Selasa, 02 Mei 2017

Renungan Hardiknas : Sudahkah Menjadi Pendidik Untuk Anak?


Kemarin saya bingung, kok pak suami pake baju batik. Dengan santai dia menjawab, "Upacara, Mbu..." Dan bel di kepala saya langsung berdering. Yup, hardiknas karena bertepatan dengan tanggal 2 Mei. Paksu yang bekerja di sebuah Lembaga Pendidikan Tinggi ( walau bukan dosen ) tetap kena kewajiban upacara.

Lalu di beranda medsos pun berseliweran tentang hardiknas. Banyak yang mengucapkan selamat, tak sedikit yang merenung , menerawang mengingat kembali saat-saat menjadi pendidik di sebuah lembaga pendidikan. Saya -alhamdulillah- pernah juga menjadi guru formal di depan kelas. pernah juga jadi guru privat dan hampir 14 tahun menjadi pendidikan anak-anak sendiri di rumah. Tapi pas kemarin, tetap saja merenung sudahkah menjadi pendidik untuk anak-anak?

Karena, sejatinya mendidik dan mengajar memiliki perbedaan yang jelas. Mendidik ibarat menanam benih, merawat, membesarkan hingga kelak bisa melihat apa yang ditanam berbunga dan berbuah. Sedang mengajar lebih pada aspek menjadikan tahu dari apa yang sebelumnya belum tahu ke lebih tahu. Itu lah kenapa mendidik manusia sepanjang usia manusia itu sendiri, dan butuh satu desa atau masyarakat untuk mendidik seorang anak. Sedangkan mengajar bisa dalam tempo sesingkat-singkatnya, tergantung daya tangkap yang diajar. :)

Mendidik anak dalam Islam tidak akan jauh dari tuntunan Al Qur'an dan Sunnah Nabi Saw.  Mendidik anak juga tidak hanya fokus pada target duniawi, karena Nabi mengingatkan pada hasil didikan orang tua ketika nanti di akhirat. Bahwa anak bisa jadi penolong juga bisa jadi penuntut yang menyebabkan orang tua tidak selamat. Ya, anak memang anugrah sekaligus ujian untuk orang tuanya. 

Belajar dari Lukmanul Hakim

Adalah Lukmanul Hakim seorang yang shalih, ahli ibadah dan mendapat karunia pengetahuan hikmah yang luas yang namanya diabadikan dalam Al Qur'an. Terkhusus tentang bagaimana dia selaku pendidik untuk anak-anaknya. Untuk generasi penerusnya yang bisa menjadi qurrota a'yun dan termasuk dalam golongan orang-orang shalih. Generasi yang mensyukuri dan menghargai kehadirannya di dunia ini, sehingga hidup dijalani untuk memenuhi fitrahnya.

1. Pondasi dasar aqidah yang kuat
Sebelum anak diberi macam-macam pembiasaan perintah ibadah macam sholat atau menutup aurat, maka  yang pertama dilakukan orang tua adalah membangun podasi aqidah yang kuat. Yaitu mengenalkan sumber aqidah tauhid atau mengenalkan anak pada penciptanya, Allah Swt. Keimanan ini ditanamkan sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Tentu saja oleh ibu sebagai madrasah pertama anak-anaknya.

"Dan ( ingatlah ) ketika Lukman berkata pada anakya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : 'Hai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan ( Allah ) adalah benar-benar kedzaliman yang besar'." QS. Lukman  ( 31 ):13

2. Pendidikan agama yang utama
Banyak orang tua yang kecewa saat anaknya dapat nilai jelek di ujian atau rapor. Mereka merasa apa yang sudah dilakukan selama ini banting tulang memenuhi kebutuhan anak-anak sia-sia tidak berarti. Amat sedikit orang tua yang sedih saat anaknya melalaikan shalat, menunda-nunda shalat bahkan meninggalkannya. Mereka merasa ah..., nanti kalau tua dan butuh sholat juga bakalan akan shalat. Padahal, Pak Bu..., shalat itu adalah tiang agama dan ciri pertama dari keislaman seseorang. Disebut Islam jika dia terlihat menegakkan shalat. 

Demikian juga yang diajarkan  Lukman. Bahkan dia menambahi untuk menyuruh atau ada potensi tabligh, syiar , menasehati manusia pada perbuatan baik dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.

"Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah." QS. Lukman ( 31 ): 17 

3. Pendidikan Akhlak
Jangan artikan akhlak sebagai adab semata, tapi akhlak meliputi adab, perilaku, karakter seseorang. Maka seseorang yang memiliki pondasi yang kuat semestinya memiliki aklak yang paripurna, yang mulia seperti dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Yaitu seperti Qur'an berjalan. Dimulai dengan pendidikan dengan teladan dan kebiasaan yang baik. Bagaimana agar seorang muslimah bangga berjilbab dan tidak mudah lepas pakai jilbab, pastinya karena dicontohkan oleh orang terdekatnya, ibu dan saudara-saudara perempuannya.

Kemarin sore, sulung saya bilang kalau teman-temannya satu SD yang notebene SDIT ternyata ketika melanjutkan SMP pada lepas jilbab. Bahkan mereka seperti tidak ada bekas-bekas pernah hafiz juz 30, atau pendidikan menutup aurat. Padahal justru di SMP mereka putri-putri cantik ini memasuki usia baligh yang terkena kewajibab dan larangan. hiks so sad deh...

Di QS. Lukman ayat 18-19, diceritakan bagaimana Lukman mendidik anak-anaknya agar berakhlak karimah, yaitu tidak boleh sombong dan angkuh dengan alasan Allah tidak menyukai hal itu.
Dalam hadist juga dijelaskan bahwa pemberian budi pekerti yang baik dari seorang ayah lebih utama dari harta, seperti dalam hadist berikut :

"Tidak ada pemberian yang lebih utama dari seorang ayah kepada anaknya kecuali budi pekerti yang baik." HR. At Thirmidzi

4. Menanamkan Tanggung Jawab
Alangkah sedihnya jika memiliki anak-anak yang tidak tanggung jawab. Jika laki-laki maka dia akan menjadi pemimpin yang lemah yang tidak akan dipatuhi anak istrinya. Jika perempuan, maka dia akan menjadi seorang istri yang durhaka karena susah dididik ke arah kebaikan dan kebenaran oleh suaminya.
Terlebih jika kita mengingat bahwa kehidupan yang dijalani semua akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Maka, sebaik-baik orang tua adalah yang mengajarkan anaknya untuk memiliki sifat tanggung jawab. Bahwa apa yang akan ditanam itu lah yang akan dipanen. Bahwa kebaikan akan berbuah kebaikan demikian juga sebaliknya.

Sebenarnya masih banyak poin-poin lagi dalam pendidikan anak menurut Islam. Saya cukupkan 4 dengan harapan semua point ini sudah terpenuhi oleh para orang tua sehingga kita dengan yakin bisa memanen hasil pendidikan kita pada anak kelak, di dunia maupun di akhirat. Aamiin... semoga ya Rabb. Wallohu a'lam bishowab



Tidak ada komentar:

Posting Komentar