Rabu, 29 April 2015

#Berani Lebih Pelan Melangkah

 #BeraniLebih  ala saya...

Berani kok pelan atau malah mundur? Pastinya ini yang ada dalam pikiran pembaca semua. Ya..., terkadang berani itu bukan berarti harus tampil paling di depan, atau terlihat sepak terjang yang bisa membuat setiap mata terbelalak. Bisa jadi keberanian juga ada ketika kita memutuskan untuk sedikit mengerem langkah agar kita bisa melihat bahwa di belakang kita pun ada orang yang sudah sangat berjasa pada diri kita.

Saya adalah orang yang selalu melakukan apa yang saya inginkan. Bahkan cenderung over power, hingga terkesan grusa-grusu ( dalam bahsa jawa artinya tergesa-gesa ). Bahkan setelah menikah, sifat saya yang satu ini tidak hilang. Saya selalu melakukan apa pun karena menurut saya benar. Dan biasanya tanpa meminta pertimbangan atau pendapat dari orang yang terdekat dengan saya khususnya pasangan. Saya selalu berpikir, toh ini saya lakukan untuk keluarga. Terlebih, tidak ada yang dirugikan, bahkan saya bisa memberi banyak keuntungan untuk keluarga dari segi finansial.

Nah, saya juga selalu memandang apa pun dari kaca mata perlombaan atau pertandingan. Dan saya, adalah orang yang selalu ingin menang. Dan itu terus terbawa hingga saya menjadi seorang istri bahkan menjadi seorang ibu. Siapa lagi orang yang bisa saya jadikan lawan kalau bukan pasangan? Ya..., itulah yang selalu ada dalam benak saya, suami adalah rival yang harus saya kalahkan. Dan saya adalah orang yang ingin disebut punya peran besar dalam kemajuan keluarga ini.

Saya tahu, bahwa harusnya bukan seperti itu dalam berumah tangga. Seperti kata guru ngaji saya, bahwa dalam berumah tangga itu yang ada harusnya patnership dan kasih sayang. Bahwa rumah tangga adalah kerja team antara suami sebagai kepala keluarga, istri dan anak-anak sebagai anggota keluarga. Maka, ketika ada kesuksesan adalah karena kerja semua pihak. Dan jika ada kegagalan, maka itu pun dirasakan oleh semua orang.

Berkali-kali saya memikirkan apa yang harus saya lakukan. Dalam agama saya, istri seperti saya bisa jadi dicap sebagai istri durhaka yang tidak pantas mencium aroma syurga. Tapi dalil itu pun tak membuat saya berubah sikap. Lalu, ketika saya merasa begitu nelangsa dan tidak bahagia dengan kondisi yang ada, saya pun sadar, itu lah alasan yang saya perlukan. Bahagia, ya... saya ingin hidup bahagia, bersama orang-orang yang saya kasihi dan menyayangi saya. Saya ingin hidup bahagia tanpa harus mengalahkan atau menyepelekan orang lain. Ya..., sungguh saya ingin bahagia!

Dan ini lah yang saya lakukan, mundur atau mengerem langkah saya sedikit. Saya mencoba berjalan sejajar dengan suami dan anak-anak yang masih butuh banyak bimbingan. Saya juga mulai memberi kepercayaan pada mereka bahwa mereka pun mampu melakukan peran dalam keluarga. Dan suprise... subhanallah, saya pun jadi melihat kelebihan yang ada dalam diri mereka, suami dan anak-anak. Suamiku amat penyayang dan sabar. Dia adalah sosok sabar yang selalu mendorongku untuk menekuni hobi dan duniaku. Sementara anak-anakku adalah sumber inspirasi sebagai bahan pembelajaran tentang ketulusan, kemurnian dan kasih sayang.
So.., orang yang berani versi saya adalah orang yang berani menghargai orang lain. Dan saya akan terus berusaha melakukan hal itu, hingga tidak ada keinginan untuk menyepelekan peran sekecil apa pun yang telah dilakukan. Semoga... Bismillah pasti bisa!***

Twitter : @el_himah ( https://twitter.com/el_himah )
Facebok: ummi ayehsa ( https://www.facebook.com/ummi.ayesha.com )

Tulisan ini diikutsertkan dalam Kompetisi Tulisan Pendek #BeraniLebih di Blog

2 komentar:

  1. Huuuu pengen nangis dah baca ini buuuu...

    "Siapa lagi orang yang bisa saya jadikan lawan kalau bukan pasangan? Ya..., itulah yang selalu ada dalam benak saya, suami adalah rival yang harus saya kalahkan. Dan saya adalah orang yang ingin disebut punya peran besar dalam kemajuan keluarga ini."

    ah pokonya speachless, cuma bisa membuat catatan kecil di hati, makasih ibuuuu atas tulisannya

    BalasHapus
  2. aih... tak ada maksud lah ...hehehe, sawangsulna ceu :)

    BalasHapus