Minggu, 14 Oktober 2012

Hakikat Qurban

Aku Mau Berqurban


Alhamdulillah wa syukurillah, sebentar lagi umat islam akan bertemu dengan moment qurban ( Idul Adha). Qurban secara fikih adalah menyembelih hewan sembelihan. Menurut bahasa qurban berasala dari kata taqorrub yang berarti mendekat. Maka berkorban hendaknya tidak saja dimaknai dengan ritual menyembelih hewan qurban tapi juga dilandasi dengan niat untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. karena itu juga yang dicontohkan oleh pelaku berqurban dalam sejarah manusia.

Qurban dikenal pertama kali dalam kisah Habil dan Qabil. Kedua putra Nabi Adam as ini diuji ketaatannya pada sebuah perintah Allah tentang pernikahan. Maka saat Qabil merasa tidak puas dengan aturan Allah, turunlah perintah qurban. Qabil yang sejak awal curiga terhadap aturan Allah, maka berkorban dengan hasil pertanian ala kadarnya. Dia tidak memberi yang terbaik bagi Allah. Sedang Habil yang sejak awal berhusnudzon akan aturan Allah, berkurban dengan ternak yang terbaik yang dimilikinya. Sejarah mencatat bahwa qurban Habillah yang diterima Allah SWT.

Pelajaran yang sama juga bisa didapat pada moment qurban yang dilakukan oleh keluarga Ibrahim as. Dalam QS. As Shaff  ( 37 ) :100- 108 . Sungguh, ujian kali ini terasa berat bagi Ibrahim. Dulu, saat dia baru mendapat keturunan yang selama ini didambakan, dia sudah diperintah memindahkan Ismail dan hajar ke Bakka ( kini menjadi Mekkah ) yang tak berpenghuni. Tanpa banyak bertanya, Ibrahim membawa keluarga kecilnya sesuai perintah Allah dengan bekal seadanya. Hanya karena yakin akan pertolongan Allah, Ibrahim rela meninggalkan Hajar dan bayi ismail di bawah sebuah pohon kurma. Ujian ini berhasil dilalui Ibrahim. Kini, setelah beberapa tahun berlalu, ujian Allah datang lagi. Kali ini perintah untuk menyembelih Ismail yang sangat dicintainya. Sekali pun berat, Ibrahim tetap melaksanakannya. didukung oleh Hajar yang sholehah dan Ismail yang sabar maka tugas berat itu pun sukses dijalani. Jangan bayangkan tak ada aral melintang yang menghadang. Bahkan syaitan laknatullah berkali - kali menggoda Ibrahim, Hajar dan Ismail. Hasilnya, Allah pun ridha dengan pengorbanan Ibrahim dan mengganti Ismail dengan hewan sembelihan yang baik, subhanallah.

Seandainya, Ibrahim adalah pribadi yang tidak taat, tak mungkin ujian itu datang padanya. Karena ujian semata- mata diturunkan bukan untuk membuat manusia susah, tapi semata- mata agar pertolongan Allah datang kepadanya. Allah juga menurunkan ujian hanya pada orang- orang yang dikasihinya. Yakinlah, tidak mungkin Allah menyakiti hamba yang dicintai dan dikasihinya. Hanya saja, Allah ingin melihat seberapa besar kadar kecintaan hamba tersebut. Ibrahim as berhasil menunjukkan bahwa kecintaannya kepada Ismail ( anak semata wayangnya saat itu ) tidak membuat kecintaan kepada Allah berkurang. Bahkan Ibrahim berhasil menularkan keyakinannya kepada Ismail dan Hajar.

Bandingkanlah dengan kita yang kadang lebih mencintai yang nampak dari pada Allah. kita lebih banyak menghabiskan pikiran dan perhatian untuk dunia, hobi, anak, harta, lawan jenis maupun usaha yang ditekuni. Kalaupun kita menunjukkan perhatian pada Allah SWT, hanya sekedar pada ritual yang dilakukan tanpa ada hikmah yang didapat. kita juga sering sekali suudzon dengan aturan Allah. Bedaaa sekali dengan nabiyullah Ibrahim yang tidak pernah banyak bicara dalam menerima perintah Allah. Pantas, kalau pertolongan Allah juga terasa jauh...jauh..sekali.

Dalam QS. Alkautsar ( 106 ) : 1-3 , dijelaskan hakikat lain dari berkurban. Bahwa berkurban adalah sebentuk syukur atas karunia Allah yang tak terkira yang selama ini kita rasakan. bersyukur bukanlah perkara yang mudah. Karena sering kali kita merasa keberhasilan yang kita rasakan semata- mata buah kerja keras selama ini. Saat mendapati anak lulus ujian, kita melihatnya hasil dari ketekunan belajar dan buah les sana sini. Bahkan seringkali kita merasa menjadi manusia yang paling susaaah di dunia. Seringnya kita juga merasa kurang dengan rezeki yang diberikan oleh Allah. hidup selalu kurang...kurang...dan kurang.

Maka, mulailah merunut nikmat yang Allah berikan dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Maka kita akan melihat tidak ada satupun kejadian yang tidak perlu disyukuri. Bahkan untuk kejadian yang bisa membuat kepala cekot- cekot atau hati cenat- cenut pun akan membuat kita bersyukur. Apalagi dengan nikmat iman yang masih ditetapkan Allah dalam diri kita. Bayangkan jika iman sudah tercabut, apa yang akan kita dapat dari kehidupan ini? Naudzubillah...

Karena itu, aku mau berkurban.., ya...kita harus menanamkan niat itu dalam- dalam. Hingga tidak ada beban saat melaksanakannya. Juga bukan sekedar ritual yang hasilnya decak kagum saja. Tapi kita menyadari semua ini sebagai bentuk tasyakur binikmah. semoga dengan senantiasanya kita berkurban maka kita pun layak mendapat gelar muttaqin di hadapan Allah.karena manusia yang bertaqwa adalah manusia yang berbahagia. Hidupnya jauh dari resah, gelisah, galau dan takut. Saat mendapat nikmat Allah dia akan bersyukur, tidak akan berlebihan dalam kegembiraan. Demikian pula saat musibah dan ujian datang, dia tidak akan mencari kambing hitam, dia akan memilih untuk bersabar. Jiwanya yakin sepenuhnya bahwa tidak ada suatu kejadian pun yang terjadi dalam kehidupannya tanpa izin dari Allah SWT. Orang bertaqwa adalah manusia yang jiwanya tenang, tidak resah dan iri pada nikmat yang didapat oleh saudara- saudara, saingan apalagi musuhnya.

So.., apalagi yang menghalangi kita untuk mentaati Allah? Sungguh tidak ada...ya..aku mau berkurban dan akan terus mengupayakan semampuku. Karena aku yakin Allah akan memampukan. Wallohu'alam bishowab. ( Renungan mendekati moment Idul Adha 1433 H )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar