Jumat, 24 Juli 2015

Sebuah Renungan, Sudahkah Lakukah Hal Ini Untuk Anak?


 
Tiba-tiba teringat kalau hari ini ternyata tanggal 23 Juli, yang terbiasa diperingati sebagai Hari Anak Nasional.  Setelah sekian banyak berita kekerasan terhadap anak wira-wiri di media massa. Atau maraknya kasus penelantaran anak yang bikin dada ngenes. Belum lagi, kasus aborsi yang dilakukan oleh anak-anak juga ( karena banyak juga yang dibawah umur atau belum dewasa ) yang bikin banyak mata terbelalak.  Atau banyak juga kebohongan alias manipulasi yang mengatasnamakan anak ( ingat kasus SKTM pas PPDB Kota Bandung tahun ini ) yang membuat banyak pihak kecewa. Dan masih banyak lagi perlakuan yang diterima anak-anak yang sering kali jauh dari kata wajar. Saat itu lah kita patut untuk merenung, apakah yang sudah kit alakukan untuk anak? Yang terbaik kah, yang benarkah? Yang terjelekkah? Yang salahkah?

1.       Sudahkah kita mencintai anak dengan tulus?
Cintai anakmu dengan tulus, tanpa pamrih. Cintai anakmu apa adanya.  Jangan mencintai mereka kalau ada apa-apanya. Kalau mereka nurut, berprestasi, membanggakan, baru dicintai.  Sementara saat mereka menunjukkan perilaku ‘nakal ‘di mata orang tua, maka cinta seolah menghilang dari kamus orang tua. Cintai lah mereka karena memang mereka pantas dan layak dicintai dengan seluruh kelebihan dan kekurangan yang melekat. Dengan mencintai anak, maka anak pun agar belajar mencintai, menghargai kehidupan ini. 



2.       Sudahkah kita mengenalkan anak pada Sang Khaliq?
Kisah yang paling terkenal adalah kisah yang termaktub dalam Al quran QS Lukman (31): 13. Lukman mencontohkan bahwa kenali lah penciptamu dulu, maka engkau akan tahu maksud dan tujuan keberadaanmu di dunia ini. Ingatlah saat mereka belum hadir dalam kehidupan sepasang suami istri, tangan-tangan sering ditengadahkan dengan lantunan doa penuh harap.  Ingatlah bahwa hadirnya mereka karena kehendak Allah, maka kenapa kita menjauhkan mereka dari fitrahnya untuk mengenal Allah?

Tak peduli sesukses apa pun anak, atau secerdas apa pun anak selama dia tidak mengenal Allah Swt., maka dia akan jauh dari kebahagiaan hakiki. Apakah kita akan membiarkan anak-anak kita, generasi penerus kita tumbuh sebagai generasi yang sekedar mengejar materi? Tanpa tahu arah tujuan hidup?  Mereka hanya akan menjadi orang-orang yang hidup berlimpah materi tapi hampa jiwanya. 


3.       Sudahkah kita menjaga mereka dari hal-hal yang merusak dan kecanduan?
Jujur saja saya sedih saat melihat anak-anak ( anak siapa pun ya...) tengah asyik di depan gadget. Mereka tak peduli dengan lingkungan sekitar karena konsentrasinya tersedot oleh permainan yang disuguhkan di tangannya. Saya sudah lama menyimpan tablet atau gadget dari sentuhan anak-anak, terutama dua balita saya yang memang senang sekali dengan permainan di dalamnya. Saya lebih suka mengajak mereka main air, memelihara jangkrik dan ikan, main bola, main sepeda atau sekedar main tebak kata.  Biarkan mereka tumbuh dengan permainan yang menstimulus seluruh panca indra dan psikisnya. Karena itu memang hak anak-anak.

Tontonan yang merusak,  tayangan yang mempertontonkan pornografi,  pergaulan anak-anak, juga harus mendapat perhatian penuh dari orang tua. Jangan asal anak anteng, orang tua rela membiarkan mereka diasuh televisi atau hal-hal yang merusak.  Jadilah orang tua yang peduli..., yang sangat peduli pada keselamatan anak, baik jasmani maupun ruhaninya.  Baik fisik maupun psikisnya. 


4.       Sudahkah Kita memberi pendidikan yang tepat untuk anak?
Seringkali pendidikan diartikan dengan sekolah. Padahal tanggung jawab mendidik anak tidak selesai saat anak-anak masuk sekolah.  Sekolah, pesantren, guru, pelajaran hanyalah alat bantu orang tua untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendidik anak.
Pendidikan yang tepat yang dimaksud adalah pendidikan yang sesuai dengan usianya.  Walau sekarang ada jargon mendidik anak sejak dini, bukan berarti tanpa melihat perkembangan dan usia anak. Mendidik anak bukan sekedar mengajari anak baca tulis dan berhitung, tapi  juga bagaimana mengarahkan anak agar anak matang dan mandiri sesuai usianya.  Juga memberi pendidikan agama sebagai dasar tumbuhnya akhlak khasanah dalam diri anak.
Memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat yang sesuai dengan minat bakat anak juga termasuk dalam pendidikan yang tepat.  Karena setiap anak punya potensi yang berbeda yang sudah diberikan Allah sebagai bekal dalam kehidupan ini. Ada yang memiliki kemampuan cepat menghapal dan baik dalam memahami sesuatu , ada yang senang meneliti, ada yang memiliki kecenderungan bekerja , ada yang memang lebih suka dunia usaha. Maka, perhatikan baik-baik pada apa yang dimiliki anak, hingga tidak ada paksaan dari orang tua pada anak dalam menekuni satu ilmu.


5.       Sudahkah kita mengajari anak untuk menjaga kesucian diri?
Anak lahir dalam keadaan suci, bersih dari noda dan dosa. Maka, kewajiban orang tua lah untuk mengawal dan menjaga kesucian anak, hingga mereka cukup dewasa untuk menikah.
Diawali dari pengajaran anak tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Lalu dilanjutkan dengan memberitahu anak tentang aurat.  Ajarkan mereka untuk menutup aurat sedini mungkin. 
Ajak juga keluarga besar dan lingkungan untuk memahami pentingnya menjaga penampilan anak. Karena sebagian besar orang tua masih suka mendandani anak ( terutama anak perempuan ). Bahkan yang membuat miris, sebagian orang tua ( khususnya ibu ) santai-santai saja saat anak gadisnya yang sudah beranjak remaja keluar rumah dengan celana pendek dan atasan ketat. 


6.       Sudahkah kita menafkahi mereka dengan nafkah yang halal?
Banyak orang tua yang berharap anak-anaknya menjadi anak shaleh atau shalehah. Yang doa mereka akan bisa menyelamatkan kelak di akhirat.  yang sering terlupa adalah, doa akan dikabul salah satunya jika yang berdoa adalah orang yang bersih. Termasuk bersih dari hal-hal yang bersifat haram. Bayangkan jika daging, darah, kemampuan, ilmu yang ada pada anak-anak berasal dari hal-hal yang haram, masihkan ada harapan doa-doa mereka akan menjadi anak yang shaleh dan shalehah? Masihkan kita berani menggantungkan harapan pada doa-doa mereka?



7.       Sudahkah kita mengajari anak untuk bersyukur dan bersabar
Dua hal yang akan membawa kebahagiaan dalam hidup, yaitu mensyukuri apa yang didapat dan bersabar terhadap ujian yang ada. Bukankah Islam sebagai agama yang syamil, kaffah sudah mengatur setiap hal dan pekerjaan dalam kehidupan ini. Setiap akan melakukan aktifitas ucapkan bismilah sebagai bentuk pengingat dan ketergantungan kita sebagai makhluk kepada Allah. Juga sebagai pelurus niat terhadap apa yang akan kita lakukan. Dan setelah selesai, ada doa atau adab untuk bersyukur. Sementara sabar ditunjukkan dengan senantiasa bersungguh-sungguh dan istiqomah dalam menjalani kehidupan ini.

Ifdak bi nafsik,  Pastinya sebelum kita mengajari anak dengan semua itu, mulailah dari diri kita sendiri.  Jangan sampai kita menjadi orang yang hanya jago bicara tanpa aksi, alias NATO ( No Action Talk only).  Dan pastinya, masih banyak yang perlu kita renungkan untuk dijadikan muhasabah diri. Yup..., yuk sama-sama menjadi orang tua shaleh dan shalehah untuk generasi penerus yang shaleh dan shalehah juga  :)***

referensi :
http://www.idntimes.com/hype/serbaserbi/1462/Sebuah-Refleksi-di-Hari-Anak-Nasional-Sudahkah-Mereka-Mendapatkan-7-Hak-Ini






 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar