Minggu, 21 Juni 2015

Rindu dalam Semangkuk Bubur



Hari ini si bungsu Omar mogok makan. Apa saja yang saya tawarkan dia geleng kepala. Bahkan roti isi coklat kesukaannya pun hanya digigit sedikit. Padahal beberapa minggu terakhir, selera makan Omar sedang bagus. Setelah lepas ASI dia bisa makan lebih dari tiga kali sehari. Cemilan, macam roti, kue-kue, dan buah pun dia doyan.Dan hebatnya, dia lebih suka makan sendiri dari pada disuapi.

"Adik mau ibu suapin?" Seperti yang sudah diperkirakan, Omar menolak. "Makan pake sup ayam mau?" Saya masih mencoba membujuknya.

Saat dia menggeleng, saya mulai berpikir apa mungkin dia sedang tidak enak badan. Dari kemarin dia sudah bersin-bersin, ditambah sedikit meler. Mungkin dia merasa tenggorokannya sakit. "Omar mau bubur?" Hasilnya, dia mengangguk.

Sayang hari itu adalah hari terakhir bulan Sya'ban. Banyak pedagang yang pulang kampung untuk tradisi nyekar dan munggahan. Termasuk pedagang bubur langganan kami. Buburnya gurih tapi tidak berlebihan. Rasanya mengingatkan saya pada bubur buatan Mamah. Meski dibuat dengan bahan-bahan seadanya, rasanya sangat nikmat dan betul-betul saya ingat sampai sekarang.

"Bu, telepon Mbah Uti lagi enggak aktif." Ujar si sulung setelah berkali-kali mencoba menghubungi Mamah.Tapi paling juga jawaban Mamah standar banget, ya... kamu atur saja sendiri. Kalau kita tulus dan buatnya pake sayang pasti enak.

Hemm..., alhasil saya pun nekad membuat bubur dengan bahan-bahan yang ada di dapur. Kata penjual bubur langganan, "Membuat bubur itu yang penting sabar. Api kecil saja, agar tidak gosong dan tekstur bubur pun lembut. Aduk-aduk terus ya. " Oke..oke, saya pun mengikuti semua tips yang sudah didapat.  Hasilnya, secara tampilan tidak terlalu mengecewakan. Tapi dari segi rasa jauh dari bubur buatan Mamah.

Saya pun cari akal, bahan apa yang bisa memberi rasa gurih yang enak plus sehat. Yup..., akhirnya nemu juga sepotong keju Kraft di kulkas. Ah ya..., kemarin sore anak-anak memang request pisang keju. Dan kejunya tentu saja Kraft yang terkenal lezat, bergizi dan tersedia dalam aneka kemasan sesuai kebutuhan.

Api dikecilkan, lalu taburkan keju Kraft yang sudah diparut ke dalam bubur. Aduk-aduk sebentar lalu matikan api. Terus aduk hingga keju betul-betul larut dalam bubur. Dan saat mencobanya, taraaa.... rasanya gurih dan lezat. Omar saja sampai nambah tiga kali sekali makan. Rasanya, puas sekali. Dan ingin cepat-cepat cerita ke Mamah tentang rahasia bubur gurih ala saya  hehehe

Sore harinya, Mamah baru bisa dihubungi. Ternyata hp habis batere. Saya pun cerita banyak hal pada Mamah, sebaliknya Mamah menceritakan seputar berita daerah eh kampung kami. "Karena Adik Omar  sudah disapih, perhatikan  gizinya ya.., apalagi susunya jangan kurang." Mamah wanti-wanti.

"Oke Mah, kalau bosan susu, keju pun dia suka." Jawab saya terharu. Bagaimana pun Mamah adalah Mbah Uti yang sangat sayang dan perhatian dengan cucu-cucunya. "Mah, minta maaf lahir bathin biar hati makin bersih saat berpuasa. Dan ketemu lagi Lebaran nanti ya Mah, sehat-sehat ya...!"

Klik, telepon berakhir menyisakan rasa hangat di dada. Saya lirik lagi bubur keju yang sisa sedikit di panci. Dan saat gurih bubur memenuhi mulut saya, matur nuwun sanget nggih Mah, thanks for anything Mom, Hiks, batin saya penuh rindu.***

4 komentar:

  1. Hiks..jadi terharu..jadi kangen sama ibu saya juga nih..

    BalasHapus
  2. wah.. dikomentari Mbak Nurul ..., makasih ya Mak dah mampir. Aku belum sempet mampir kemana-mana, lha, dua balitaku belajar puasa, "kalemnya" menguras perhatian hehehe

    BalasHapus
  3. mamahnya so sweet :)

    BalasHapus