Kamis, 23 April 2015

Karena Jujur Lebih Utama dari Cerdas



Banyak orang yang terkaget-kaget dengan kasus korupsi yang menimpa pejabat dan penguasa di negara ini. Bahkan yang bikin geleng- geleng kepala saat melihat gelar-gelar dan jabatan yang menyertai nama-nama terduga koruptor itu. Hampir semuanya mengenyam pendidikan perguruan tinggi. Ada yang sudah jadi dosen bahkan menjadi hakim. Secara akademis, mereka pastilah orang- orang yang berotak encer atau cerdas. Hemm... sebenarnya apa yang salah dari orang-orang cerdas ini?
Sebagai seorang ibu, memiliki anak- anak yang cerdas adalah cita- cita. Bahkan jauh- hari sebelum mereka hadir ke dunia ini saya sudah mempersiapkan agar keinginanan itu  terwujud. Mulai dari gizi yang baik selama di kandungan.  Stimulus-stimulus untuk merangsang kecerdasanpun diberikan  sesuai usia mereka. Bahkan  tak sungkan merogoh kocek dalam-dalam untuk memberikan sekolah dan pendidikan terbaik.  Belum cukup? Ada yang menambahkan dengan les sana, les sini, privat itu, privat ini. Semua demi keinginan , mendapatkan anak cerdas!
Tapi tahukah kawan, jika kecerdasan hanya nomor terakhir dalam empat sifat wajib yang harus dimiliki oleh seorang nabi dan Rasul. Mungkin kita tidak pernah bertanya, kenapa sifat wajib itu harus dimulai dari shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah. Kenapa tidak dibalik atau di acak? Ternyata, memang itulah rumusan yang sudah ditetapkan oleh Allah dalam diri manusia- manusia pilihanNya.
Seorang nabi dan Rasul harus memiliki sifat shiddiq ( jujur atau berkata benar). Karena tanpa kejujuran bagaimana mungkin mereka akan menjadi orang- orang yang bisa dipercaya bukan? Jauh sebelum Rasulullah mengalami masa kenabian, suku Quraisy dan masyarakat Mekkah mengenal beliau sebagai pemuda yang jujur. Tak ada kebohongan dalam ucapan Muhammad. Setiap apa yang diucapkan Rasulullah, tak seorang pun meragukannya.Mereka bahkan tak ragu memberikan gelar Al-Amin pada beliau. Sebuah penghargaan yang menunjukkan kualitas kejujuran Muhammad pastinya. Karena Masyarakat Arab umumnya menjadikan jujur sebagai tabiat mereka. Bahkan ada istilah, orang Arab tidak akan berdusta wala pada onta mereka.
Tapi tidak semua orang jujur masuk kategori Shiddiq. Karena orang yang memiliki sifat Shiddiq adalah orang yang senantiasa merasa dalam pengawasan Allah, sehingga apa yang diucapkannya akan dibuktikan dengan tindakan. Contoh paling jelas ya pada teladan yang ditunjukkan oleh shiddiq sejati yaitu Abu Bakar. Khalifah pertama umat Islam ini memang selalu berkata jujur, membenarkan perkataan Rasul dengan  hati, jiwa, dan perbuatannya. Hemm..., pantas ya kalau shaddiqin ( orang-orang yang benar ) mereka menempati tingkat di bawah para nabi, diatas shalihin dan syuhada. Subhanallah

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. Annisa : 69 )

Nah..., ini lah yang cukup susah. Mengajari anak jujur tidak semudah mengajari anak matematika atau pelajaran science. Perlu ada contoh nyata yang bisa mereka tiru. dari siapa lagi, tentu saja dari orang tua sebagai orang terdekat sekaligus pendidik mereka. Apalagi anak-anak yang masih bersih memang cenderung lebih jujur dari pada orang dewasa. Mereka bisa mengatakan apa saja yang mereka lihat dan rasakan tanpa tedeng aling-aling. Kadang malah terkesan pamer hehehe, dan kalau dibumbuhi imajinasi anak ya jadinya lebai gak karuan.
Mirisnya, kadang orang tua mengabaikan sifat jujur ini. Banyak orang tua yang lebih bangga saat anaknya mendapat predikat cerdas, dengan nilai-nilai bagus walau dari hasil kecurangan, dari pada mendapati anak-anak mereka tampil sebagai pribadi yang jujur. Atau menganggap kebohongan anak-anak sebagai hal kecil , no problemo. Namanya juga anak-anak, cuma bergurau de el el...Atau dengan satu pembenaran, ya mereka kan masih anak-anak belum tahu kalau itu kebohongan. Yang lebih menyedihkan lagi jika orang tua dengan terang-terangan mengajari anak untuk berbohong. Bahkan ada juga yang dengan tega menyuruh anaknya berbohong. Nah lo!
Belum lagi pengaruh lingkungan sekitar. Kadang anak-anak terdengar membual atau berkata tidak jujur hanya karena tidak mau kalah dengan temannya. Bisa juga karena anak bergaul dengan orang-orang yang menganggap bebohong itu hal yang biasa. Berbohong untuk lucu-lucuan. Bisa juga  mereka melihat tontonan yang memberi ide pada mereka untuk berbohong. Bisa dari sinetron atau iklan ( hadeuhh..., jangan sepele kan iklan ya...). 
Karena saya bukan psikolog, maka saya pun bertanya pada yang punya ilmu. Dijamin bukan ilmu sulap apalagi ilmu hitam deh. Dan hasilnya ini lah yang bisa dilakukan orang tua dalam mendidik anak agar jujur.  

  • Ifda' binafsik ( mulailah dari diri sendiri )
Yup, di atas udah disinggung bahwa anak butuh teladan untuk berperilaku jujur. Maka, jadikan diri kita yang notebene orang tua dan pendidik anak sebagai pribadi yang penuh kejujuran. Nah, sebaiknya jadikan kejujuran sebagai pondasi penting dalam keluarga. Tunjukkan juga bahwa kita adalah orang yang berada di urutan terdepan dalam hal kejujuran. Ingat kan kata pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya, nah, demikian juga anak-anak yang selalu meniru dan mewarisi apa yang dilihat ari orang tua mereka.

  • Buatlah aturan untuk selalu jujur
Buat kesepakatan dengan anggota keluarga tentang pentingnya sifat ini. Apa juga yang harus dilakukan jika ternyata ada yang berbohong. Buatlah penghargaan bagi yang berlaku jujur dan hukuman bagi yang berbohong. Jika anak bisa diajak berdialog alangkah lebih baiknya jika anak sendiri yang memilih jenis penghargaan dan hukuman ini. Ingat juga aturan ini berlaku untuk seluruh anggota keluarga :)
Terangkan kepada anak ruginya dari kebiasaan berbohong. Jangan lupa sambungkan dengan pemahaman bahwa Allah tidak menyukai orang yang berbohong.  Bahkan bohong bisa menghasilkan dosa.

  •   Buatlah Rasa Nyaman dan Aman untuk Berlaku Jujur
Kadang anak memilih untuk berbohong karena takut orang tua marah. Anak lebih memilih mengatakan apa yang ingin didengar orang tua dari pada mengetahui kenyataannya. Saat seperti ini rasa aman dan nyaman adalah kebutuhan untuk bisa berkata jujur. Saya sendiri biasanya suka mengajak anak ngobrol dari hati ke hati saat sedang masak bareng. Sedang suami biasanya sengaja mengajak anak untuk berdialag saat sedang dalam perjalanan. Intinya membuat kondisi yang nyaman hingga anak merasa aman untuk mengungkapkan kejujuran.

  •      Bantu dengan Doa
Jangan lupakan kekuatan doa ya, Kawan. Saya selalu menyertakan hal ini dalam mendidik anak-anak. Mintalah pada Sang Pemilik dan pembolak-balik hati. Mintalah pada Allah Al Latif agar hati kita dilembutkan demikian juga dengan anak-anak. 
Gampangnya, setelah kita berusaha mati-matian untuk mengajarkan kejujuran, serahkan hasilnya pada Allah. Semoga dengan hal itu, semua yang kita lakukan dalam mendidik buah hati  bukanlah sebuah kesia-sian.***




 Nb: dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat ya, happy reading ^^
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar