Kamis, 04 September 2025

Cerita 2025 - Persiapan Anak Mondok sampai Kuliah ke Luar Negeri ( Bag 1 )

Bismillahirrahmanirrahim 
gak kerasa tahun 2025 sudah berlalu 9 bulan, dan baru ada pingin nulis lagi di blog. Ngisi blog yang suwung...hehehe ( pemalasan emang...)

Sesuai dengan judul, kali ini mau menulis tentang pengalaman selama tahun 2025 membersamai 3 anak melanjutkan pendidikannya. Ya, tahun ini tahun panen dalam artian ada 2 anak -tepatnya- yang lanjut pendidikan ke jenjang selanjutnya. Karena yang satu lagi sudah lulus tahun 2024.

Si Bungsu lulus SD
Gak kerasa 6 tahun berlalu dan akhirnya bocil kesayangan lulus SD. Awal masuk pas saya dan suami lagi safar haji, jadilah dia sering bolos. Ada aja alasannya, dari mulai ogah pakai baju olah raga, sampai bete dari sejak bangun tidur. Kakak-kakaknya yang sibuk dengan sekolah masing-masing juga enggan maksa. Apalagi kalau anaknya sudah mewek, ya sudahlah... ditinggal saja di rumah sama yang jaga.

Kelas 1 Semester dua covid mulai melanda, dan akhirnya PJJ sampai kelas 2 nya. Kelas 2 sampai kelas 3 PJJ dan rolling masuk disesuaikan dengan jadwal. Kelas 4 -6 bisa sekolah lagi secara normal, alhamdulilah.

Sejak si bungsu masuk sekolah, emaknya terpaksa jadi macan ternak, alias ojeg langganan. Padahal dulunya emaknya lebih suka duduk manis dibonceng pak su, atau naik ojol ataupun ongpal. Jadi hikmah terbesar si bungus masuk SD adalah emaknya berani momotoran kemana-mana sendir, alhamdulillah.

Karena pas ada kebijakan pelarangan perpisahan dari gubernur Jabar yang baru, jadilah konsepnya expo dan pentas seni. Yang memang sesuai judul juga ditampilkan kreatifitas anak,  ada juga pameran hasil karya anak dan bazar dari adik tingkatnya. Yang jelas free ya alias gratis.


Oh iya, karena si bungsu juga sekolah madrasah setiap pulang sekolah, tahun ini pun dia lulus DTA Al Barokah. Jadi dia lulus punya dua ijazah, sekolah dan madrasah.


Pilih Masuk Pondok
Sejak awal bocil satu ini memang tidak minat melanjutkan ke SMP baik negeri maupun swasta. Dia hanya pingin masuk pondok. Sebagai orang tua kita juga melihat minat si anak memang seperti itu. Ditambah kesiapan dan kemandirian anak juga oke, fiks kita mulai mencari-cari pondok pesantren yang tepat untuk anak.

Kenapa gak bareng sepondok dengan kakaknya?  Banyak yang bertanya kayak gini, mengingat 3 anak yang lain juga mondok. Dan beda-beda lho pondok pesantrennya. Kami selalu menjawab, disesuaian dengan minat dan bakat anak. Makanya ada yang mondok di pondok tahfidz, di pondok modern Muhammadiyah, di pondok KMI. 

Demikian juga dengan si bungsu yang akhirnya jatuh ke pondok salaf satu ini.

Kabar baiknya si bocil betah di pondok, kemarin pas ada jadwal penjengukan, si anak terlihat ceria dan adaptasinya bagus, alhamdulilah.


Dua anak kuliah 
Nah, lanjut ke anak yang akan lanjut kuliah. Yaitu si sulung dan si nomer 4 yang biasa dipanggil Teteh dan Mbak.  
Perjalanan Mencari Kampus Terbaik
Ngomongin kampus terbaik bukan dilihat dari rangking kampus atau predikatnya ya, tapi terbaik bagi si anak dari Allah. Karena yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah kan, pun sebaliknya.

Mbak ini bisa dibilang berprestasi di pondok dan MA nya. Selama 3 tahun bisa menghapal 5 juz, jadi ketua osis di pondok pesantren, biasa tampil pidato pake bahasa Inggris, mengajar dan membimbing santri juniornya. Di MA pun dia rangking 1 untuk program IPS dan masuk eligibel yang bisa ikutan SNBP. 

Saat SNBP dia mili Unpad jurusan HI dan Ekonomi syariah. Qadarullah ternyata dia gagal. Anaknya cukup kecewa karena nilai dia memang bagus, tapi takdir berkata lain. Gak mau berlama-lama kecewa dia mulai menyiapkan diri untuk UTBK.  

Mendaftar UTBK di pondok karena masih ada beberapa ujian yang harus dijalani. Dan pulang beberapa minggu sebelum UTBK. Sama kita ditawarin ikut bimbel online UTBK, anaknya akhirnya cari info dan ikutlah bimbel pembahasan soal UTBK. Dan sebelum UTBK, dia belajar mandiri dengan latihan soa yang didapat di internet.

Mbak kembali pilin Unpad jurusan yang sama dengan saat UNBP. Mungkin masih penasaran dengan Hubungan Internasional. Ya sudahlah walau kita sudah coba kasih masukan, tapi tetap anak 'keukeuh' dengan keinginannya. Kita sebagai orang tua ya mendukung saja dengan doa semoga mendapatkan hasil sesuai keinginan.

Qadarullah, UTBK pun gagal. Pas lihat nilainya ternyata bahasa Inggris justru dapat nilai paling kecil dan itu yang bikin nilai UTBK nya kecil. Justru pelajaran matematika nya paling tinggi. Jadi sepertinya dia memang salah ambil jurusan hehehe.

Berlanjut ya di part 2













Tidak ada komentar:

Posting Komentar