Senin, 22 Juni 2015

Menumbuhkan Sikap Tanggung Jawab Pada Anak


Si Bujang dan Mas El
Awalnya, saya tidak menyadari ada yang aneh pada pintu kamar si bujang. Hampir satu jam saya mantengin laptop karena ada training on line yang sedang saya ikuti. Ternyata saat saya sibuk, si bujang pun sibuk mengutak-atik handle pintu kamarnya. Hasilnya, si handle malah seperti kayu patah, lumpuh. Kaget, itu lah yang saya rasakan saat melihat hasil kesibukan anak laki-laki ku itu. "Kenapa A, kok bisa kayak gini pintunya?" Tanya saya mencoba santai.

"Gak tahu!" Grrr... jawaban yang membuat saya
jadi emosi.

"Lho..., emang sama siapa? Bukankah yang sering utak-atik dan bolak-balik masuk kamar kamu ya cuma kamu?" Sebagai catatan pembaca, bujangku ini sangat protektif terhadap kamarnya. Ehemm..., dia bisa langsung marah-marah saat pulang sekolah dan mendapati kamarnya kurang rapi.

Si bujang kembali menggeleng dan tetap bungkam. Saya pun membiarkan apa yang terjadi dengan pintu kamar si bujang dan memilih sibuk di dapur menyiapkan makan siang si bungsu. Sesekali saya lirik aktifitasnya, dan masih saja mengurus pintu kamarnya. Saya menambah akting saya lebih tidak peduli. Si bujang pun sampai pada tahap dimana dia membongkar pegangan pintu kamar. Sekotak tool kit diboyongnya ke kamar, hasilnya kamar kecilnya berubah layaknya bengkel.

Saya ingat, dulu ketika kecil pun sering seperti itu. Jam weaker tua yang menjadi korban saya. Bongkar sana-sini dan akhirnya tak bisa dipasang lagi. sampai ada istilah terima bongkar bukan pasang hehehe. Dan melihat ulah si bujang, saya pun mulai berpikir untuk membiarkan dia bereksplorasi dengan seluruh rasa ingin tahunnya. Apalagi dia anak laki-laki, lha saya yang anak perempuan saja suka bongkar-bongkar jam dulu nya ( nyengir sendiri ).

Setelah tugas di dapur beres, saya mendatangi si bujang. "Gimana, pintu kamu sudah betul lagi?"

Si bujang menggeleng. Dan pegangan pintunya masih lumpuh layu ( duh...asli ngakak deh dibuatnya). Saya pun coba-coba memeriksa. Tampaknya ada bagian yang patah. Pintu bagian dalam normal-normal saja. Bisa dibuka dan ditutup. Tapi jika dari luar, kalau ditutup alhasil tidak bisa dibuka lagi. Hemm... berarti yang bermasalah di bagian luar, analisaku sudah melebihi tukang kayu amatiran plus serabutan ( hahaha).

Sebenarnya, bukan saya tidak mau turun tangan. Tapi saya membiarkan anak agar menemukan apa yang sebenarnya terjadi. Saya juga ingin anak memiliki rasa bertanggung jawab terhadap apa yang diperbuatnya. Memang, konyol dan ingin tahu adalah sikap wajar pada anak. Hingga kesalahan kerap kali dilakukan oleh anak.  Termasuk diantaranya berbuat kerusakan yang bisa jadi membuat para orang tua keheranan. Alih-alih memahami rasa ingin tahu anak, sering kali yang terlontar adalah ucapan nakal, destroyer dan julukan lain yang artinya tidak baik.

Seingat saya, dulu Abah hanya melonggo melihat waeker tuanya tercerai berai karena ulah saya. "Coba kamu pasang lagi, kalau bisa hebat berarti!" ujar beliau sambil pergi. Mungkin menenangkan pikiran hehehe. Tapi yang saya rasakan saat itu senang sekali, karena merasa mendapat mandat penting ( duh ini bocah ya...) untuk menyatukan bagian-bagian waeker sehingga utuh kembali. Dan saat saya tidak bisa, maka saya pun masih berani memajang casing weaker yang sudah mati sementara dalamnya tetap amburadul hehehe.

Nah, saya pun ingin seperti Abah, tidak menyudutkan anak. Tapi memberi kesempatan pada anak untuk berusaha memperbaiki apa yang sudah dirusaknya. Karena saya yakin sekali, sebenarnya anak juga dalam kondisi panik dan takut. Jika kita tambah dengan teguran apalagi kemarahan, pastinya kepanikan dan ketakutan anak makin menjadi. Akibatnya, anak akan lebih merasa takut pada orang tua dan berusaha menutupi apa yang sudah dilakukan. Bayangkan kalau hal itu terus berlangsung sampai anak besar. Yang ada anak akan tumbuh menjadi orang yang kurang bertanggung jawab dan penakut. mereka juga akan menjadi orang yang selalu berusaha baik di permukaan dan takut jika kekurangannya diketahui orang lain.

Saya pun menunggu moment itu, waktu untuk berdialog lebih banyak dan memberi uluran tangan. Dan saat itu tiba, setelah melihat si bujang berhenti dengan semua usaha yang bisa dilakukannya. Sementara si handle pintu tetaplah lumpuh layu. "Ini tuh ada yang potong A. Jadi handle bagian depan tidak terhubung dengan handle bagian belakang juga bagian yang mengatur pintu dengan bagian di kusen. Kalau mau ya bongkar dan ganti dengan yang baru. Kalau tidak mau paling diakali, kalau nutup pintu dari depan tidak usah telalu rapat."

Ooo..., bujangku manggut-manggut. Lalu kami pun bekerja sama membongkar dan memasang kembali pegangan pintu kamarnya. Sedikit tekanan membuat si handle tampak tegang. Tapi karena gerakan si bujang yang terlalu bersemangat, handle kembali lumpuh layu... hahahaha. Ya sudahlah, memang harus diganti. nanti aja kalau ada uang lebih, pikir saya. Maklum emak ekonomis, kalau masih bisa digunakan nanti lagi deh diganti. kalau betul-betul urgent.

Tak lupa saya pun kasih pengumuman pada semua penghuni rumah untuk memperlakukan kamar si bujang lebih hati-hati, terutama pada bagian pintu dan terkhusus bagian pegangan luarnya. Minimalnya, kajadian kamar tidak bisa dibuka dari luar sementara tak ada penghuni di dalamnya tidak akan terjadi hehehe...

ah...what a wonderful life eh... alhamdulillah ala kulli hal... :) ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar