Minggu, 14 Juni 2015

Menuliskan Kenangan Masa Kecil

buku diary anak-anakku

Asli saya dibuat tertegun saat melihat episode 8 drama Full Throttle Girl ( Zenkai Girl ). Diceritakan Wakaba yang akan bertunangan dengan Shindo yang notebene anak konglomerat merasa bingung saat calon mertua ingin bertemu ayahnya. Sebabnya sangat jelas karena Wakaba ( Yui Aragaki ) berasal dari keluarga miskin. Ayahnya pernah mengalami kebangkrutan hingga Wakaba harus tumbuh dalam kondisi kekurangan. Belum lagi lilitan hutang yang membuat ayah dan anak itu sering disambangi lintah darat. Tapi karena usahanya yang sungguh-sungguh, Wakaba Ayukawa berhasil lulus Universitas Tokyo dan menjadi pengacara di sebuah perusahaan terkenal.


https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTH3l4OgMG1_-V1j8cKvFn5bMNlPCbh-KauA539CCrs3QLNyb8V

Mengetahui keinginan pihak calon suami, Wakaba asli bingung. Dia pun mengusulkan untuk mengirim telegram ( ceritanya sang ayah jauh dari Tokyo ) dengan catatan di berita agar sang ayah beralasan tidak bisa mendatangi kunjungan calon besannya. Wakaba betul-betul malu akan ayahnya yang miskin dan tidak keren tentunya. Tapi ternyata, sang ayah datang ke kantor Wakaba membawa kacang kedele rebus, sebagai tanda sukacitanya karena gadis semata wayangnya akan menikah. Dan Wakaba, bisa dipastikan sangat panik dan berusaha menyembunyikan sang ayah dari rekan kerja terutama dari sang calon suami.Ada satu adegan yang sangat menyentuh, saat Wakaba setengah memaksa ayahnya pulang ke apartemennya ( yang juga sangat kumuh dan jelek). Saat masuk lift dengan wajah memelas, si ayah bertanya,"Apakah kali ini aku membuat masalah lagi untukmu?" ( Duh..., mak clekit banget hati ini).

Cerita terus bergulir  dengan manis, menunjukkan bagaimana perasaan sayangnya sang ayah pada Wakaba. Bayangkan saja dalam kondisi begitu miskin, setiap kali ulang tahun Wakaba, sang ayah tetap berusaha menabung sebesar 2.705 yen. Dan laki-laki tua itu terus menabung sampai Wakaba menginjak usia 24 tahun ( pada usia ini Wakaba berencana menikah ). Dan tahu kah kalian dari mana angka 2.705 itu berasal? Jawabannya ada pada buku catatan ibu dan anak ( mungkin kalau di Indonesia apa ya... KMS gitu ya, hehehe ). Di buku itu tercatat perkembangan anak sejak lahir, masa imunisasi, penyakit yang pernah dialami anak, hingga anak usia TK ( enggak jelas juga sampai kapan).

"Dengan adanya buku ini ( buku catatan -red), walau dia berada jauh berkilo-kilo meter, tetap saja aku merasa dekat dengannya. Buku ini ibaratkan jimat untukku. Dan kelak akan menjadi harta karun untuk dia ( si anak-red)." Ujar ayah Wakaba yang suksek bikin air mata ini menggenang di sudut mataku, hiks.

Sebagai seorang ibu saya sangat memahami cerita drama itu. Hubungan orang tua dan anak memang tidak selamanya mulus. Ada kalanya anak sangat dekat dengan orang tua, lalu disaat mereka beranjak dewasa orang tua sudah mulai teralihkan oleh targetan hidup dan teman-teman sebaya. Bahkan ada yang menutupnya rapat-rapat sebagai episode yang tidak perlu diingat. Saya juga dulu mengalami, ada saat dimana saya tidak mau berpisah dengan orang tua, dan ada saat dimana sudah tidak ingin berlama-lama dengan orang tua hemm...Tapi Alhamdulillah, tidak pernah berusaha menyembunyikan kedua orang tua saya, baik Mamah maupun Abah. Bahkan saat bagi rapot SMA, teman saya langsung bisa mengenali kalau laki-laki berkopiah hitam yang baru saja masuk gerbang sekolah adalah bapak saya, "Bapak kamu dah datang tuh, hidungnya sama sih." Hahahaha

Ibu saya sangat suka mengenang masa kecil saya, seperti pernah beliau bilang sama sulungku ( Adzkiya),"Teteh, dulu ibu kamu itu persis kayak kamu waktu masih kecil. Suka sekali baca buku, bahkan makan pun sambil baca buku. akibatnya sering dimarahi Mbah Uti ama Mbah Kung." Atau,"Kamu kok makan seupa-seupa ( nasi sebutir-sebutir ), persis kayak ibu kamu, dulu kalau makan lama berjam-jam, habis makannya ya kayak kamu sedikit-sedikit."

Saya juga memahami masa kecil itu sangat berarti dalam membentuk kebahagiaan seseorang. Ada yang bilang bahwa di Indonesia, generasi yang lahir tahun 70an dan 80 an, adalah generasi yang sangat bahagia. Mereka tumbuh dengan kenangan masa kecil yang penuh kebahagiaan. Dimana masih ada sawah membentang sebagai tempat perang-perangan. Meski listrik hanya malam hari, tapi tetap asyik karena bisa tetap bermain di halaman lapang, walau sekedar main kejar-kejaran atau petak umpet. Ada sungai yang bisa dijadikan ajang berenang walau sesudahnya siap-siap kena marah karena mata merah dan kulir busik ( kusam hahaha). Masa yang memang  tidak semuanya mudah bahkan tidak ada ykata instan tapi sanggup membuat setiap anak bersemangat dan  mandiri sesuai usianya.Meski tidak didukung gadget dan informasi berlimpah tapi stimulus untuk tumbuh kembang anak sangat alami dan memadai, Subhanallah...

Saya pun ingin anak-anak saya memiliki ingatan yang banyak tentang masa kecil mereka. Makanya, saya menuliskan buku harian sederhana untuk mereka. Masing-masing anak memiliki satu buku. kadang saya tulis saat mereka ulang tahun, saat mereka terpapar sakit, juga saat mereka tertawa bahagia karena apa yang mereka raih. Kadang-kadang anak-anak yang sudah bisa membaca ( empat anak yang sudah besar-besar ) suka diam-diam membaca. Mereka kadang suprise dengan masa kecil mereka sendiri," Wah..., ternyata dulu aku pernah cacingan ya...," atau "Wah, aku dah gak pakai popok pas 1.5 tahun, hebat kan?"

Mungkin saat ini ingatan saya masih bisa merekam semua kejadian saat mereka lahir, tapi jika dituliskan pastinya akan terlupa juga. Saya ingat, si sulung lahir dengan bb 3.2 kg panjang 47cm senin sekitar pk. 23.00, atau si kembar yang lahir hari senin menjelang asar melalui operasi caesar, beda keduanya sekitar 5 menit dan beda beratnya hanya 100gram. Zuhdi 2.1 kg dan Zainab 2.0kg. Ayesha saat hari jum'at pas bulan Ramadhan tanggal 19, beratnya hanya 2.9 kg, El Hafidzi Hari kamis malam pk. 21.50 dengan berar 3.4 Kg, dan si bungsu Omar hari sabtu pk. 11.00 caesar juga dengan berat 2.9 kg. Panjangnya sekitar 45-47 cm.



Akhir-akhir ini saya memang mulai jarang menulis lagi buku diary anak-anak. Kadang mereka suka protes kok gak ada lanjutannya? Tapi dengan melihat drama tadi, saya jadi ingin menulis banyak hal di buku diary mereka. Saya ingin, kelak tulisan saya menjadi kenangan, harta karun bahkan hiburan saat mereka merasa sedih. Saya juga ingin melalui tulisan saya, mereka menyadari bahwa kehadiran mereka sangat berarti bagi ayah ibunya.

Saya juga suka mengabadikan moment yang bisa jadi sangat konyol, saat Mas Fidzi dan Adik Omar dengan antusias memelihara jangkrik, atau sekedar bermain air di halaman belakang.  Dan setiap kali kami merubungi laptop untuk memandang foto-foto masa kecil mereka, pasti seluruh ruangan diisi suara tawa berderai dan cerita-cerita manis penuh kenangan. Yah..., tumbuhlah menjadi orang yang berbahagia, yang bisa mensyukuri setiap episode hidup Nak!***
jangkrik peliharaan Mas El dan adik Omar
Adik dan Mas main Ikan
Asyiknya main air..., itu sikatnya asli baru dari toko hehehe




Tidak ada komentar:

Posting Komentar