Selasa, 26 November 2019

Nasehat itu Bernama Kematian


Hasil gambar untuk nasehat itu berupa kematian

Assalamu'alaikum...
Wah, rasanya sudah lama sekali ya tidak menulis di sini. Setelah di  ( sok ) sibuk dengan urusan ini itu hehehe, semangat menulis memang lagi down banget. Sepulang dari safar beberapa dua bulan kemarin memang masih menggebu-gebu tuh keinginan menuliskan semua kenangan di tanah suci. Tapi anak-anak yang bergantian sakit, mungkin memang sudah takdirnya mereka sakit saat ditungguin sama ibunya, jadi kembali ke titik nadir si semangat itu. Huff..., rasanya untuk kembali menulis menekan tuts-tuts di laptop kok rasanya berat berkilo-kilo. 

Alhamdulillah hari ini digerakkan untuk mendekati laptop lagi. Menulis pengalaman takziyah beberapa dua hari ke belakang. Ya, seorang kerabat telah berpulang. Seorang ibu yang notebene sama denganku, ibu rumah tangga dengan aktifitas sehari-hari di rumah ngurus keluarga, rumah, anak dan suami. Lima tahun lalu divonis ginjal dan harus cuci darah. Penyebabnya, entahlah. Karena yang sering dikeluhkannya selama ini adalah sakit maag, perut kembung dan perih. Sesuatu yang bagi siapa saja pasti pernah mengalami.

Singkat cerita, mulailah hari -hari melelahkan itu datang. Bukan secara fisik saja tapi juga mengikis kesabaran. Namun, betullah bahwa setiap ujian pasti datang pada orang yang mampu. Maka, keluarga kecil itu mulai menjalani hari-hari rutin ke rumah sakit untuk cuci darah. perawatan demi perawatan pun dijalani. Baik itu medis maupun alternatif. 

Bisa dibilang mereka kompak dalam menerima ujian ini. Sang suami dengan setulus hati merawat dan berperan sebagai ibu untuk dua anaknya. Sang ibu meski didera rasa sakit tetap berusaha mendidik buah hati mereka dengan maksimal. Dia mengingatkan anak-anaknya akan hal yang kekal, akhirat. Bahwa amallah yang akan menemani, menjadi bekal terbaik. Maka, dengan sisa-sisa tenaga dia dorong dua buah hatinya agar pergi mengaji. Menekuni huruf-huruf hijaiyah, terbata-bata melafadzkannya hingga akhirnya bisa lancar.

"Itu bekal terbaik, jadi anak sholeh-sholehah ya Nak. Bantu mamah, doain mamah. Maaf, mamah enggak bisa nemenin kalian lebih lama."

Mendengar cerita ini, hati langsung tertusuk-tusuk. Ya, betapa diri sering lupa bahwa kematian itu amat dekat. Bahwa kematian itu datang bisa tanpa sebab, tanpa memandang umur, bukan masalah nomor urut, bisa jadi random. Atau kalau kata Ust. Evie Effendi mah nomor dudut ( asal ambil/acak ).Seringnya kita disibukkan untuk mempersiapkan anak agar sukses di dunia, tapi hanya sedikit, hanya sebagian bahkan kadang berlubang-lubang dalam urusan bekal hidup sukses saat 'pulang' nanti.  Seringnya kita merasa sudah banyak berbekal, bahkan sombong dengan amal yang sedikit. Padahal... astaghfirullah, belum tentu amal-amal yang selama ini kita banggakan bernilai di hadapan Allah...

Semoga tulisan ini bermanfaat ya...
wa'alaikum salam ...










Tidak ada komentar:

Posting Komentar