Tiba-tiba teringat kalau hari ini ternyata tanggal 23 Juli,
yang terbiasa diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Setelah sekian banyak berita kekerasan
terhadap anak wira-wiri di media massa. Atau maraknya kasus penelantaran anak
yang bikin dada ngenes. Belum lagi, kasus aborsi yang dilakukan oleh anak-anak
juga ( karena banyak juga yang dibawah umur atau belum dewasa ) yang bikin
banyak mata terbelalak. Atau banyak juga
kebohongan alias manipulasi yang mengatasnamakan anak ( ingat kasus SKTM pas
PPDB Kota Bandung tahun ini ) yang membuat banyak pihak kecewa. Dan masih
banyak lagi perlakuan yang diterima anak-anak yang sering kali jauh dari kata
wajar. Saat itu lah kita patut untuk merenung, apakah yang sudah kit alakukan
untuk anak? Yang terbaik kah, yang benarkah? Yang terjelekkah? Yang salahkah?
1.
Sudahkah kita mencintai
anak dengan tulus?
Cintai anakmu dengan tulus, tanpa pamrih. Cintai
anakmu apa adanya. Jangan mencintai
mereka kalau ada apa-apanya. Kalau mereka nurut, berprestasi, membanggakan,
baru dicintai. Sementara saat mereka
menunjukkan perilaku ‘nakal ‘di mata orang tua, maka cinta seolah menghilang
dari kamus orang tua. Cintai lah mereka karena memang mereka pantas dan layak
dicintai dengan seluruh kelebihan dan kekurangan yang melekat. Dengan mencintai
anak, maka anak pun agar belajar mencintai, menghargai kehidupan ini.
2.
Sudahkah kita mengenalkan
anak pada Sang Khaliq?
Kisah yang paling terkenal adalah kisah
yang termaktub dalam Al quran QS Lukman (31): 13. Lukman mencontohkan bahwa
kenali lah penciptamu dulu, maka engkau akan tahu maksud dan tujuan
keberadaanmu di dunia ini. Ingatlah saat mereka belum hadir dalam kehidupan
sepasang suami istri, tangan-tangan sering ditengadahkan dengan lantunan doa
penuh harap. Ingatlah bahwa hadirnya
mereka karena kehendak Allah, maka kenapa kita menjauhkan mereka dari fitrahnya
untuk mengenal Allah?
Tak peduli sesukses apa pun anak, atau
secerdas apa pun anak selama dia tidak mengenal Allah Swt., maka dia akan jauh
dari kebahagiaan hakiki. Apakah kita akan membiarkan anak-anak kita, generasi
penerus kita tumbuh sebagai generasi yang sekedar mengejar materi? Tanpa tahu
arah tujuan hidup? Mereka hanya akan
menjadi orang-orang yang hidup berlimpah materi tapi hampa jiwanya.
3.
Sudahkah kita menjaga
mereka dari hal-hal yang merusak dan kecanduan?
Jujur saja saya sedih saat melihat
anak-anak ( anak siapa pun ya...) tengah asyik di depan gadget. Mereka tak
peduli dengan lingkungan sekitar karena konsentrasinya tersedot oleh permainan
yang disuguhkan di tangannya. Saya sudah lama menyimpan tablet atau gadget dari
sentuhan anak-anak, terutama dua balita saya yang memang senang sekali dengan
permainan di dalamnya. Saya lebih suka mengajak mereka main air, memelihara
jangkrik dan ikan, main bola, main sepeda atau sekedar main tebak kata. Biarkan mereka tumbuh dengan permainan yang
menstimulus seluruh panca indra dan psikisnya. Karena itu memang hak anak-anak.
Tontonan yang merusak, tayangan yang mempertontonkan
pornografi, pergaulan anak-anak, juga
harus mendapat perhatian penuh dari orang tua. Jangan asal anak anteng, orang
tua rela membiarkan mereka diasuh televisi atau hal-hal yang merusak. Jadilah orang tua yang peduli..., yang sangat
peduli pada keselamatan anak, baik jasmani maupun ruhaninya. Baik fisik maupun psikisnya.
4.
Sudahkah Kita memberi
pendidikan yang tepat untuk anak?
Seringkali pendidikan diartikan dengan
sekolah. Padahal tanggung jawab mendidik anak tidak selesai saat anak-anak
masuk sekolah. Sekolah, pesantren, guru,
pelajaran hanyalah alat bantu orang tua untuk melaksanakan tugasnya sebagai
pendidik anak.
Pendidikan yang tepat yang dimaksud adalah
pendidikan yang sesuai dengan usianya. Walau
sekarang ada jargon mendidik anak sejak dini, bukan berarti tanpa melihat perkembangan
dan usia anak. Mendidik anak bukan sekedar mengajari anak baca tulis dan berhitung,
tapi juga bagaimana mengarahkan anak
agar anak matang dan mandiri sesuai usianya. Juga memberi pendidikan agama sebagai dasar
tumbuhnya akhlak khasanah dalam diri anak.
Memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat yang
sesuai dengan minat bakat anak juga termasuk dalam pendidikan yang tepat. Karena setiap anak punya potensi yang berbeda
yang sudah diberikan Allah sebagai bekal dalam kehidupan ini. Ada yang memiliki
kemampuan cepat menghapal dan baik dalam memahami sesuatu , ada yang senang
meneliti, ada yang memiliki kecenderungan bekerja , ada yang memang lebih suka
dunia usaha. Maka, perhatikan baik-baik pada apa yang dimiliki anak, hingga
tidak ada paksaan dari orang tua pada anak dalam menekuni satu ilmu.
5.
Sudahkah kita mengajari
anak untuk menjaga kesucian diri?
Anak lahir dalam keadaan suci, bersih dari
noda dan dosa. Maka, kewajiban orang tua lah untuk mengawal dan menjaga
kesucian anak, hingga mereka cukup dewasa untuk menikah.
Diawali dari pengajaran anak tentang
perbedaan laki-laki dan perempuan. Lalu dilanjutkan dengan memberitahu anak
tentang aurat. Ajarkan mereka untuk
menutup aurat sedini mungkin.
Ajak juga keluarga besar dan lingkungan
untuk memahami pentingnya menjaga penampilan anak. Karena sebagian besar orang
tua masih suka mendandani anak ( terutama anak perempuan ). Bahkan yang membuat
miris, sebagian orang tua ( khususnya ibu ) santai-santai saja saat anak
gadisnya yang sudah beranjak remaja keluar rumah dengan celana pendek dan
atasan ketat.
6.
Sudahkah kita menafkahi
mereka dengan nafkah yang halal?
Banyak orang tua yang berharap anak-anaknya
menjadi anak shaleh atau shalehah. Yang doa mereka akan bisa menyelamatkan kelak
di akhirat. yang sering terlupa adalah,
doa akan dikabul salah satunya jika yang berdoa adalah orang yang bersih.
Termasuk bersih dari hal-hal yang bersifat haram. Bayangkan jika daging, darah,
kemampuan, ilmu yang ada pada anak-anak berasal dari hal-hal yang haram,
masihkan ada harapan doa-doa mereka akan menjadi anak yang shaleh dan shalehah?
Masihkan kita berani menggantungkan harapan pada doa-doa mereka?
7.
Sudahkah kita mengajari
anak untuk bersyukur dan bersabar
Dua hal yang akan membawa kebahagiaan dalam
hidup, yaitu mensyukuri apa yang didapat dan bersabar terhadap ujian yang ada.
Bukankah Islam sebagai agama yang syamil, kaffah sudah mengatur setiap hal dan
pekerjaan dalam kehidupan ini. Setiap akan melakukan aktifitas ucapkan bismilah
sebagai bentuk pengingat dan ketergantungan kita sebagai makhluk kepada Allah.
Juga sebagai pelurus niat terhadap apa yang akan kita lakukan. Dan setelah
selesai, ada doa atau adab untuk bersyukur. Sementara sabar ditunjukkan dengan senantiasa bersungguh-sungguh dan istiqomah dalam menjalani kehidupan ini.
Ifdak bi nafsik, Pastinya sebelum kita mengajari anak dengan
semua itu, mulailah dari diri kita sendiri. Jangan sampai kita menjadi orang yang hanya
jago bicara tanpa aksi, alias NATO ( No Action Talk only). Dan pastinya, masih banyak yang perlu kita
renungkan untuk dijadikan muhasabah diri. Yup..., yuk sama-sama menjadi orang
tua shaleh dan shalehah untuk generasi penerus yang shaleh dan shalehah juga :)***
referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar