Jumat, 15 Juli 2016

Mudahnya Mendidik Anak


Ramadan kemarin saya berkesempatan bertemu guru saya dalam sebuah taklim. Dan tiba-tiba beliau pun bercerita tentang seminar parenting yang beberapa waktu diikutinya. "Nara sumbernya psikolog lukusan universitas ternama, tapi pas ngasih tips lebih mirip ustadz." Kok bisa?

Begini ceritanya, saat para peserta seminar fokus mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh nara sumber, ada pertanyaan yang langsung membuat mata melek, "bu-ibu mau tahu tips mudah mendidik anak?"

Wuahh...  Kepala-kepala langsung mengangguk. Telinga disiapkan agar tak satu pun kata yang terlewat. " Yakini mendidik anak itu mudah, semudah Allah menghadirkan sang anak dalam rahim ibu-ibu semua."

Setelah mendengar ucapan sang nara sumber, banyak yang terperangah juga tersipu malu. Selama ini, sebagian dari kita banyak yang sibuk cari teori paling mutakhir tentang mendidik anak.  Kalau perlu impor dari peneliian atau pola pendidikan yang diterapkan di negera maju, baik Eropa, Amerika maupun Asia.

Kadang kita merasa mendidik anak adalah pekerjaan diri tanpa campur tangan Allah. Padahal yang Maha Mendidik adalah Allah, seperti dalam Qs Al Alaq : 5. Bagi Allah adalah perkara yang mudah mendidik manusia. Apalahi anak-anak yang disebut Rasulullah masih suci, layaknya kertas putih. Semudah menghadirkannya dalam rahim. BagibAllah adalah perkara yang mudah menyuburkan rahim yang bisa jadi divonis dokter kering atau mustahil untuk dijadikan tempat tumbuh janin.  Bahkan istri nabi Zakaria yang secara usia sudah udzur yang menurut medis  jika hamil bisa mendatangkan banyak masalah, tetap mudah untuk hamil saat Allah menghendaki.

Kadang kita bingung, anak sudah disekolahkan dengan kurikulum Islami terbaik, kalau perlu sampai membuat kurikulum yang menurut diri terbaik.  Dimasukkan ke pesantren atau menghadirkan guru yang paling berkualitas. Tapi hasilnya lebih mirip api jauh dari panggang. Anak-anak tidak tumbuh seperti yang direncanakan. Seringnya mengecewakan dan malah  tumbuh berlawanan arah dengan harapan.

Kadang kita begitu pusing mendidik anak yang jumlahnya tidak lebih dari  jari-jari dalam satu tangan. Kita dibuat pening dengan perilaku anak yang susah diatur. Lebih banyak ngeyel bahkan membangkang. Anak yang kita jaga asupan gizi nya, yang kita lindungi dari penderitaan dan kesulitan, yang dipenuhi dengan kasih sayang malah besar dengan kurang kecakapan dan kemandirian. Banyak yang malah menyusahkan orang tuanya setelah besar. Nasehat yang terlontar tidak pernah diindahkan, hanyaa angin lalu.

Tapi, ada juga sebuah keluarga yang anaknya berlimpah ( hehehe ) tapi begitu kompak. Anak-anak berprestasi bukan dari akademik semata, tapi memiliki pemahaman yang baikndalam agama, juga mandiri. Ada juga yang hafidz beberapa jus Qur'an, hapal tentang sejarah Islam, dan santun.

Lalu apa yang salah dalam pendidikan anak dan pola asuh yang kita terapkan? Bukan pula saya mengajak untuk memiliki anak banyak. Bukan sekali lagi bukan, itu mah kesepakatan suami istri yang akan menjadi orang tua. Tapi...., mungkin karena kita kurang percaya Allah akan memudahkan. Sementara mereka yang memiliki banyak keturunan, karena kecemasan meninggalkan keturunan yabg lemah ( lemah iman sih karena materi mah bisa dicari ), mereka memperkuat gantungan kepada Allah ( isti'anah ). Mereka selalu berharap kemudahan dan pertolongan dari Allah.

Mendengar penuturan ini saya langsung ingat suatu waktu dimana tiba-tiba memiliki 4 orang balita. Si sulung 4 tahun, si kembar 2 tahun dan adiknya yang mendekati 10 bulan. Setiap bangun tidur selalu dihadapkan pada kondisi khawatir dan cemas. Apalagi kondisi keuangan tidak memungkinkan menyewa ART, jadilah pekerjaan rumah tangga banyak yang ditunda.

Ajaibnya saya banyak menemukan kemudahan yang didatangkan Allah, teman yang secara rutin mengirim berbox-box susu untuk kebutuhan si sulung dan si kembar.Warung makan yang dekat dan banyak pilihan ( jadi pekerjaan masak utuk sarapan dan makan siang bisa diganti untuk mengasuh anak heheheh ), anak-anak yang tumbuh dengan baik. Bahkan si kembar tidak mengalami hambatan saat belajar jalan atau pun urusan makan. Secara, saat mengasuh si sulung banyak sekali susahnya hehehehehe

Memang, saya juga sempet merasakan fruatasi, emosi pun kadang meledak-ledak. Tapi dengan taklim dan mendekatkan diri pada Allah, sedikit demi sedikit mulai bisa memahami bahwa semua ini adalah lahan riyadoh yang disiapkan Allah untuk saya dan pasangan menjadi lebih baik, menjadi orang tua yang dewasa. Kalau menyitir dari nasehat seorang Ustadz muda, bahwa seorang muslim bukanlah manusia yang sempurna, tidak pernah gagal. Tapi manusia yang bisa menjadikan kegagalan sebagai langkah untuk menjadi sukses ( melewati ujian hidup lho... ) dan naik tingkat keimananan.

Jadi, jangan dipisahkan antara mendidik anak dengan keimanan. Jangan jauhkan teori pendidikan anak dengan doa serta pengharapan kepada pertolongan Allah. Karena Allah itu mengikuti persangkaan hambanya, maka berbaiksangka lah pada Allah ♡♡♡

Ingin dimudahkan dalam mendidik anak, turn back to Allah, perbaiki keimanan. Yakin Allah akan memudahkan  dan minta pertolongan selalu dari Sang Maha Perkasa. Yang terakhir jangan lupa untuk menolong agama Allah, jika ingin ditolong Allah ( intanshurullah yanshurkum )

Wallohu A'lam bishowab.

2 komentar:

  1. Husnudzon pada Allah bahwa Dia akan memudahkan ya, Ummu... Sharingnya keren. Terima kasih.

    BalasHapus
  2. Sama-sama Ummi, ini pengingat buat saya sendiri khususnya. Maklum suka lupa hehehhe

    BalasHapus