  

Oke, saya pun hanya tersenyum, tapi kalau ternyata minat ikut UTBK lagi, gak papa kok. Ibu sama ayah mah dukung aja. Kalau mau coba kampus negeri lain di Bandung  boleh,  ke Solo bareng si nomer 2  juga boleh.  Mbak cuma manggut-manggut dan bilang  "Lihat nanti aja lah..."

Kerja atau Lanjut S2?
Nah, sekarang giliran si sulung atau yang biasa kami panggil Teteh.
Setelah lulus tahun 2024, setiap ditanya mau ngapain jawabannya selalu gak tahu. Mau kerja bingung, agak gak minat. Mau lanjut S2 belum kebayang mau ambil apa. Oke kita pun gak mau maksa atau terkesan ngeburu-buru. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk lanjut jadi asisten praktikum di ITB yang sudah ditekuninya sejak dua tahun sebelumnya. 

Hikmahnya dia jadi punya circle yang bisa diajak diskusi rencana ke depan. Teman-teman yang udah kerja duluan kasih masukan, pun teman-teman yang lanjut fastrack di ITB tak lupa kasih pendapat. Kakak tingkatnya yang lanjut S2 juga kasih peluang dan penawaran barangkalo mau kulaih S2 di Jepang. 

Semua itu dipikirkan dan diskusikan dengan saya ( seringnya ). Dan saya juga kasih masukan atau sekedar usul. Dia pun sampai pada niatan, "Kalau Teteh kulaij S2 di luar negeri boleh gak?"

Saya spontan jawab, ya boleh-boleh saja, pakai beasiswa  kan? Teteh langsung jawab iya dong. Bukan karena masalah keuangan saja sebenarnya,   tapi saya ingin melihat seberapa kuat niat dan menjalani prosesnya. Saya pun laporan ke pak suami dan beliau pun sepemikiran sama saya. 

Dapat honor sebagai asisten, Teteh ijin bikin pasport. Katanya kalo mau daftar ke kampus luar negeri itu sebaiknya jangan pakai KTP, pakai pasport akan lebih memperlihatkan kesiapan kita.  Oke, kita pun mengijinkan. Mulailah dia daftar secara online dan war jadwal wawancara offline.  Alhamdulillah walau sempet misuh-misuh dapat juga jadwal wawancara dan jadilah dia punya pasport.

Proses selanjutanya mulai cari info- info beasiswa. Karena ada syarat IELTS maka dia mulai ngumpulin uang lagi untuk ujian IELTS. "Pinjam uang dulu ya Yah, aku mau ikutan IELTS."

"Kalau pinjam gak ada, kalau minta ada insyaallah." 

Setelah negosiasi alot akhirnya si anak mau pakai uang ayahnya untuk bayar les dan ujian IELTS. Secara psikologi anak pertama saya paham sih, anak pertama itu paling tahu beban orang tuanya. Dengan janji dapat honor asisten dibalikin. Itu pengalaman pribadi sih, karena saya pun anak sulung hehehe. Apalagi dia hapal adiknya ada yang kuliah kedokteran dan UKT nya bikin pening setiap tiba waktu bayar ( walau kampus negeri  dan bukan UKT maksimal). Belum lagi adik- adiknya yang lain ada yang mondok dan kuliah juga.

Awalnya mau ikutan ujian di JKT, tapi ternyata di Bandung juga ada. Akhirnya dia pilih ambil yang di Bandung dan ini pengalaman dia pake KRL dari Kiara Condong ke Pasir Kaliki. Alhamdulillah dapat nilai 92 atau 91 dari nilai maksimal 120. Walau agak kecewa tapi karena sudah bisa dipakai untuk daftar beasiswa ya sudah yaa... bisa nerima juga.

Pertama dia daftar ke Swedia, daftar ke kampus dan juga beasiwa dari pemerintah Swedia. Dia juga daftar ke Belgia, New Zeland, Australi dan coba ikut MEXT Jepang ambil kampus di Hokaido. Ada yang gratis ada juga yang berbayar. Nah, selain Swedia, yang diikuti Teteh gratis ya men temen. Di Swedia ini kayak ada biaya ikut UTBK  gitu, biaya daftar ke beberapa kampus di Swedia. Kalau di Swedia begitu daftar ke kampus di Swedia kita bisa langsung daftar ke beasiswa pemerintah Swedia. Begitu juga dengan di Belgia.

Januari kirim pendaftaran ke Swedia, Maret dapat pengumuman keterima di Lund University  ( nantinya dipakai untuk daftar LPDP ) tapi untuk beasiswa masih nunggu sampai April. Sementara dari Belgia dapat email keterima di KU Leuven dan pengumuman beasiswanya nunggu 4 pekan lagi. 

Sementara dari New Zealand dan Australia tidak ada kejelasan info kapan pengumumannya. Sementara beasiswa MEXT yang paling akhir diikuti ( setelah dia daftar LPDP ) dapat info gagal. Setelah menunggu, dari Swedia tidak lolos beasiswanya dan daru Belgia masuk daftar tunggu.

Awardee LPDP 2025
Awalnya Teteh ragu-ragu mau ikut LPDP karena persaingannya yang ketat. Tapi sebuah pencerahan didapat saat dia ikut kegiatan komunitas Dikara, yang intinya kenapa khwatir mencoba, hanya karena takut gagal. Padahal kalau tidak pernah mencoba kita juga tidak tahu kualitas diri kita bagaimana. Dan apa yang kita takuti belum tentu juga terjadi. 

Bismillah setelah mendapat wejangan dan tips membuat essay akhirnya diapun mantap mendaftar LPDP. saat pengumuman seleksi administrasi ternyata dia gagal. Saya tanya kenapa? katanya LOA nya masih belum pasti karena waktu itu pengumuman resminya memang belum keluar. Dari pihak kampus baru mengirim email kalau dia keterima di Lund. 

Ada masa banding kan? tanya saya lagi. Coba dipakai, jangan menyerah duluan. tempuh semua proses agar gak nyesel nantinya. Setelah bertanya ke awardee LPDP tahun - tahun sebelumnya Teteh mau mengajukan banding. Dia kirim email minta format LOA yang sesuai format LPDP keterangan dari pihak Lund kalau LoA nya sudah pasti. Setelah menempuh proses banding saya selalu mensupport anak untuk tawakal. Pasrahkan sama Allah, karena Allah tahu yang terbaik untuk kita.

Lanjut ke part 3 yaa...








Kamis, 04 September 2025

Cerita 2025 - Persiapan Anak Mondok sampai Kuliah ke Luar Negeri ( Bag 1 )

Bismillahirrahmanirrahim 
gak kerasa tahun 2025 sudah berlalu 9 bulan, dan baru ada pingin nulis lagi di blog. Ngisi blog yang suwung...hehehe ( pemalasan emang...)

Sesuai dengan judul, kali ini mau menulis tentang pengalaman selama tahun 2025 membersamai 3 anak melanjutkan pendidikannya. Ya, tahun ini tahun panen dalam artian ada 2 anak -tepatnya- yang lanjut pendidikan ke jenjang selanjutnya. Karena yang satu lagi sudah lulus tahun 2024.

Si Bungsu lulus SD
Gak kerasa 6 tahun berlalu dan akhirnya bocil kesayangan lulus SD. Awal masuk pas saya dan suami lagi safar haji, jadilah dia sering bolos. Ada aja alasannya, dari mulai ogah pakai baju olah raga, sampai bete dari sejak bangun tidur. Kakak-kakaknya yang sibuk dengan sekolah masing-masing juga enggan maksa. Apalagi kalau anaknya sudah mewek, ya sudahlah... ditinggal saja di rumah sama yang jaga.

Kelas 1 Semester dua covid mulai melanda, dan akhirnya PJJ sampai kelas 2 nya. Kelas 2 sampai kelas 3 PJJ dan rolling masuk disesuaikan dengan jadwal. Kelas 4 -6 bisa sekolah lagi secara normal, alhamdulilah.

Sejak si bungsu masuk sekolah, emaknya terpaksa jadi macan ternak, alias ojeg langganan. Padahal dulunya emaknya lebih suka duduk manis dibonceng pak su, atau naik ojol ataupun ongpal. Jadi hikmah terbesar si bungus masuk SD adalah emaknya berani momotoran kemana-mana sendir, alhamdulillah.

Karena pas ada kebijakan pelarangan perpisahan dari gubernur Jabar yang baru, jadilah konsepnya expo dan pentas seni. Yang memang sesuai judul juga ditampilkan kreatifitas anak,  ada juga pameran hasil karya anak dan bazar dari adik tingkatnya. Yang jelas free ya alias gratis.


Oh iya, karena si bungsu juga sekolah madrasah setiap pulang sekolah, tahun ini pun dia lulus DTA Al Barokah. Jadi dia lulus punya dua ijazah, sekolah dan madrasah.


Pilih Masuk Pondok
Sejak awal bocil satu ini memang tidak minat melanjutkan ke SMP baik negeri maupun swasta. Dia hanya pingin masuk pondok. Sebagai orang tua kita juga melihat minat si anak memang seperti itu. Ditambah kesiapan dan kemandirian anak juga oke, fiks kita mulai mencari-cari pondok pesantren yang tepat untuk anak.

Kenapa gak bareng sepondok dengan kakaknya?  Banyak yang bertanya kayak gini, mengingat 3 anak yang lain juga mondok. Dan beda-beda lho pondok pesantrennya. Kami selalu menjawab, disesuaian dengan minat dan bakat anak. Makanya ada yang mondok di pondok tahfidz, di pondok modern Muhammadiyah, di pondok KMI. 

Demikian juga dengan si bungsu yang akhirnya jatuh ke pondok salaf satu ini.

Kabar baiknya si bocil betah di pondok, kemarin pas ada jadwal penjengukan, si anak terlihat ceria dan adaptasinya bagus, alhamdulilah.


Dua anak kuliah 
Nah, lanjut ke anak yang akan lanjut kuliah. Yaitu si sulung dan si nomer 4 yang biasa dipanggil Teteh dan Mbak.  
Perjalanan Mencari Kampus Terbaik
Ngomongin kampus terbaik bukan dilihat dari rangking kampus atau predikatnya ya, tapi terbaik bagi si anak dari Allah. Karena yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah kan, pun sebaliknya.

Mbak ini bisa dibilang berprestasi di pondok dan MA nya. Selama 3 tahun bisa menghapal 5 juz, jadi ketua osis di pondok pesantren, biasa tampil pidato pake bahasa Inggris, mengajar dan membimbing santri juniornya. Di MA pun dia rangking 1 untuk program IPS dan masuk eligibel yang bisa ikutan SNBP. 

Saat SNBP dia mili Unpad jurusan HI dan Ekonomi syariah. Qadarullah ternyata dia gagal. Anaknya cukup kecewa karena nilai dia memang bagus, tapi takdir berkata lain. Gak mau berlama-lama kecewa dia mulai menyiapkan diri untuk UTBK.  

Mendaftar UTBK di pondok karena masih ada beberapa ujian yang harus dijalani. Dan pulang beberapa minggu sebelum UTBK. Sama kita ditawarin ikut bimbel online UTBK, anaknya akhirnya cari info dan ikutlah bimbel pembahasan soal UTBK. Dan sebelum UTBK, dia belajar mandiri dengan latihan soa yang didapat di internet.

Mbak kembali pilin Unpad jurusan yang sama dengan saat UNBP. Mungkin masih penasaran dengan Hubungan Internasional. Ya sudahlah walau kita sudah coba kasih masukan, tapi tetap anak 'keukeuh' dengan keinginannya. Kita sebagai orang tua ya mendukung saja dengan doa semoga mendapatkan hasil sesuai keinginan.

Qadarullah, UTBK pun gagal. Pas lihat nilainya ternyata bahasa Inggris justru dapat nilai paling kecil dan itu yang bikin nilai UTBK nya kecil. Justru pelajaran matematika nya paling tinggi. Jadi sepertinya dia memang salah ambil jurusan hehehe.

Berlanjut ya di part 2