afrakidsdepok.com |
Enggak sengaja, tadi pagi saya nyalain tivi sambil nyetrika. Ehh..., nemu acara yang cukup menarik tentang parenting di sebuah channel tivi swasta nasional. Dan lebih menariknya lagi karena temanya tentang peran ayah dalam mendidik anak. Yup..., bicara tentang parenting atau pola asuh, kesannya hanya untuk ibu-ibu. Padahal, kaum ayah pun harusnya paham betul tentang tumbuh kembang buah hati. Karena apa? kalau lah ibu adalah guru atau sekolah pertama bagi sang buah hati, maka ayah adalah kepala sekolah atau penanggung jawab dari pendidikan itu sendiri. Wow..!! ( geleng-geleng kepala kok bisa aku nulis koyo ngono hehehe, abaikan saja ya...)
Ada yang menarik dari ungkapan sang psikolog di siaran itu, bahwa kedekatan sosok ayah dengan anaknya ( terutama anak perempuan ) akan terbawa hingga si anak dewasa bahkan berpengaruh pada rumah tangga si anak kelak. Anak perempuan yang cenderung mendapatkan kasih sayang dan dekat dengan si ayah, maka dia akan merasa aman dalam rumah tangganya. Sementara anak perempuan yang tidak menemukan sosok ayahnya di rumah setelah berumah tangga pun cenderung merasa tidak aman. ( saya pake bahasa sendiri ya.., kalau ada salah-salah dikit maaf loh hehehe). Benar atau tidaknya, ya... lihat saja pada rumah tangga masing-masing.
Ada sebuah kisah dimana seorang anak perempuan begitu membenci sang ayah. Mungkin dalam hidupnya ayah adalah sosok yang mengecewakan. Bisa jadi karena melakukan perbuatan yang menyakiti ibunya. Kebencian di masa kecil itu terus terbawa hingga dia dewasa. Bahkan, dia bisa dikatakan alergi terhadap pernikahan. Mungkin perbuatan yang dilakukan ayahnya sudah memberikan trauma yang dalam di hatinya.
Saya, alhamdulillah punya hubungan cukup dekat dengan Abah. Saya belajar menulis, membaca, berhitung dan mengaji sama Abah. Pernah saat saya pergi liburan ke Magelang, saya jatuh sakit. Abahlah yang bermimpi saya datang dengan wajah pucat. Akhirnya setelah tiga kali saya datang dengan wajah pucat dalam mimpi, Abah pun datang menjemput ke Magelang. Dan setelah Abah meninggal pun, jika saya merasa kangen atau gelisah, saya biasanya bermimpi Abah dan bangun dalam kondisi bahagia.
Dalam buku sirah, Rasulullah pun menunjukkan perannya sebagai pendidik dan sangat sayang terhadap putri-putrinya. Masih ingatkan bagaimana Rasulullah melindungi Zainab yang saat itu diceraikan oleh suaminya yang masih musyrik. Atau saat Rasulullah memilihkan pemuda terbaik hasil didikannya untuk Fathimah Azzahra. Rasulullah sering menyambut Fathimah dan memintanya duduk di dekatnya, padahal Fathimah sudah berumah tangga. Bahkan ditengah kesibukannya mengurus umar. beliau masih meluangkan waktu untuk bersama mendidik cucu-cucunya. Beliau bersabda bahwa seorang ayah yang mendidik anak-anaknya adalah lebih baik daripada bersedekah sebesar 1 sa’ di jalan Allah.
Ada juga kisah Nabi Luth yang begitu mengharukan, menyelamatkan anak-anak perempuannya di tengah masyarakat yang rusak. Masyarakat yang mungkin sudah seperti jaman sekarang, dimana LGBT sudah sangat wajar. Bahkan diperjuangkan dan terus dikenalkan sebagai sesuatu yang wajar, bukan sebagai sebuah penyimpangan apalagi kesalahan. Hemmm....
Juga kisah Lukmanul Hakim yang diabadikan dalam Al-Qur'an tepatnya dalam QS: Lukman (31): 13
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”
Para ulama yang juga sibuk pun tidak melupakan urusan mendidik anak. Mereka tidak segan-segan turun tangan langsung dalam mendidikan anak-anak perempuan mereka tentang ilmu Al-Qur'an. Mereka tidak serta merta menyerahkan urusan mendidik anak pada istri-istri mereka dan beralasan sibuk dengan urusan umat. Hemm..., apakah yang sudah dilakukan para ayah di masa ini? Pernah kah mereka menunjukkan kasih sayang sebesar yang ditunjukkan Rasulullah pada Fathimah? Pernahkah mereka mengantar dan membimbing anak-anak mereka untuk berwudhu dan shalat dengan benar. Atau kah pernahkah mereka menasehati agar anak-anaknya tidak melakukan perbuatan dosa, seperti layaknya yang telah dilakukan oleh Lukmanul Hakim? Atau mereka langsung atau serta merta melempar urusan anak terhadap para istri?
Memang seharusnya mendidik anak adalah tugas sepasang orang tua. Artinya ayah dan ibu harus bekerja sama dalam memelihara, membimbing dan mendidik buah hati mereka. Dari seorang ayah, anak akan berlajar kepemimpinan, kedisiplinan, spiritual dan kemandirian. Sedang dari ibu, anak akan belajar tentang kasih sayang, perasaan juga kerja sama.
Dulu, saya suka protes kalau suami mengoreksi cara anak -anak yang wudhunya asal-asal an. Tapi saya akhirnya menyadari dan malah mensyukuri apa yang sudah dilakukan olehnya. Di Ramadhan kemarin dia malah membuat training shalat untuk anak-anak di rumah. Seperti layaknya guru agama di sekolah, anak-anak diajari satu-satu, praktek satu-satu ( galakan dia mungkin hahahaha ). Anak-anak belajar naik sepeda, berenang, memancing juga dari ayah mereka. Dia juga sering mengingatkan saya untuk lebih perhatian dalam hal urusan kewanitaan terhadap sulung saya yang sudah memasuki usia remaja. Bahkan kadang saya merasa dia lebih cerewet, sampai-sampai bertanya," Si Teteh sudah diajari pakai pembalut belum ? "
Rasanya, saat ini banyak sekali ayah-ayah 'hebat' bertebaran. Apalagi yang lulusan perguruan tinggi, wah... buanyak sekali. yang bertitel dan memiliki kedudukan penting juga lebih dari cukup. Mestinya jika mereka melakukan perannya dalam mendidik putra-putri mereka, akan terbentuk generasi muda yang hebat juga. Jika kaum muda sekarang belum hebat, bahkan kadang terkesan tidak berkualitas, mungkin karena para ayah hebat ini masih jauh juga dalam memerankan perannya sebagai pendidik anak-anaknya. Wallohu a'lam...***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar